Ayesha membeku, mendapat tatapan lekat Khalid. Pandangannya menurun sambil membereskan bekal di sana sudah rapi. Ia mengambil tissue sebagai alas duri ikan. “Jawab dulu, Sha.” Khalid menghalangi jalan Ayesha menuju tong sampah di belakangnya. “Ustadz, ada apa? Minggirlah, setelah ini saya mau ke ruangan!” bentaknya. Sekarang, Ayesha sudah berani bernada tinggi. Tidak salah juga kalau wanita ini membentaknya untuk perlawanan diri. Toh, mereka juga belum ada ikatan apapun. Khalid lupa diri seketika. Hampir saja dia melupakan batasannya terhadap Ayesha yang selama ini sudah mengenal dekat keluarganya. Ia mengusap wajah sambil membenarkan peci di kepala. Tubuhnya berkeringat dingin. Hatinya sungguh tidak tenang bila tidak menyelesaikan masalah ini. “Kamu bilang aku sudah punya calon istri?