xtra part Bastard My Boss (Dave & Nania #2)

1303 Kata
Dave menepuk kedua pahanya sambil tersenyum senang. Pria itu akhirnya ikut keluar kamar dan mendapati Nia sedang menyusui Aksa di ruang TV. Di sana juga ada Ayu dan Herman. s**u formula yang tadi dibuat oleh ternyata tak disentuh sedikitpun oleh Aksa. Sejak lahir, Aksa memang selalu diberi ASI oleh Nia. Istrinya itu tak mau Aksa mengkonsumsi s**u formula terlebih dahulu. “Gimana cara kamu bujuk Nia?” tanya Ayu penasaran. Dave hanya tersenyum menjawab pertanyaan dari Ayu sembari menggidikan bahunya santai. “Reni!” Panggil Dave cukup keras. “Iya Boss!” sahut kokinya itu dari arah dapur. “Kamu sudah bikinin s**u untuk Nia?” “Sudah Boss. Baru saja saya buatkan.” “Ya udah kamu bawa kesini ya.” “Siap Boss.” Reni kembali ke dapur dan balik lagi sambil membawa segelas s**u putih di tangannya. “Ini Boss.” Ucap Reni sambil menyerahkan s**u tersebut pada Dave. “Kamu minum ya.!” Ucap Dave sambil menyuapi s**u itu pada Nia. Nia menerima suapan dari Dave. Ia segera meminumnya sampai habis karena memang s**u itu dibuat dengan air hangat oleh Reni. Nia menyodorkan wajahnya yang belepotan s**u di sudut-sudut bibirnya pada Dave. Suaminya itu langsung peka dan segera menghapusnya dengan tangannya. Dan hal itu terlihat oleh Ayu yang membuat wanita itu tersenyum bahagia. Aksa sudah tertidur dalam pelukan Nia. Anaknya itu begitu suka tidur. Bahkan bangunnya hanya untuk minum s**u. Dave kadang kesal dengan sifat anaknya yang suka tidur itu. Dave selalu suka mengganggu Aksa tidur sampai anaknya itu terbangun. “Bangunin Yang.!” Pinta Dave pada Nia. “Eh, jangan Mas. Kasian Aksanya.” “tapi Mas mau main sama dedeknya.” Seru Dave sambil menoel-noel pipi tembam anaknya itu. “Nanti kalau nangis lagi Mas yang diemin ya?” “iya sayang. Udah sini. Bangunin dulu. Bawa berjemur pagi.” Ucap Dave. Kini Aksa sudah berpindah tangan dari Nia ke Dave. Pria itu membawa Aksa ke teras atap. Di sana memang disediakan kursi santai. Dave sudah sampai di atas. Iya tidur di kursi santai tersebut lalu menelungkupkan Aksa ke dadanya. Dave sengaja membuka baju dan celana Aksa menyisakan singlet dan pempersnya saja. Aksa sudah terbangun. Iya menggeliat-geliat pelan di atas d**a Dave membuat Dave tersenyum lucu. “Panas Nak?” tanya Dave pada Aksa. Seolah tahu sedang diajak bicara oleh Papanya, Aksa langsung menegakkan kepala dan menatap Dave walaupun tak bisa lama-lama. “hahahaha. Oooouuu anak papa lucu banget siihh.” “Siapa dulu mamanya.!” Dave melirik ke atas dan menemukan Nia yang sedang menunduk di atasnya. “Tadi nolak-nolak nggak mau sama Aksa. Sekarang bilang siapa dulu mamanya.” Ledek Dave yang langsung mendapat pukulan dari nia. “Mas ih. Apaan sih.!” Dave tertawa melihat Nia yang lagi-lagi merajuk. “Mamanya marah Nak.” Bisik Dave pada anaknya. “Jangan dengerin papa ya Aksa. Papa kamu emang suka jahil sama Mama. Nanti kalau gede nanti, kamu harus sayang sama mama ya.” “Hahaahaha. Kamu kalau marah makin manis deh sayang.” “Ih gombal.” “bukan gombal Beb. Aku serius.” “Nggak percaya. Mas itu emang sukanya gombalin aku.” “Trus mau gombalin siapa? Mau kamu aku gombalin cewek lain?” “Coba aja kalau berani.” “nah itu aja udah marah.” “aku nggak marah Mas.” “apa namanya kalau nggak marah?” “iiih! Aku bilang aku nggak marah.” “mama kamu ngambek lagi sayang.” “Mas!” Dave tertawa puas melihat Nia kesal. Istrinya itu sudah mencak-mencak saking kesalnya. “Hahahaha. Iya sayang maaf! Maaf!. Mas bercanda sayang.” Nia masih cemberut sambil melipat kedua tangannya di d**a. “Bikinin Mas tumis kangkung ya.!” Nia menatap Dave. Setelah itu mengangguk dan beranjak dari atap. Nia memang tak pernah menolak jika Dave meminta sesuatu. Sekesal apapun dia saat itu. Seperti contohnya saat ini. Nia segera berjalan menuju dapur dan menyiangi kangkung yang akan dimasaknya. Nia membuatnya sedikit banyak karena dia memang juga menyukai tumis kangkung. Sementara Nia memasak di dapur, Dave kini sudah duduk di temani ayahnya yang datang ke atap. “Dave!” panggil sang ayah. “Iya Yah?” “apa ayah boleh bertanya sesuatu?” “Tanya apa Yah? Kenapa ayah serius seperti itu? Apa ada masalah di perusahaan?” “nggak Nak. Sama sekali nggak ada. Ini tak ada hubungannya dengan perusahaan.” Dave langsung mengernyit. “Lalu?” “ini—ini soal Bundamu.” Dave terdiam seketika. Ada hal apa ayahnya tiba-tiba berbicara soal bunda. “Maaf kalau ayah lancang Nak. Tapi apa kamu nggak ada niatan jenguk bundamu di penjara?” tanya ayahnya. Dave masih terdiam dan mencoba mencerna satu per satu perkataan ayahnya. “Dave belum siap ayah.” Jawab Dave dengan wajah lesu. “Ayah tahu nak. Tapi sampai kapan? Dia Bundamu. Ibu yang melahirkanmu. Sembilan bulan kamu di rahimnya dan dibawa kemanapun ia pergi. Ayah tahu Bundamu salah, tapi sesalah apapun orang tua, anak tidak berhak menghakimi. Setidaknya kamu datangi Bundamu, walaupun hanya untuk menanyakan kabar.” Dave lagi-lagi terdiam. “Ayah gimana? Ayah tak marah pada Bunda?” Herman yang ditanyai balik oleh anaknya langsung membuang nafas kasar. “Jujur, ayah masih marah Nak pada Bundamu Dewi. Tapi sampai kapan marah itu terus ada? Apa dengan ayah ikut balas dendam, Devi akan hidup kembali?” “Apa ayah mau ikut bersamaku menemui Bunda?” tawar Dave. Herman diam. Pikirannya menerawang jauh. “Yah?” “Haaaahh! Kalau kau ingin ayah temani ke sana, baiklah.” Dave menatap ayahnya itu dalam dan lekat. Dimata pria itu menampakkan tatapan luka yang masih belum mengering. Luka yang masih begitu membekas dan entah kapan luka itu akan hilang. “Baiklah ayah. Aku akan temui Bunda.” “baiklah kalau begitu. Sini Aksanya ayah gendong.” Dave menyerahkan Aksa pada ayahnya. Herman masuk ke dalam namun terhenti saat mendapati Nia yang berdiri diam di balik tembok dengan tangan yang memegang satu piring tumis kangkung dan satu mangkok nasi. Mata wanita itu sembab. Herman tahu Nia sudah mendengar semuanya. Pria itu mengusap air mata menantunya. “Dia butuh dirimu sekarang. Jangan biarkan suamimu sendiri Nak.” Pinta Herman yang langsung dibalas anggukan pasti dari Nia. “Ya sudah. Kamu kesana saja. Aksa biar ayah yang pegang dengan Ibu sementara.” Nia lagi-lagi mengangguk. Herman kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam sedangkan Nia melangkah menuju Dave yang masih terdiam. “Mas!” sapa Nia. Dave terkejut saat Nia menepuk pelan pundaknya. Nia sudah meletakkan makananya di depan Dave namun Dave tak sadar dia datang. Suaminya itu masih setia bermenung sampai pundak Dave ditepuk pelan olehnya. Dave menatap Nia dengan tatapan sedih. Nia mendekat dan memeluk Dave dalam keadaan dia berdiri. Dave merangkul pinggang Nia dan bersandar pada perut datar istrinya itu. Menghirup aroma tubuh Nia yang akan membuatnya nyaman. “Tetaplah di sisiku sayang.” Bisik Dave lirih. Nia menangis melihat kesedihan suaminya. Nia melepaskan pelukan Dave di perutnya dan duduk di depan suaminya itu. Menangkup kedua pipi Dave dan mengecup kening, pipi, hidung dagu dan bibir Dave. Dave menikmati setiap kecupan lembut Nia di wajahnya. “sampai kapanpun. Bahkan sampai aku mati, aku akan ada untukmu dan tak akan pernah meninggalkan kamu Mas. Kamu pertama dan terakhir di hidup aku. Kamu segalanya bahkan harta tak akan mampu menggantikanmu di hatiku.” Mendengar jawaban tegas dari Nia membuat Dave seketika menarik istrinya itu untuk masuk dalam pelukannya. Memeluk Nia erat. Dave bahkan tak sadar dia sudah menangis. “ Kita lihat Bunda ya!” ajak Nia lembut. “aku akan ada disamping kamu Mas. Megang tangan kamu dan nggak akan biarin kamu takut.” Dave mengangguk. Pelukannya pada tubuh Nia semakin erat. “sekarang kita makan dulu ya! Aku udah buatin tumis kangkung pesanan Mas Dave suami tampannya wanita cantik bernama Nia.” Seru Nia sambil menyodorkan tumis kangkung yang tadi ia buat pada Dave. Dave nyaris tertawa mendengar seruan Nia. “Mau aku suapin?” tawan Nia. “ Mau nyuapin aku?” “Tentu Pangeran tampan.” Canda Nia lagi. “Baiklah Ratuku. Suapi aku makan. Hehehe” ucap Dave membalas candaan istrinya itu. Dave kembali tersenyum. Hadirnya Nia membuat hidup Dave lebih berwarna. Dia bersyukur karena dulu bertekat mencari Nia sampai dapat dan menikahi wanita di depannya ini. Dave bersyukur telah menjadi suami seorang wanita berhati malaikat bernama Nania. Nia menyiapkan nasi untuk Dave dan menyuapi suaminya itu dengan tumis kangkung yang tadi ia masak. Nia juga ikut makan dengan Dave. Bagi mereka bahagia itu mudah. Menikmati kangkung sepiring berdua sudah mampu menciptakan bahagia dan kehangatan. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN