EMPAT HARI MASIH ADA DI TERMINAL CILACAP?

1026 Kata
“Jadi dia belum pernah kembali ke rumah Mbok?” tanya Nazwa. “Dereng Nyonya, mereka juga nggak titip pesan apa pun. Nomor ponsel dua-duanya nggak ada yang bisa dihubungi, nomor Titiek mau pun nomor nomor Idah tidak pernah aktiv.” “Pernah Idah telepon dari terminal, dia bilang titip rumah saja. Nanti kapan-kapan dia akan kembali. Hanya itu sih. Pakai nomor telepon orang, pinjam di terminal katanya.” “Saya coba telepon memang itu nomor telepon warung di Polsek di dekat Terminal Pak. Jadi nggak bisa dihubungi lagi.” “Matur nuwun ya Mbok, besok-besok saya cari lagi,” kata Nazwa. “Itu kapan ya terjadinya? Teleponnya. Kan dia perginya sudah empat hari,” tanya Déra. Dia masih penasaran katanya perginya subuh-subuh kok teleponnya jam 10.00 dan masih di teminal Cilacap sedangkan perginya sudah empat hari lalu. “Baru kemarin Tuan,” jawab mbok Nem. “Tentu saja Dera memandang Nazwa dengan bingung. Padahal perginya sudah empat hari tapi baru kemarin telepon mengatakan kalau minta dijaga saja rumahnya, nanti suatu saat mereka akan kembali. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Sebenarnya sejak malam terjadinya tragedi itu Tya mau pun Idah sangat gusar, marah, dan segala macam perasaan kesal lainnya. Tapi mereka tahu kekuatan yang mereka lawan sangat besar. “Ibu bagaimana kalau malam ini juga kita pergi?” kata Tya pada sang bunda. Walau tubuhnya terutama bagian intimnya sangat pedih, tapi hatinya lebih pedih dan dia harus segera pergi dari Cilacap. “Mau pergi ke mana Nak tengah malam kayak begini?” “Numpak opo?” kata Idah, dia bertanya malam-malam akan naik apa? Idah juga tahu sakit yang putrinya rasakan, tapi mereka kan harus berpikir jernih agar taak salah langkah. “Sudah begini saja. Malam ini kita beres-beres. Semua barang bersihin, semuanya pakaianmu, pakaian Ibu kita bawa yang perlu, yang penting surat-suratmu dari surat lahir sampai ijazahmu. Semuanya. Pokoknya tak ada yang tertinggal. Juga surat tanah rumah ini, surat motor. Pokoknya semuanya itu kita bawa.” “Besok subuh kita sudah langsung pergi karena Ibu yakin Nyonya Nazwa atau suruhannya besok pasti pagi-pagi sampai sini. Jadi besok subuh kita pergi. Malam ini kalau kita tidak tidur ya tidak apa, biar enggak kesiangan.” “Nanti sudah kita keluar dari rumah ini baru kita pikir kita mau ke mana. Yang penting kita keluar dulu. Jangan sampai kita dibujukkan sama Nyonya Nazwa atau utusan Tuan Déra. Pokoknya saiki beress-beres.” Akhirnya malam itu memang Tya dan Idah berkemas. Seperti yang dilihat oleh tetangganya mereka pergi pagi-pagi itu membawa 3 tas besar satu koper dan satu tas milik Tya. Sampai di terminal mereka bingung sendiri mau ke mana. “Kalau ke Semarang pasti nanti dikejar ke sana Bu. Nyonya tahu aku mau kuliah di Semarang dapat beasiswanya di sana, dia tahu. Pasti dicari Bu. Kalau orang seperti dia cari mahasiswa itu gampang. Tinggal bayar duit tanya ke bagian administrasi ini namanya, sudah ketemu.” Akhirnya karena mereka belum tidur, mereka menginap di hotel dekat terminal situ, mereka bingung mau ke mana. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Apa kita pergi saja Bu ke kota lain lah. Nanti aku kerja di sana atau kuliah di sana. Yang penting nggak perlu lah kita di sini. Tapi kalau ke Semarang aku nggak mau lah Bu. Tapi kalau Ibu mau kembali ya silakan. Aku nggak mau. Pokoknya aku mau pergi,” kata Tya bersikeras. Hari keempat mereka memutuskan untuk pergi ke Solo. Mereka berpikir itu kota yang bisa membuat mereka bertahan hidup. Entah apa pekerjaan mereka yang penting mereka tidak mau jadi pembantu lagi. Karena masih ada trauma terhadap majikan lelaki. Mungkin mereka akan mencoba berjualan nasi uduk atau apa pun atau nanti mereka bekerja di rumah makan ataau toko atau apalah. Yang penting mereka akan bekerja daripada harus jadi pembantu lagi. Tidak akan pernah mereka mau jadi pembantu. Bukan karena pekerjaan pembantu hina, bukan itu. Tapi ada trauma tersendiri untuk Tya dan Idah. “Bu telepon mbokne dulu. Kabari kita pergi nanti kapan-kapan kita kembali untuk ambil motor atau apalah. Itulah mengapa jam 10.00 sebelum bis berangkat ke Solo Idah telepon kepada sepupunya yang sekaligus juga tetangganya untuk pamit dan mengatakan entah kapan dia akan kembali. Mbok NEM mengerti dia tidak tanya tapi dia sempat bilang bahwa hari pada saat Idah pergi Nyonya Nazwa datang bersama sopirnya. “Oh ya nanti aku hubungi Nyonya Nazwa,” kata Idah, dia tidak bercerita apa pun kepada Mbok Nem sepupunya tersebut. Dia hanya meng-iyakan akan memnghubungi nyonya Nazwa sesuai permintaan majikannya di hari pertama dia pergi. “Untung kita sudah pergi,” ucap Idah sambil membeyar pulsa yang dia gunakan untuk menghubungi mbok Nem. “Kenapa Bu?” tanya Tya. “Nyonya Nazwa waktu hari kita pergi itu dia datang sama pak Mujiono sopirnya. Benar perkiraan Ibu kan, pasti pagi-pagi dia datang. Nggak mungkin nggak datang. Untung kita sudah keluar dari rumah dan mbok Nem cerita katanya kita keluar subuh-subuh. Jadi Nyonya pesan kalau kita pulang atau telepon suruh hubungi nyonya.” “Ya sudah bismillah saja lah Bu. Semoga di Solo kita lebih aman. Yang penting jangan lagi lah kita kerja ngawulo ke orang lain. Lebih baik kita kerja sendiri atau misalnya jadi pegawai warung makan atau apa yang penting tidak menginap di rumah majikan.” “Iya memang harusnya seperti itulah. Nggak usah lagi Kita ngawulo,” kata Idah. Ngawulo itu mengabdi pada orang lain atau jadi pembantu. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Idah mau pun Tya sama-sama punya tabungan dan mereka akan membuat tabungan itu untuk modal hidup pertama hidup awal. Dari terminal Tya berupaya untuk mencari tempat istirahat sebelum dia mencari pondokan. Mereka menginap di hotel kecil dekat terminal Solo. Satu malam mereka di sana. Hari berikutnya Tya yang muter-muter sendirian. Dia tidak membolehkan ibunya meninggalkan kamar penginapan karena takutnya barang-barang mereka yang hanya segitu hilang. Walau hanya baju tapi kan banyak surat nggak mungkin dia bawa surat-surat saat dia mencari rumah kost untuk dia tinggalin. Tya mencari pilihan rumah kost, karena rumah kost itu tidak kosong pasti ada tempat tidur. Itu yang dipikirkan, kalau rumah kontrakan umumnya kosong, hadi mereka akan ribet. Tya mencari rumah kost bukan kecil, setidaknya cukup untuk dia berdua walau pun masuk di dalam gang. Tya memang bilang dia tinggal bersama ibunya jadi cari yang agak besar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN