Aditya terbangun di malam hari, perlahan ia mengerjapkan mata dan terduduk pinggiran ranjang guna mengumpulkan nyawa. Setelah cukup, pria itu keluar kamar dan segera turun menyusuri anak tangga menuju ke dapur untuk mengambil minumam dingin, karena tenggorokanya terasa kering.
Ia baru menyadari bahwa dirinya belum mengganti baju bahkan belum mandi sepulang kerja tadi. Akibat peristiwa tadi, ia tidak memikirkan apapun setelahnya.
Ia menilik kembali keadaan rumah yang sudah sepi, mungkin pembantunya juga sudah tidur. Langkah kaki itu kembali ke kamar dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Aditya berendam sejenak, melepaskan sejuta penat dalam diri. Setelah 20 menit berlalu, pria itu keluar dari kamar mandi. Hingga, hasrat yang tergugah membuat ia mengambil ponsel dan memencet sebuah nomor seseorang.
“Kamu di mana? Bisa ke rumah sekarang?” tanya Aditya sembari menyalakan sebatang rokok dan duduk di teras kamar itu.
"Aditya? Ini kamu? Ah ... aku kangen, kamu di mana?" balas seorang wanita di ujung telepon.
“Di rumah seperti biasa, kamu bisa ke sini?" tanya Aditya sekali lagi.
"Bisa dong, dengan senang hati, tunggu sebentar ya," ucap perempuan itu dengan nada manis yang di buat-buat.
"Ya, aku tunggu."
Panggilan pun terputus setelahnya. Beberapa menit kemudian, bel berbunyi dan kebetulan sekali Dini, sang pembantu terbangun saat itu.
"Siapa coba malam-malam gini bertamu?" gerutunya sembari menatap jam dinding yang menunjukkan tepat pukul sebelas malam.
Ia pun segera menuju ke arah pintu utama demi membukakan pintu untuk tamu yang dengan tidak sopannya bertamu semalam ini.
Beberapa saat setelah membuka pintu, ia tampak terpanah dengan wanita cantik pemilik rambut panjang bergelombang dan berpenampilan seksi di depan matanya. Bahkan pakaiannya cenderung kurang bahan.
"Ada Aditya?" tanyanya dengan nada lembut.
"Eh, ada. Tapi Tuan lagi tidur.”
"Biar saja, aku sudah punya janji dengannya," ucapnya cepat yang langsung menghambur ke dalam rumah Aditya.
Wanita itu menyelonong masuk ke rumah Aditya begitu saja. Dini yang tersadar sontak menutup pintu dan berusaha mencegah sang wanita untuk bertemu majikannya, sebab ia berpikir Aditya masih tertidur.
"Ihhh kamu apa, sih! Ngikutin mulu, udah ah sana," ucap wanita itu dengan raut wajah kesal.
"Tapi, Non, Tuan sedang ti--"
Pintu yang terbuka tiba-tiba membuat Dini tercekat saat Aditya berdiri tepat di depannya. Wajah dingin bercampur dengan kerutan di dahi membuat Dini tersadar bahwa ternyata majikannya sudah terbangun dari tidur dan wanita cantik ini mungkin memang sudah mendapatkan ijin untuk bertamu di jam yang tidak seharusnya.
Tudak cukup sampai di situ, Dini juga terkejut saat wanita yang di halang-halanginya tadi justru langsung memeluk Aditya tanpa penolakan dari sang majikan.
"Aditya ... apa kabar kamu? Aku kangen sama kamu,” ucapnya dengan manja.
"Me too, Honey ...," balas Aditya sambil mengecup bibir wanitanya.
Ia menyuruh wanita itu masuk ke kamar dan juga menyuruh Dini untuk beranjak dari tempatnya. Namun, tanpa sadar, Aditya tidak menutup pintu kamar itu dengan sempurna sehingga terdapat celah kecil di sana.
Bodohnya, keingintahuan Dini yang menggebu membuatnya justru terpaku melihat kejadian di depan mata dan berakhir mematung syok. Belum reda keterkejutannya, saat ini ia bahkan melihat dengan sedikit jelas apa yang dilakukan sang majikan dengan wanita barusan.
"Kamu ke mana saja? Aku merindukanmu," ujar wanita itu.
"You miss me ... Delia? Oh ya?"
"Of course, Honey. Aku kangen banget sama kamu. Kamu sudah dua tahun menghilang enggak ada kabar.”
Aditya pun tersenyum. Ia tidak sabar menyalurkan hasratnya pada wanita di depannya. Tanpa banyak basa-basi, kedua bibir itu bersua saling membelit satu sama lain. Tangan bebas Aditya juga bergerak melucuti pakaian Delia, begitupun sebaliknya.
"Kamu memang sangat mempesona dari dulu, Sayang," puji Delia yang kagum dengan tubuh sempurna Aditya. d**a bidang dengan perut rata itu memang menggoda semua kaum hawa.
"Aku menginginkanmu.”
"Lakukan, Honey. Lakukan semaumu, aku milikmu.”
Aditya kembali mencumbu Delia. Mereka tidak sadar bahwa ada seseorang yang terpaku melihat adegan ranjang itu. Nyatanya, Dini masih tercekat di depan pintu kamar Aditya. Ia melihat semua apa yang dilakukan sang majikan dengan wanita yang entah siapa dengan perasaan aneh.
Dini segera pergi dari depan kamar Aditya setelah tersadar dari ketercengangannya, takut pria itu tahu bahwa dirinya sejak tadi berada tepat di depan pintu kamar. Namun, sayang bayangan Dini tertangkap oleh mata Aditya, membuat atensunya sedikit teralihkan.
"Why, Honey?" tanya Delia.
"Enggak, nggak ada apa-apa," ucap Aditya yang kembali melanjutkan kegiatannya.
****
Kegiatan ranjang dengan para wanita jalang yang sudah ia hentikan sejak menikahi Sabrina, kini terjadi lagi. Aditya kembali ke sisi brengseknya bahkan mungkin kali ini tidak akan ada lagi hal yang membuat pria itu percaya akan sebuah status dalam hubungan asmara.
Aditya lantas keluar melenggangkan kaki menuju dapur untuk mengambil minum. Kali ini ia nampak menyeringai saat melihat Dini masih berada di dapur malam-malam seperti ini. Padahal cukup lama ia bermain dengan Delia, tetapi nyatanta Dini belum juga tertidur. Hal yang justru meyakinkan Aditya bahwa bayangan seseorang di luar pinth kamar tadi adalah sosok Dini.
"Dini ... kamu belum tidur?" tanya Adit mengejutkan lamunan Dini.
"Eh, Tu--Tuan Aditya juga belum tidur. Emm iya tadi udah tidur, tapi kebangun lagi soalnya ke kamar kecil terus haus."
Dini begitu gugup mendapati Aditya yang sudah di depannya. Ia masih teringat jelas adegan singkat tadi. Sedangkan Aditya melangkahkan kakinya mendekati Dini dengan jarak yang sangat dekat. Memupus jarak di antara mereka dan sekali lagi pesona Aditya selalu membuat Dini salah tingkah.
"Ke kamar kecil atau ... di depan kamar saya?" bisik Adit mengejutkan Dini.
Deg!
Dini terpaku untuk beberapa saat. Ia kembali merasa gugup dan seolah sedang tertangkap basah oleh suatu kesalahan.
Aku ketahuan ya, duhh gimana ini? batin Dini.
"Ah enggak Tuan. Saya enggak ada di situ, tadi setelah nona itu masuk, saya--"
"Jangan bohong, saya melihatnya loh, apa yang kamu lihat?" potong Aditya.
"Enggak, Tuan, saya nggak lihat apa-apa ...," jawab Dini gugup di dekati majikannya dengan jarak sedekat itu.
"Oh, jadi kamu nggak lihat apa-apa, atau sebenernya kamu melihat seperti ini ...," ucap Aditya yang tiba-tiba mengecup pundak Dini yang terbuka dengan perlahan.
Secara reflek, tubuh itu bergetar menahan rasa yang tidak ia ketahui dengan jelas. Dini hanya bisa menelan salivanya berkali-kali. Hingga, tiba- tiba sang majikan mencium bibirnya tanpa permisi.
Ia tidak tahu harus berbuat apa dan hanya menahan tubuhnya dengan kedua tangan ke tepi meja dapur.
"Ciumanmu buruk sekali. Sepertinya kamu harus belajar ...," ucap Aditya yang kembali berjalan ke arah kulkas untuk mengambil minuman.
Aditya lantas kembali menyimpulkan senyum dan kedipan mata pada Dini yang masih terpaku di sana. Ia meminum satu kaleng beer di tangan dengan santainya dan berlalu meninggalkan Dini yang masih tidak mampu mempercayai dengan apa yang baru saja terjadi.
Apa ini bentuk pelecehan? Ah, otak Dini bahkan menyangkal hal itu. Wanita itu tidak bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan. Ia memang mengagumi Aditya, tetapi ia baru mengetahui sisi lain dari majikannya itu.
Ternyata Aditya senang bermain-main dengan wanita. Ia menyentuh bibirnya yang tadi di cium sang majikan. Ini kali pertamanya ia berciuman dengan seorang pria, meskipun pernah menikah, Dini tidak pernah sekalipun berciuman dengan mantan suaminya karena jujur ia tidak suka.
Ia ingat betul senyuman Aditya kepadanya dan kini jantung itu seakan berdegup sangat kencang. Ia menghela napas dan berusaha mengontrol diri dari kegugupan yang sedari tadi tak kunjung padam.
Jangan mimpi, Din. Dia cuman ngegoda kamu doang, batin Dini yang nyatanya tidak menolak segala perlakuan Aditya padanya.
****
Pagi yang menyapa dengan kegiatan rumah tangga sudah menyapa Dini. Ia dengan Bi Suin tepat di depan meja dapur, di mana Bi Suin tengah memasak dan Dini yang mencuci peralatan memasak.
"Bi, Bi suin ... itu Tuan Adit di kamarnya lagi ada perempuan. Jadi kita harus siapkan sarapan untuk dua orang," ucap Dini.
Bi Suin lantas mengernyitkan alisnya, perempuan dari mana? sejak kapan? Batinnya. "Perempuan? Kok Neng bisa tau?"
"Iya, Bi, semalam aku yang bukain pintunya. Oh ya Bi--"
"Iya, Neng, kenapa?"
Dini terdiam sejenak, rasanya ia masih ragu untuk menanyakan pertanyaan sensitif itu. Namun, ia benar-benar dilanda penasaran dengan siapa sosok Aditya yang sebenarnya.
"Tuan Adit biasa ya membawa wanita ke rumah ini?” tanyanya.
Mendengar pertanyaan Dini, Bi Suin justru tertawa kecil sambil menatap wajah polos Dini. Lantas ia kembali fokus pada masakan di depannya.
"Kenapa, Neng? Neng Dini kaget, ya? kamu harus membiasakan diri ya karena memang Tuan sudah biasa membawa perempuan kemari, namanya juga anak muda, Neng. Biasalah itu ...," jelasnya.
"Oh, begitu ya, Bi ...," ucapnya dengan sedikit canggung.
Dini mengerti sekarang. Aditya memang orang baik, tetapi perilakunya lah yang sedikit tidak terkontrol dan menganut pergaulan bebas.
Semakin lama ia bekerja di tempat Aditya, semakin paham lah ia sifat Aditya yang liar. Rokok, alkohol dan wanita tidak bisa lepas dari dirinya. Ia mengakui mengapa Aditya tidak pernah lepas dari beberapa wanita.
Karir Aditya sangatlah bagus, kekayaan melimpah, wajahnya juga sangat mendukung untuk mendapatkan wanita-wanita di luar sana. Namun yang ia herankan, Aditya sama sekali tidak pernah membawa teman sepermainannya atau pun teman laki- lakinya ke rumah untuk sekedar berkumpul atau hal lain.
Ya, mungkin beberapa orang dan itu juga rekan kerja. Ia sangat tertutup dengan orang lain selain wanita. Aditya pun sangat baik kepada para asisten rumah tangganya. Tidak ada sisi buruk yang terpancar sedikit pun selama ia bekerja di sana, kecuali tingkah laku yang terlalu berani pada dirinya sesekali.
Namun nyataya, ia pun seolah tersihir dengan pesona Aditya dan tidak pernah merasa keberatan dengan tindakan pria itu. Dini benar-benar tidak pernah bisa menebak isi hati Aditya. Pria itu benar-benar sangat misterius.