26 JAM

1170 Kata
Hamid sopir Déra memberitahu bahwa Nazwa nyonya majikannya baru saja pulang mengambil pakaian ganti. Dia tidak bilang perginya sejak kapan. Hanya bilang baru saja pergi mengambil pakaian ganti. Memang sopir mereka sangat menghormati majikannya. Tidak melaporkan hal yang buruk pada kedua mertua Nazwa, hanya bilang baru saja pulang mengambil pakaian ganti. Tentu akan berbeda bila sopir mengatakan sejak pagi-pagi meninggalkan Déra entah ke mana. Pasti menantunya akan dipersalahkan bukan jaga suami malah pergi, tapi memang sopirnya sangat baik hati mengatakan seperti itu pada mertua Nazwa. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Maafin aku, maafin Mas,” pinta Déra pada Nazwa begitu dia sadar. Nazwa langsung memencet bell memanggil dokter agar suaminya segera ditangani oleh dokter dulu sebelum dia menjawab penyesalan suaminya. “Alhamdulillah Bapak sudah sadar ya Bu. Pengaruh afrodisiak sudah hilang semuanya, juga pengaruh nark0b4, tinggal memperbaiki ketenangan Bapak saja, sehingga nanti jantung semakin bagus.” “Untuk hal lain sepertinya sudah mulai aman. Tapi Bapak sangat lemah jadi masih tetap harus dirawat entah sampai berapa hari lagi. Kita lihat perkembangannya step by step ya Bu.” “Baik Dokter. Terima kasih,” jawab Nazwa. Tentu dia bersyukur suaminya telah lepas dari zat yang membuat masa kelam dalam hidup mereka. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Déra menangis tersedu ketika dokter dan suster sudah keluar semua dia sungguh tak percaya telah membuat aib yang sangat hina dalam hidupnya dan membuat luka yang sangat dalam pada seorang gadis. Dia sendiri tak percaya hal itu bisa terjadi. “Sudah Mas. Sudah tenang. Mas harus tenang baru kita bicara. Kalau Mas seperti ini kita nggak akan pernah bicara. Dan kalau kita nggak bicara semua persoalan nggak akan selesai.” “Aku tahu Mas nggak salah. Jadi tenang. Mohon tenang. Mas nggak salah. Aku tahu itu. Dokter sudah memberitahu pada saat datang ke rumah dua sopir kita dan dua pembantu kita juga sudah mengetahui apa yang dokter katakana malam itu.” “Kami langsung bawa ke sini. Di rumah sakit ini juga ada surat keterangannya. Benar-benar semua surat keterangan sudah aku simpan. Jadi Mas tenang saja. Semua data bukti sudah ada bahwa Mas melakukannya bukan kemauan dari dalam diri Mas sendiri.” “Aku juga sedih kok. Bukan karena aku di selingkuhi, bukan. Mas nggak selingkuh aku tahu itu. Bahkan Mas digoda siapa pun Mas enggak peduli kok. Aku tahu itu.” “Tapi aku sedih karena Mas harus tertimpa masalah ini.” “Ini masalah, bukan karena mas tak bersalah lalu persoalan ini bukan masalah.” “Ini tetap masalah karena berkaitan dengan masa depan seseorang. Tentu masalah kan?” “Jadi tolong deh Mas tenangin diri. Ini minum. Barusan juga sudah disuntik sama suster supaya Mas tenang. Jadi nggak perlu ada obat lagi karena sudah disuntikan barusan di infusnya.” “Mas tenang ya. Kita minum dulu, ini aku bikinkan teh hangat,” kata Nazwa. Dia membuat teh manis dengan dispenser yang tersedia di ruangan itu. “Minum Mas. Nanti kalau Mas sudah tenang kita bicara. Kalau sekarang belum tenang enggak usah. Aku mau ngabarin mama dan papa Mas dulu karena tadi mereka ke sini nunggu sampai sore, Mas belum sadar,” Nazwa mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. “Memang sekarang sudah malam?” tanya Déra sambil melihat jam dinding, dia mendengar Nazwa bilang kedua orang tuanya menunggu sampai sore, padahal dia ingat kejadiannya adalah malam. “Mas pingsan 26 jam, nggak sadarnya 26 jam,” sekarang sudah tengah malam,” kata Nazwa. “Astagfirullah 26 jam? Jadi sekarang sudah ganti tanggal dari hari aku pingsan kemarin?” “Ya sudahlah, orang sudah 26 jam kok,” jawab Nazwa. Dia hanya mengirim pesan. Tak enak tengah malam menghubungi mertuanya. Tak berapa lama suster mengantarkan bubur untuk isi perut Déra Karena dia sudah 26 jam lebih dari mulai dia pertemuan tentunya. “Usahakan isi sedikit ya Ibu, jangan sampai kosong nanti kasihan lambungnya perih,” pesan suster sebelum meninggalkan ruang rawat Déra. “Ayo Mas, walaupun sedikit harus diisi karena kamu sudah kosong terlalu lama. Nanti bahaya lambungmu. Biar nggak tambah penyakit lain jadi Mas harus paksakan makan. Kalau nggak dipaksa ya memang sulit.” Déra menerima suapan istrinya. Cukup banyak dia makan. Habis sepertiga mangkok bubur ayam yang disediakan oleh rumah sakit. “Oke kalau sudah nggak mau, sisanya aku makan saja ya. Aku juga laper nih. Tapi tentu kalau buat aku tambah sambelnya,” Nazwa pun menambah sambal di bubur dan mulai makan sisanya karena dia menunggu Déra yang belum ingin bicara. Selain kepada kedua mertuanya, Nazwa juga mengabarkan kondisi Déra sudah sadar kepada kedua sopirnya, kepada dua mboknya juga kepada orang tuanya. Tapi seperti biasa ibu kandungnya tidak ada respon walaupun tengah malam sekali pun sampai besok paginya. Bahkan sejak kemarin saat Déra masuk rumah sakit dikhabari pun kedua orang tuanya tak respon bertanya. Apalagi datang. Tak ada respon seperti itu. Orang tua Nazwa benci Déra, karena Nazwa lebih memilih Déra yang mandul daripada bercerai dan menikah lagi dengan lelaki sehat sehingga bisa punya anak. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Jadi seperti itu Mama, Papa kejadiannya. Kemarin waktu Mas Déra belum sadar aku sudah ke rumah mbok Idah. Tapi dia sudah tidak ada dan tetangganya bilang dia pergi subuh-subuh bersama anaknya membawa 3 tas besar dan satu koper. Katanya mungkin ke Semarang atau ke tempat lain aku nggak tahu.” “Tapi aku sudah ke sana mau minta maaf. Aku tahu Mas Déra nggak salah jadi aku yang mau minta maaf.” “Aku nggak mau nama Mas Déra buruk. Aku sudah sampai sana kok. Ada saksinya Mujiono sopirku. Tapi mbok Idah dan Titiek nggak ada,” Nazwa menceritakan kronologis kejadian sejak Déra melakan pemerkosaan, sampai dirawat pagi ini. Kedua orang tua Déra langsung datang untuk mengetahui keadaan kondisi anaknya dan semua fakta sudah diceritakan oleh Nazwa di depan Déra. Jadi tidak ada rahasia antara mereka. “Ini bukti surat aku kasih ke Mama copy-nya surat dari dokter di rumah mau pun dokter sini. Memang mas Déra di bawah pengaruh obat. Jadi afrodisiak dicampur dengan nark0b4 sehingga tidak sadar. Benar-benar tidak mengerti siapa yang dikerjai ketika itu,” “Kalau cuma perangsang atau afrodisiak tentu kita bisa meredakan sedikit, itu sama sekali tidak bisa karena juga ada sedikit nark0b4nya.” “Astaghfirullah Le,” Aruna ibu dari Déra sampai mengucap istigfar mendengar kejadian yang dialami putra tunggalnya. “Apa kamu saingan sama dia?” tanya Jaffar, papa Déra. “Mboten Pa, kami ngambil dari tempat yang berbeda. Terus jenis kpmpditas yang kami jual juga beda.” “Aku nggak pernah nyenggol dia. Kalau kami sama-sama ketemu kadang di Jogja kadang di Solo ya cuma say hello saja. Tiba-tiba katanya dia lagi main ke Cilacap terus pengen ketemuan. Ya sudah aku manut ketemu. Aku nggak nyangka sampai seperti ini. Kami hanya makan nasi uduk dan lele bakar.” “Begitu aku keluar dari rumah sakit aku akan cari mbok Idah untuk minta maaf padanya juga kepada anaknya. Apa pun akan aku upayakan walau aku yakin dibayar berapa M pun tidak akan bisa mengembalikan keperawanan dia,” “Tapi setidaknya aku sudah minta maaf, semoga saja kami bisa menemukan jejak mbok Idah.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN