6. Usaha Untuk Pulang

1052 Kata
"Baiklah! Kalau begitu biarkan aku pulang!" Aku mengambil paksa liontin Dave dan kembali menyatukannya dengan cincin milikku. Segala perasaan campur aduk menjadi satu. Hanya satu harapanku, segera kembali dan bertemu dengan kedua orang tuaku. Tapi, lama aku menunggu. Tak ada satu pun lingkaran yang muncul di sekitarku. Aku terperanjat, "Ada apa ini?! Kenapa tidak bereaksi?!" Aku berteriak frustasi akan kegagalan yang terjadi. Mereka semua yang ada dalam ruangan nampak begitu tenang, mereka tidak menahanku ataupun ikut terkaget karenanya. "Benda itu hanya bisa bereaksi jika digunakan oleh seseorang yang berkemampuan wizard." Federic maju mendekat padaku. Wajahnya begitu tenang. "Kalau begitu, siapa di antara kalian yang bisa menggunakan ini?!" Aku kembali berteriak ke arah mereka. Berharap akan ada yang maju dan membantuku pulang ke rumah. "Hanya seorang Alpha yang bisa mengunakan kemampuan itu," lanjut Federic. "Alpha?!" Berarti yang dimaksud dengan Alpha adalah Alex. "Apa tidak ada yang lain yang bisa?" Aku sangat putus asa saat ini. Umurku belum genap 17 tahun, tapi aku harus terdampar di tempat antah berantah ini. Persetan dengan Alpha atau apa pun itu. Di sini bukan tempatku. Tak ada satu pun dari mereka yang menggubris ucapanku, bahkan hampir kesemuanya membuang muka. "Dave! Dave!" Aku mengguncang bahu Dave. Aku tadi bersama dia, mungkin dia yang mempunyai kekuatan itu. Bahkan dia bisa menggerakkan benda. "Ayo! Kamu satukan ini, bantu aku pulang! Aku ingin bertemu emak dan babe!" Tak sadar nada suaraku tetap meninggi meski berbicara padanya. "Kamu pasti bisa menggunakan benda ini!" Kembali aku berteriak kencang padanya. Dia menatapku sekilas. Dengan ragu-ragu, Dave mengambil benda itu dan mencoba menggabungkannya seperti saat kami melakukannya tadi. Tapi sayang, kembali tak terjadi apa-apa. Aku berjongkok, ingin rasanya menangis membayangkan tidak akan bertemu dengan orang yang kita sayangi untuk waktu yang lama. Bahkan, aku sendiri tidak tahu bakal bisa bertemu mereka lagi atau tidak. "Ta-tadi kita bisa melakukannya." Aku kembali bangkit dan bersemangat. Aku ingat, tadi kami melakukan bersama. Siapa tahu kali ini akan kembali berhasil seperti tadi. Aku mengambil napas panjang, berdoa, semoga hasilnya sama seperti yang aku harapkan. Dengan tangan gemetar aku mengambil cincinku yang berada di tangan Dave, mencoba menggabungkan milikku dengan liontin Dave yang masih di tangannya. "Berhasil!" Aku melonjak kegirangan melihat pusaran itu kembali. Harapanku untuk pulang ke rumah akan segera terwujud. Sebuah pusaran berwarna hitam muncul di atas liontin Dave, semakin lama semakin besar. "Bagaimana bisa?" Semua menatap pusaran itu dengan wajah penuh kebingungan. Aku hanya tinggal menunggunya untuk menjadi lebih besar lagi. Federic mendekati kami dan melihatnya dengan takjub, "Salah satu kalian akan menjadi Alpha selanjutnya." "Aku harus pulang!" Tak ingin memikirkan tentang Alpha dan aliansi ini. "Tidak! Salah satu dari kalian harus menerima takdir ini." Federic menepuk bahu Dave. Aku bernapas lega. Benar, pasti Dave yang ditakdirkan menjadi Alpha. Karena dia memiliki kekuatan. Aku menggeleng. "Aku tidak bisa tinggal di sini." "Bahkan jika kamu kembali ke tempat itu, Matius dan Emma pasti akan membawamu kembali ke sini." Tatapan Federic benar-benar menciutkan nyaliku. Aku yang tadinya berteriak dengan lantang, kembali menundukkan kepalaku agar tatapan mata kami tidak bertemu. Aneh! Pusaran itu tak juga membesar. Bahkan tadi tidak membutuhkan waktu lama untuk menyedot benda-benda yang ada di sekitar. "Kenapa? Kenapa ini menghilang?!" teriakku histeris. Aku kembali meraih tangan Dave yang melemah. Nampaknya dia juga terkejut akan hilangnya pusaran itu, hingga nyaris tangannya tak bertenaga. "Dave! DAVE! Lakukan sesuatu!" Gagal! Kami kembali gagal menciptakan pusaran itu. Dave hanya diam saja, aku sama sekali tak tahu apa yang ada dalam pikirannya. "Ini takkan berhasil, Jun." Dave menggeleng lemah. Apa artinya kini dia menyerah? "Tinggal sedikit lagi Dave dan aku bisa pulang." Sungguh ironi memang saat benar-benar tidak ada yang mendukung kita. "Lihatlah! Kita hampir berhasil ...." Tanganku mengarah ke tempat pusaran itu terbentuk, meski kini sudah menghilang. "Argh ...!" Aku menyugar rambutku. Tak ada lagi yang menggubris omonganku. Aku terduduk, membenamkan wajahku pada kedua lututku, Aku menangis, menyesali keputusan bodohku saat memutuskan untuk memasuki pusaran itu. "Juna ...." Seseorang memegang bahuku. Dari suaranya aku yakin itu Lucia. Aku sama sekali tak berniat mengangkat kepalaku. "Kalian berdua adalah takdir aliansi ini. Salah satu dari kalian akan menjadi Alpha selanjutnya. Dan di sinilah rumahmu yang sesungguhnya," lanjutnya. Aku menggeleng, "Aku tak peduli dengan semua ini dan juga, di sini bukan tempatku!" Aku masih bersikeras dengan pemikiranku. "Kalian harus peduli. Karena perang yang akan terjadi nanti akan melibatkan bumi." Tiba-tiba saja Federic menyela pembicaraan kami. Pria tua itu berjalan mendekat ke arahku, "Xatano telah berencana mengekspansi planet itu!" Mata yang biasanya teduh dan tenang, mendadak penuh kobaran amarah dan kebencian. Aku semakin takut dengan pria tua itu. Aku mengernyitkan dahiku, menatap ke arahnya. Tak menampik bahwa aku ingin tahu tentang semua ini. Seolah, sesuatu dalam diriku bangkit dan meminta penjelasan lebih. Federic menghela napas. "Xatano adalah dalang tumbangnya Alpha garis keturunan murni 16 tahun yang lalu." Pandangannya seolah menjelajah ke masa lalu, terlihat kosong dan redup, "Dia adalah pemimpin militer yang melakukan kudeta terhadap Alpha Alex. Dalam pelariannya, Alpha membangun tempat ini dan melindunginya dengan barrier sihir sehingga selama ini mereka tidak bisa melihat kami." Mataku melihat sekeliling, di mana banyak benda-benda yang menggantung di udara meski tak ada tali yang menahannya. Sedari awal aku masuk ke wilayah ini, aku sangat yakin jika ini memang penuh dengan sihir. "Kami yang di dalam sini, bisa melihat ke luar barrier, tapi mereka tidak akan bisa melihat ke dalam. Karena kekuatan sihir di aliansi ini hanya satu, maka tidak akan ada yang bisa membobolnya." Semua orang di ruangan ini terdiam mendengar penjelasan dari Federic. Mereka sangat hormat dan segan dengan pria tua dengan banyak uban itu. Begitu pula diriku, meski dalam hatiku terus meronta untuk bisa pulang, nyatanya telingaku terus menyimak dengan seksama penjelasan yang terus meluncur dari mulutnya. "Alex membangun tempat persembunyian kami di sini, untuk menjaga Tanah Orion, tempat di mana ramalan itu bermula." "Ramalan?" Di dunia yang kukenal, hal seperti itu sangatlah tidak nyata dan tidak bisa dipercaya. Dalam waktu tidak ada satu hari, semua pemikiranku seolah diputar 180 derajat. Meski aku penggemar superhero dan begitu mempercayai bahwa itu nyata, tapi semua kenyataan yang kulihat dan kudengar sejak berada di sini nyatanya malah tidak bisa masuk dalam logikaku. Harusnya aku takjub dan merasa senang berada di sini, nyatanya aku merasa ini semua bukan bagian di hidupku. Haruskah aku diam dan menerima takdir kami? Atau aku terus berontak dan mencari cara untuk bisa keluar dari sini?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN