10. Drama di Kantor

1324 Kata
"Pak Harris, ada yang mau ketemu," ucap Kris dari divisi IT, memberitahu Harris yang tengah sibuk mengerjakan laporan pemasaran selama satu semester. "Siapa?" tanya Harris tanpa mengalihkan tatapan pada laptopnya. "Calon istri Bapak katanya...." Kris berkata sambil tersenyum. "Hah?" Harris serta merta mengalihkan perhatian dari laptopnya, bergegas beranjak dari kursi, dan mengikuti Kris keluar ruangan. Seperti yang Harris duga, Raisha sedang berada di pos satpam, menyapa semua orang yang kebetulan lewat, memperkenalkan diri bahwa dia adalah pacar Harris dan hal itu membuat Harris meradang. "Raisha!" panggil Harris dengan wajah yang merah padam. Wanita ini benar-benar gila, apa belum cukup Raisha mempermalukannya di depan mini market kemarin? Apa artinya permintaan maaf yang Raisha ucapkan kemarin jika hari ini, wanita itu nekat datang ke kantor dan memperkenalkan diri sebagai pacar Harris padahal itu semua bohong. "Mas Harris!" Raisha dengan senyum mengembang menyongsong Harris, tanpa rasa bersalah dan juga rikuh. Dia lalu malah menggelayut mesra pada lengan Harris yang segera dienyahkan Harris. "Kamu apa-apaan sih!" sewot Harris, sementara rekan-rekan kantornya menatap ingin tahu. "Aku kangen Mas Harris, makanya kesini, bawain makan siang." Raisha bersikap manja dan centil. "Makan yuk, Mas!" ajaknya tanpa rasa bersalah. "Sha, aku nggak suka ya, kamu datang ke kantor kayak gini!" hardik Harris kesal dengan suara pelan, karena malu jika kemarahannya diketahui rekan-rekan kerja yang ada di situ. "Emangnya kenapa, Mas?" "Pertama, kita nggak pacaran! Kenapa kamu bilang ke semua orang kalau kita pacaran? Kedua, kamu nggak perlu datang ke sini bawain makanan atau apa pun itu! Paham?!" "Mas...tega ngomong gitu....?" Air mata Raisha menggenang dan Harris tahu bahwa drama akan dimulai. "Aku udah cape masak, tapi Mas Harris malah ngusir aku! Keterlaluan kamu, Mas!" Tangisan Raisha semakin keras, membuat sekuriti yang ada di pos jaga melongok keluar menatap Harris dan Raisha yang sedang bicara. "Sssh! Nggak usah drama!" Harris buru-buru mencegah tangisan Raisha meledak. "Tega Mas Harris bilang gitu! Apa salah aku Mas? Aku cuma bawain makanan buat Mas Harris...." Bukan Raisha namanya jika tidak drama. Alih-alih menuruti permintaan Harris, tangisan Raisha malah semakin tidak terbendung, membasahi seluruh wajahnya. "Aku udah bilang! Aku mau tenang, nggak usah kamu maksa-maksa aku buat nerima cinta kamu! Sialan!" Saking jengkelnya, Harris mengumpat dan membuat Raisha semakin histeris. "Pak...sabar Pak...." Pundak Harris ditepuk sekuriti yang nampaknya khawatir Harris semakin marah dan berakhir kalap memukul Raisha. "Bicarakan baik-baik, Pak..., soal makanan, terima aja, Pak, kan udah dimasakkin sama Bu Raisha...." Harris semakin jengkel karena sekuriti malah memihak Raisha. Tapi, mungkin itu juga salahnya, dalam kondisi sekarang, bagi orang yang tidak tahu duduk permasalahannya, dia lah yang temperamental dan memaki-maki Raisha, padahal, Raisha adalah kekasih baik hati yang susah payah memasak dan mengantarkan makan siang untuknya. "Ah, bodo amat!" "Denger ya Raisha, aku nggak bakalan jadi pacar kamu, titik!" Harris mengibaskan tangan dan melangkah pergi, kembali masuk ke ruangan, dan mengunci pintunya dari dalam. Dia sudah muak direcoki oleh Raisha. Harris mengusak wajahnya, lalu menghirup napas dalam-dalam, menghembuskannya berulangkali, mencoba mengenyahkan rasa marah yang menjalari dadanya. Seumur hidup, baru kali ini dia bersikap kasar dan marah-marah di muka umum seperti tadi. Sedari kecil, orangtua mendidiknya secara baik, hingga Harris memiliki sopan santun dan gentlemen, sayangnya, Harris kehilangan kesabaran saat menghadapi Raisha. Raisha adalah satu-satunya wanita nekat yang pernah dihadapinya. "Mas Harris! Mas!" Raisha memanggil Harris dengan pilu, sementara Harris mengabaikannya, menyembunyikan diri dalam ruang kerja dan menguncinya dari dalam, tidak ingin lagi diganggu oleh Raisha. "Sabar ya, Bu...." Sekuriti berusaha menghibur, tapi bingung juga bagaimana membujuk wanita yang menangis pilu seperti itu. Tangisan Raisha pada akhirnya membuat kehebohan saat para karyawan keluar dari ruangannya, menghampiri Raisha yang duduk di dekat pos satpam dengan wajah berurai air mata dan keadaan yang cukup memprihatinkan. Mereka bertanya apa yang terjadi, sampai Raisha menangis meraung seperti itu. "Ini Bu Raisha pacarnya Pak Harris, nganterin makan, tapi Pak Harris malah marah-marah." Secara singkat, sekuriti mencoba menjabarkan kejadian barusan, meski penjabarannya tidak tepat, dan membuat segenap karyawan kantor menghakimi Harris sebagai lelaki tidak bermoral. Banyak yang memberikan simpati bagi Raisha, kebanyakan para karyawan wanita, sebagian membicarakan kenapa Harris bisa keterlaluan seperti ini pada kekasihnya, dan sebagian lain tidak peduli, kembali mengerjakan tugasnya. "Biar dianter driver pulang ya, Mbak!" Dian, dari divisi Safety, berbaik hati menenangkan Raisha dan berniat mengantar Raisha pulang. Raisha menyeka air matanya. "Nggak usah repot, aku bisa pulang sendiri, kok." Raisha menolak tawaran Dian. Dia dengan gerakan lambat penuh kesedihan, memberesi kotak makan yang sedianya dibawakan untuk Harris, menyerahkannya pada Dian. "Titip ini buat Mas Harris ya...." Dian menerima kotak itu dengan tatapan prihatin dan mengangguk. "Iya, nanti disampaikan." "Pamit dulu, ya...." Raisha berjalan lambat, keluar dari komplek kantor Harris. "Kasian ya...," gumam Dian pada beberapa temannya sambil menatap punggung Raisha yang berjalan menjauh. "Nggak nyangka ya Pak Harris gitu amat sama pacarnya kenapa sih?" Kali ini, Hilda yang bicara. "Muka boleh tampan, kelakuan kayak setan," celetuk Ria. "Heh! Jangan gitu!" Dian menyergah. "Etapi, iya sih! Secara, Pak Harris tuh dari visual udah kayak artis Korea, tapi sama pacarnya gitu banget, amit-amit!" Setelah Raisha pergi, Harris menjadi sosok antagonis di kantornya, menjadi bahan gunjingan terutama dari para karyawati yang merasa harus memihak Raisha sebagai bentuk women support woman, meski sebenarnya, mereka tidak tahu duduk permasalahan sebenarnya. Mereka menilai hanya dari sepenggal kejadian. Sementara, Harris tidak peduli pada apa pun tanggapan rekan kerjanya, asal dia bisa bekerja dengan baik dan mendapatkan gaji demi kelangsungan hidup keluarganya di Jogja. Dia memilih memblokir nomer ponsel Raisha dan berniat pindah mess agar Raisha tidak lagi menyambanginya. Sayangnya, kejadian menghebohkan itu sampai juga di telinga Pak Bambang, Manajer Operasional Pertambangan, dan beliau memanggil Harris ke ruangannya. "Kamu tahu kenapa kamu saya panggil?" Pak Bambang menatap Harris dengan tatapan tajam. Harris menggeleng, meski dia sedikit menduga bahwa ini semua ada kaitannya dengan Raisha. "Soal keributan kemarin. Bisa kamu jelaskan, kemarin ada apa?" Pak Bambang bertanya tegas. "Oh...kemarin ada sedikit kesalah pahaman, Pak." "Kesalahpahaman? Oke, silahkan kamu jelaskan." Harris menghirup napas dalam-dalam, mempersiapkan diri menjelaskan semuanya. "Pertama, saya meminta maaf karena telah membuat kegaduhan kemarin dan membuat ketidaknyamanan di kantor. Perihal keributan kemarin, adalah tentang masalah pribadi saya." "Saya tahu itu masalah pribadi, tapi karena permasalahannya sudah masuk ke ranah kantor dan menjadi perbincangan di kantor, maka saya ingin penjelasan. Perempuan itu, pacar kamu?" "Bukan, Pak." Harris menjawab mantap. "Bukan?" "Ya...dia memang memiliki perasaan pada saya, tapi saya tidak memiliki perasaan yang sama padanya. Lagipula, saat ini saya hanya ingin fokus bekerja." "Apa benar begitu?" Pak Bambang menelisik. "Iya, Pak." "Lalu, mengapa terjadi keributan? Dan saya dengar, dia mengaku kekasih kamu." "Dia hanya mengaku-aku, kenyataannya saya dan dia tidak menjalin hubungan apa pun." "Jadi, dia berbohong?" "Iya, dia ingin mempengaruhi semua orang dengan ceritanya dan mendesak saya agar mau menjadi kekasihnya." "Oke...jadi kenapa kamu tidak ingin menjadi kekasihnya? Setahu saya, kamu masih single bukan? Meski ini pertanyaan yang sebenarnya tidak ingin saya tanyakan, karena menyangkut masalah pribadi, tapi karena kamu dan perempuan itu membuat keributan, saya harus bertanya, agar setidaknya, saya tahu akar masalahnya." "Cinta tidak bisa dipaksa, Pak. Lagipula, saya tidak punya perasaan apa pun, saya hanya ingin bekerja untuk keluarga saya di Jogja." Pak Bambang mengangguk-angguk. "Well, saya mengerti sekarang, ini soal percintaan. Ini masalah pribadi, Harris, saya harap, kamu tidak lagi membawa masalah ini ke kantor, apalagi sampai membuat karyawan lain terganggu. Oke?" "Baik, Pak, saya minta maaf." "Saya harap, di masa depan peristiwa seperti kemarin tidak terulang." "Baik, Pak." "Jika terulang, dengan sangat menyesal, mungkin kamu akan mendapatkan teguran dan skorsing dari HRD." "Baik, Pak." "Oke, saya rasa pertemuan ini sudah cukup, silahkan kembali ke ruangan kamu dan ingat, apa saja yang saya pesankan pada kamu." "Baik, terima kasih, Pak!" Harris beranjak dari tempatnya duduk yang terasa panas, segera meninggalkan ruang Pak Bambang dan kembali ke ruangannya. Karena Raisha, dia hampir saja terkena skorsing, untung saja Pak Bambang hanya menegurnya secara lisan, tapi jika Raisha kembali berulah, Harris tidak tahu apakah dia bisa lolos dari skorsing. Satu hal yang pasti baginya sekarang adalah, menjauh dari Raisha sebelum wanita itu merusak lebih banyak tatanan hidupnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN