Part 3

1260 Kata
"Layanan hotelnya, bagus? Tadi malam baju yang saya kirim, sampai? Bisa dipakai, kan?" Baru juga bangun, gegara semalam tidur pukul 3 subuh dan harus bangun pukul 4, bukan harus, sih, tapi alarm udah nyetel sendiri di badan. Tahajud, nunggu subuh, tadarus bentar, niat tidur lagi, karena janjian pukul 8 pagi sama Pak Eric, lah, tetiba pukul 7 udah di mari aje ni orang. Dengan tampang kesal, kurang tidur, aku hanya mengangguk. Tanpa ada selera meladeni pertanyaannya. Tanpa buang waktu, aku langsung mengeluarkan pen dan buku catatan khusus project ini, plus handphone untuk merekam percakapan kami. Sudah banyak pertanyaan yang butuh jawaban demi lancarnya project ini. Sebenarnya ini cuma biografi Pak Eric sebagai pengusaha. Menceritakan perjalanan hidupnya, rumah tangganya, dan semacam itu. Hanya saja, karena dia orang yang perfeksionis, kudu banget liat hasil wawancara dan dengar rekaman, takut ada informasi yang keliru, gitu sih kata dia. Baru aku membuka lembar pertama list pertanyaan yang sudah kubuat, "Bukan, saya ke sini bukan untuk wawancara ini. Saya ingin memastikan nanti malam kamu hadir bersama saya di gala dinner. Selain untuk mengumpulkan informasi mengenai saya, saya juga ingin kamu berbaur di komunitas tempat saya berbisnis. Biar tulisanmu ada ruh-nya." Aku melongo, ini orang, apaan sih. Ngatur-ngatur. Dari awal ketemu sampe sekarang, aku cuma mendengarkan dan mengikuti "Perintahnya." Aku menutup bukuku, menatap matanya, astaga, itu mata ato danau Kalimutu, ijo ada gurat birunya begitu. Kalo saja tidak ingat siapa dia dan alasan aku ada di sini ... Ah, sudahlah. "Yang pertama, saya tidak akan ikut kemana pun yang Anda perintahkan, kedua siang ini saya akan check out dan kembali ke Lampung dengan pesawat pukul 14.00, ketiga, SAYA BUKAN BAWAHAN ANDA, yang terakhir jika Anda memang berniat mencari pegawai, bukan saya. Saya permisi." Aku mengemas barangku, bergegas menuju kamar. Dia? Cuma duduk, menyilangkan kakinya dan menatapku dari tempatnya duduk, bergeming. Secepat mungkin aku ingin sampai ke kamar dan tidur. Sungguh, aku butuh tidur. Tapi tunggu, sepertinya tadi aku berpapasan dengan wanita yang kemarin bareng Edwin, iya, benar, wanita itu. Sekilas aku bisa melihatnya menghampiri Pak Eric dan mereka cipika cipiki, lalu terdengar wanita itu bicara, jika aku tidak salah dengar, menyapa Pak Eric dengan "Halo ... Love." Eh ... Tunggu, salah denger, gak, sih, aku? Masa iya ... Sebenarnya siapa perempuan itu? Istrinyakah? Atau orang yang sedang dekat dengannya, sungguh anak dan bapak memang cocok banget mereka ini. Yang anak gayanya borju banget, yang bapak emang pada dasarnya kaya, keren, tampan, jadi gak heran kalo mereka memang memanfaatkan ke semua itu untuk kepentingan pribadi dan banyak juga perempuan yang memang dekat, mendekati mereka lebih tepatnya. Sudahlah, terserah. Aku mau balik ke kamar, beresin urusan kerjaan dan utang artikel yang masih harus aku setorkan. Aku sudah bertekad, kalo pun project punya Pak Eric ini batal, ya sudah. Berarti akan ada project lain yang bakal Tuhan kasih untukku. Setelah sampai di kamar, aku langsung membuka laptopku dan mulai mengetik, mencari ide bukan hal susah untukku, hanya saja dalam hal eksekusi aku memang membutuhkan waktu lebih lama. Aku adalah tipe penulis dengan ide segudang dan penyampain juga penulisan yang butuh waktu lebih lama. Hampir setengah jam aku di kamar ini, sejak tadi aku tinggalkan Pak Eric di bawah. Masa bodo, aku mau fokus nulis, tiket pesawat juga sudah aku booking, untuk besok pulang. Setelah dua jam rasanya, aku fokus menulis artikel permintaan klien, aku kok seperti merasa tidak enak, well … sebenarnya sejak tadi, perasaanku tidak enak. Rasanya ada sesuatu yang salah, tapi apa? Aku gak tau deh. Iseng, aku mengecek handphone dan menemukan banyak missed call di dari Bi Darmi di situ, seketika itu juga aku menelepon balik. Sudah dari dua jam lalu telepon dari Bi Darmi ini. Pikiranku langsung kalut, Bapak. Pasti ada apa-apa dengan Bapak. Sekeras apa pun aku mencoba positif thingking, hatiku tetap tidak bisa dibohongi, aku deg-degan dan pengan nangis rasanya. Banyak dering yang terlewat. Tepat pada panggilan ke lima, akhirnya telepon diangkat, Bi Darmi yang menjawab, aku langsung menyemburkan banyak pertanyaan, “Bi Darmi, Bapak kenapa? Bapak gak apa-apa, kan? Bapak udah makan? Sekarang Bapak ada di mana?” Bi Darmi seperti mengerti kekhawatiranku, dia menjawab dengan sangat tenang, “Neng, Bapak di rumah sakit. Tadi, habis salat duha, Bapak ke kamar mandi, mungkin mau ngambil apa gitu, gak sampai, akhirnya Bapak jatuh di kamar mandi.” Aku terpekik, Bapak jatuh. Ini hal yang paling aku takutkan, “Terus Bapak gimana sekarang keadaannya, Bi Darmi di rumah sakit apa? Aku langsung pulang sekarang.” Bi Darmi hanya bilang, jangan buru-buru, nanti aku malah yang kenapa-kenapa, “Bapak udah ditangani, Neng. Tenang, ya. Iya, Neng harus pulang, tapi jangan panik dan terburu-buru. Saat ini kondisi Bapak sudah stabil. Tenang, ya, Neng.” Napasku memburu, setelah menutup telepon dari Bi Darmi, aku bergegas membereskan semua barang bawaanku, mencoba mengubah jadwal penerbanganku, ternyata gak ada jam keberangkatan terdekat. Paling cepat baru ada setelah zuhur nanti. Ah … kelamaan. Aku mencari lagi pesawat yang lain, nihil. Seperti orang kesetanan, aku langsung keluar kamar, dan menuju resepsionis. Biasanya hotel bisa mencarikan akomodasi untuk tamunya, maka aku sesegera mungkin meminta mereka untuk membantuku mencarikan tiket untuk keberangkatan tercepat. Ketika aku sedang benar-benar panik, aku gak tau, sejak kapan Pak Eric ada di sebelahku, dia menegurku, “Mau kemana, Gendis? Urusan kita belum selesai, loh. Kok kamu udah mau pulang aja?” aku menjawabnya tanpa melihat, “Nanti saya balik lagi. Bapak saya masuk rumah sakit, saya harus pulang sekarang, saya lagi cari tiket, dari tadi gak dapet-dapet, tolonglah, Pak, jangan ganggu saya dulu.” Hampir menangis aku mencoba bolak balik mencari tiket yang available untuk aku pulang secepatnya. Sedikit menjauh, aku sekilas melihat Pak Eric menelepon. Ah … bukan urusanku. Terserah dia marah, tidak suka atau apa. Dan ketika aku hampir putus asa, Pak Eric mendekatiku, dan bilang, “Ayo, saya antar ke bandara.” Aku menatapnya, pengen banget aku tarik tuh jenggotnya, setengah berteriak, “NGAPAIN KE BANDARA, PAK? SAYA BELUM DAPAT TIKEEEET.” Tanpa permisi dan pemberitahuan, dia menarik tanganku, untuk mengikutinya menuju mobil, “Naik. Pasang sabuk pengaman.” Lalu dia memerintahkan supirnya untuk mengantarkan kami ke bandara secepatnya, “Bandara. Waktumu lima belas menit, jika lebih dari lima belas menit sampai di sana, kamu saya pecat.” Apa-apaan orang ini? Kalo macet, kan pasti lebih dari lima belas menit, masa iya supirnya dipecat? “Pak, tolong jangan main-main. Saya harus pulang.” Dia melihat menjurus ke mataku, aku jadi salah tingkah dan dadaku deg-degan, haish … Gendis, lagi keadaan genting gini, bisa-bisanya kamu merasa begitu. “Saya udah dapet tiket untuk kamu pulang ke Lampung, jam 10.00” aku melongo, berterima kasih dan memeluknya, “Ah … terima kasih, Pak. Tuhan yang membalas kebaikan Bapak.” Aku terkejut, kok bisa-bisanya memeluk dia, dia juga agak terkejut tapi tidak bereaksi. Lalu aku sadar dan dengan cepat melepas pelukanku, “Ma-maaf, Pak.” Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangguk. Dua belas menit kemudian, kami sampai di bandara. Hebat supir Pak Eric ini. Aku lalu berpamitan, sekali lagi mengucapkan terima kasih, “Pak Eric, terima kasih sekali lagi. Setelah Bapak baikan, saya akan menghubungi Pak Eric lagi. Tapi … kalo memang Bapak mau mengganti saya dengan penulis lain, gak apa-apa, Pak. Mungkin Bapak ingin buru-buru menyelesaikan buku ini.” “Ssst … Itu gak usah dipikirin dulu. Yang penting sekarang kamu pulang. Saya akan tetap mempekerjakan kamu untuk project ini.” Setelahnya, aku langsung check ini dan masuk ke pesawat. Tenang juga hatiku mendengar perkataan Pak Eric tadi, jika dia tetap memintaku mengerjakan projectnya. Oke, fokusku sekarang adalah mengurus Bapak dulu, baru mengerjakan yang lain. Rezeki gak kemana.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN