BAGAIMANA MUNGKIN?

1024 Kata
“Kamu kenapa Nduk?” tanya Idah ketika pagi ini Tya mengeluh pusing. “Entahlah Bu. Aku sangat pusing. Aku takut banget ini kayaknya kok gelap. Aku rasanya enggak telat makan, tapi seperti aku pusing karena belum makan seharian Bu.” “Ya Allah Nduk. Kita ke puskesmas dulu saja. Nanti dari situ baru kita ke laundry. Biar motor Ibu yang bawa dan kita lapor saja ke Nyonya akan datang terlambat karena ke Puskesmas dulu sebentar.” “Iya Bu ini aku lapor dulu bahwa kita datang telat karena ke Puskesmas dulu,” jawab Tya. Tya benar-benar pusing, sangat pusing. Dia bingung harus bagaimana karena seperti belum lakan sejak kemarin pagi. Untung ibunya memang bisa membawa motor dan punya SIM juga. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Wah selamat ya Mbak. Suaminya nggak ikut?” tanya dokter umum yang memeriksa Tya di puskesmas. “Suami saya masih dinas luar kota, makanya saya di sini hanya berdua dengan Ibu saya. Kenapa ya Dok?” tanya Tya. “Ini mbaknya hamil,” kata dokter umum. “Sebaiknya Mbak langsung ke poli kebidanan saja biar bisa mengetahui rincian kehamilannya,” dokter memberi surat rujukan tanpa resep, karena nanti resep akan diberikan langsung oleh dokter kandungan. Tya berpandangan dengan Ijah dia tak percaya karena semua orang di desa tahu Déra itu laki-laki mandul jadi nggak mungkin kan dia hamil oleh Déra? Tapi satu-satunya lelaki yang pernah menyentuh dia hanya Déra. Enggak mungkin dong bukan Déra yang menebarkan bibit di rahimnya. Kalau bukan Déra nggak tahu siapa lagi. Tya tak pernah kenal lelaki mana pun. Bahkan pacaran pun belum pernah. Bagaimana mungkin dia hamil dengan orang lain? Yang menyentuh hanya Déra! Idah mengerti apa arti pandangan Tya. Bagaimana mungkin majikannya bisa menghamili putrinya sedangkan semua orang tahu kalau majikannya adalah lelaki mandul? ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Mereka pun langsung mendaftar di Poli kebidanan Sesuai dengan pemeriksaan dokter umum tadi Tya memang benar hamil. Sekarang dokter kandungan menjelaskan rinci kalau usia kehamilan Tya sudah tiga minggu. Dia tak bisa mengelak lagi, kejadian itu sudah berlalu hampir satu bulan. Lalu sekarang dia hamil tiga minggu. Entahlah perhitungannya bagaimana. Tya mendapat rincian berat badan bayi, juga panjang bayi. Tya melihat ‘sosok’ calon baby di perutnya pada layar monitor, dia langsung falling in love at first sight. Saat hasil USG-nya diberikan Tya menerima dengan tangan gemetar. ‘Kamu akan Ibu jaga. Tidak akan pernah Ibu menggugurkan kamu Nak!’ Tya bertekad akan mempertahankan kandungan ini. Tidak akan pernah dia gugurkan. Bayi ini tidak berdosa, dia pun tidak berdosa karena dia tidak melakukan hal itu dengan kemauannya. Dia tidak bertindak kotor. Mereka berdua sama-sama suci dan dia akan merawat bayi ini. ‘Kamu adalah anugerah dari Allah yang tidak boleh Ibu sia-siakan. Kamu tidak boleh dibuang begitu saja. Pasti ada tujuan lain dari Allah yang memberikan titipan seperti kamu Nak.’ Tya sudah bertekad TIDAK akan pernah membuang bayi tersebut. Tidak akan pernah. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Tya menggeret Idah ke kantin, tidak langsung lari ke apotek. Tya ingin bicara dulu. Dia tahu ini tak mungkin tidak langsung dibicarakan. Bisa bahaya bila tidak dibicarakan dengan ibunya. Bila belum mereka bahas, nanti di tempat kerjaan mereka pun tetap akan memikirkan hal ini dan tidak konsentrasi bekerja. “Kenapa kok malah ke sini bukan ke apotek?” “Kita bicara dulu Bu. Apotek bisa nanti malam sepulang kerja. Itu gampang. Di mana pun bisa. Yang penting kita bicara dulu,” ujar Tya. “Ibu tahu kan buat orang lain ini aib? Tapi tidak buat aku Bu. Buat aku ini anugerah. Aku tidak akan pernah menggugurkan dia. Dia tidak bersalah Bu. Dia bayi suci.” “Bukan kemauannya dia ada, dan aku sebagai ibunya juga tidak akan mungkin mau membunuhnya. Jadi Ibu kalau tidak bisa menerima ya kita berpisah saja. Aku menjauh dulu agar Ibu tidak malu aku hamil di luar nikah,” Tya menjelaskan keputusannya. “Siapa yang bilang Ibu malu kalau kamu hamil? Tidak pernah dalam benak Ibu ingin membuang anak atau cucu atau siapa pun. Dan melakukan pembunuhan atau menggugurkannya.’ “Seperti yang kamu bilang tadi, bayi itu tidak berdosa. Kenapa harus dibunuh? Kenapa kita malu? Kita nggak mencuri kok. Kita nggak berzina kok. Jadi sudah pertahankan. Makanya tadi Ibu tanya kenapa kita tidak ke apotek karena vitamin itu penting buat kamu dan bayimu.” “Jadi begini Bu. Kalau ada yang tanya, kita memang kabur dari bapaknya anak ini, karena bapaknya anak ini ringan tangan dan suka main perempuan. Jadi Ibu menemani aku kabur. Seperti itu sajalah cerita yang kita karang buat bertahan hidup.” “Sekarang kita pulang dulu, nanti bahaya kita terlalu lama terlambatnya.” “Tapi kamu sudah tidak pusing?” “Sudah Bu, sudah tidak terlalu pusing. Aku memang pusing karena tak boleh perut kosong. Baby maunya aku makan terus Bu.” “Baiklah. Kita mulai menata hari baru. Bismillah saja,” Idah akan mendukung putrinya yang akan jadi ibu tunggal bagi cucunya kelak. “Yang jadi pikiran aku Bu, kok bisa aku hamil? Sedang Tuan Déra kan bilang pada semua orang kalau dia mandul. Buktinya nyonya Najwa saja sudah tujuh tahun tidak bisa punya anak.” “Demi Allah aku nggak pernah dipegang oleh orang lain, bahkan pacaran saja aku tidak pernah. Ibu tahu kan.” “Ya itulah kehendak Allah. Kita nggak tahu bagaimana. Pas sama kamu dia bisa menitipkan bibit. Ibu percaya meang hanya tuan Dera yhang menyentuhmu. Jadi sudah nggak usah dipikir. Yang penting kita dapat rezeki seperti ini. “Kita pelihara saja, itu kan rezeki. Benar-benar kemungkinan langka. Kalau pun Déra mandul kok bisa membuahi kamu. Jadi ya sudah terima saja.” “Iya Bu. aku juga tidak akan pernah ingin melapor atau minta pertanggungjawaban dia kok.” “Aku tidak mau jadi perusak rumah tangga orang. Tidak. Aku tidak mau.” “Walau dia yang sudah merusak aku. Tapi aku tidak mau punya saingan. Walaupun misalnya aku dengan tuan dera menikah pasti nyonya Nazwa kan terluka.” “Tidak. Aku tidak mau jadi orang ketiga seperti itu. Biarkan saja toh dia tidak tahu keberadaan kita.” “Jangan pernah Nduk. Menyakiti hati sesame perempuan itu tak baik. Cukup kita saja yang menderita, jangan buat orang lain menderita karena kita. Gusti Allah mboten sare.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN