9 Beri pertanyaan.

1106 Kata
Di dalam kamar Villa itu Bunga tampak baru selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya yang basah di depan meja rias menggunakan sebuah hairdryer. Sementara Andreas masih di dalam kamar mandi sebab laki-laki itu melanjutkan berenangnya kembali setelah Bunga sudah sangat kedinginan dan ingin masuk ke dalam. Ini sudah lebih dari lima kali ponsel milik Andreas berdering kuat di atas meja tempat Bunga duduk dan entah sudah berapa kali berdering tanpa Bung ketahui, itu adalah Ramalina mama Andreas, Bunga tinggal menung saja sebentar lagi dia akan di hubungi oleh ibu dari Bos-nya itu. Kebetulan Bunga dan Ramalina sudah sering bertemu dan Ramalina sering meminta Bunga menjaga putranya itu dan mengabari apapun kepadanya namun Bunga tidak pernah melakukannya kecuali sesuatu yang cukup fatal seperti Andreas benar-benar sakit dan tidak bisa di stasiun sendiri. Benar sekali tebakan Bunga akhirnya sekarang ponselnya berdering, beberapa detik dia menatapi benda pipih miliknya yang menampilkan nama Ibu Ramalina di sana, Bunga sedang mempersiapkan akan menjawab apa jika dia lemparkan pertanyaan di mana Andreas. Cklak Akhirnya Andreas menyudahi mandinya pria bertu yh atletik itu keluar dengan hanya memakai handuk dan masih dalam keadaan badan yang setengah basah. “Mama?” Tebak Andreas. “Hemm...” “Angkat bilang saya izin pergi dari sore dan kamu tidak tahu apapun.” “Kalo Bu Ramalina tanya yang lain-lain—“ “Jawab sekarang, saya yang bereskan selebihnya.” Bunga lalu berdiri dari tempat duduknya kemudian mengangakat panggilan dari mama Andreas itu. “Hallo selamat malam Bu Rama.” “Hallo Malam Bunga maaf sekali saya ganggu kamu malam-malam buta seperti ini, Bunga Andreas ngga angkat telepon saya. Kamu tahu dia di mana?” “Bu Rama,Pak Andre tadi sore izin pergi saya ngga tahu kemana dia ngga bilang apapun.” “Pergi? Pergi kemana dia? Ibu udah telepon dia berkali-kali dari siang tapi ngga di angkat, Bunga tolong ibu cari tahu di mana Andreas bisa, ibu ngga tau mau tanya kemana lagi teman-temannya terlalu banyak ibu juga ngga tahu dia dekat sama teman yang mana.” “Bu, saya coba ya.” “Ya, Bunga maaf ya ibu ganggu waktu istirahat kamu. Oh ya Bunga kenapa kemarin ngga datang ke tunangannya Andreas?” Duh, Kenapa di bahas lagi padahal kabar itu menjadi sebuah berita yang sangat menghancurkan moodnya. “I-itu Bu, saya gantiin Pak Andre buat kunjungan penting.” Andreas melangkah mendekati Bunga dia mendengar perkataan sang mama lalu mengisyaratkan Bunga untuk mengakhiri percakapan mereka. Tunggu “Ya baiklah, lain kali kamu pokoknya harus datang ke acara-acara Andreas dan Fanaya yang lain. Mungkin kalau kamu ada kemarin ibu bisa minta bantuan kamu buat nahan tu bos kamu itu. Pasti kamu udah dengar kan berita yang lagi rame di perusahaan?” “I-iya tahu, Bu.” “Matikan Bunga!” Tekankan Andreas dengan bisikannya sambil berusaha merampas ponsel Bunga, namun Bunga menjauh dia tidak enak mematikan panggilan Mama Andreas itu begitu saja. “Baiklah kalau gitu selamat malam ya, sekali lagi ibu minta maaf sudah mengganggu kamu.” “Iya Bu, malam.” Padahal tadi semuanya sudah membaik, mood yang berantakan perlahan membaik malah lebih baik, sekarang malah seseorang membukanya lagi, Ya. Karena mungkin memang harus di buka guna terus menyadari kenyataan yang sebenarnya. “Saya belum mengucapkan selamat ‘kan?” Bunga berjalan mendekati Andreas lalu memberikan pakaian laki-laki itu yang sudah dia ambil tadi. “Selamat Pak, tenang saya tidak akan bertanya apa lagi ingin ikut campur, saya tidak lupa itu lagian itu urusan pribadi bapak jadi tenang aja.” Sudah skakmat ini saatnya di bahas, namun Andreas tampak tenang dia tidak menunjukkan sedikitpun kegelisan atau seperti ingin menutupi. “Saya tahu sudah banyak pertanyaan yang ingin kamu tanyakan, mungkin juga kamu sudah mendengar lebih dulu di luar sana berbagai macam versi ceritanya. Saya hanya akan menjawab dua pertanyaan penting saja, jadi ajukanlah pertanyaan yang paling penting.” Bunga lantas tersenyum lebar, “Ngga perlu sih pak, jangan lakukan itu saya ngga berhak tau, biarkan saya sama seperti yang lainnya bertanya-tanya sendiri tanpa perlu tahu yang sebenarnya. Bapak seperti biasa aja, saya kenal bapak membagi urusan pribadi pada orang lain bukan sifat bapak.” Andreas menarik nafasnya berat, “Tanyakan Bunga!” “Jangan pak! Buat apa coba saya tahu?” “Tanya Bunga!” “Baiklah kalo bapak memaksa, Ngomong-ngomong siapa EO yang Bu Rama pakai? Eh baju batik kemarin yang bapak pakai bagus loh, itu desain siapa pak? Calon istri bapak itu ya? ayo dong kapan-kapan kenalin.” “Omong kosong! Tanyakan saja pada daun yang bergoyang! Atau tapal kuda.” Andreas malah tersulut dengan pertanyaan Bunga yang semuanya malah tidak penting dia lalu pergi dari sana. "Loh loh katanya suruh nanya kenapa pergi?" Bunga mengendikkan bahunya acuh, dia sengaja melakukan itu, kenapa harus tahu? Kenapa harus menjawab rasa penasarannya? Apa gunanya untuk seorang yang tidak ada artinya ini. Satu jam berlalu. Entah kemana laki-laki itu sekarang sudah satu jam dia tidak juga masuk ke dalam kamar, padahal di luar sana angin begitu kencang. Bunga di tempat tidur mulai bosan dengan ponselnya dia lalu meletakkan benda pipih yang sedari tadi dia mainkan lalu turun dari sana untuk memeriksa Andreas. Bunga mengintip di sebalik gorden pintu kaca yang tertutup di luar sana terlihat permukaan air kolam renang sekali, langit malam masih terang sebab malam ini tampak bulan purnama ada di atas sana. Sekeliling tembok tinggi itu yang di tanami dedaunan hijau tampak gelap di mana laki-laki itu, Bunga rasa Andreas tidak ada keluar. Karena tidak melihat laki-laki itu di sana Bunga lalu membuat pintu kaca itu. Barulah terlihat di ujung kiri paling pojokan saat Bunga melangkah keluar, Andreas sedang bersantai dengan minuman dan memainkan ponselnya, asap rokok mengudara tinggi di sana. Andreas tidak memakai pakaian hanya celana pendeknya saja. “Ehmmm mungkin anda adalah titisan trenggiling atau buah salak yang memiliki permukaan kulit yang sangat keras.” Sindir Bunga sembari berjalan menghampiri laki-laki yang duduk di antara kursi-kursi santai itu. Andreas mengacuhkan Bunga dia terus ssja memainkan game-nya di sana, entah kapan dia suka memainkan permainan itu, Bunga baru melihatnya hari itu. “Kalau terganggu sama ponsel saya yang masih berdering di dalam, matikan saja.” Kata pria itu fokus sama game di ponsel itu. “Ceritakan! Ceritakan siapa dia?” Bunga tiba-tiba saja menduduki paha Andreas bersandar di dadanya tanpa berkata-kata dan sukses membuat Andreas itu terkejut dan nyaris menjatuhkan ponselnya. “Handuknya sini tolong ambil! Tangan bapak lebih panjang! Saya kedinginan.” Seperti sedang membujuk suami yang merajuk lalu si suami luluh karena istrinya yang merendahkan egonya seperti itulah yang terjadi saat ini. “Ayo masuk!” Andreas segera bangkit menjatuhkan ponselnya entah kemana lalu mengangkat Bunga masuk ke dalam sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN