Serendipity Girl Bagian Sebelas

1185 Kata
Seorang pria nampak berjalan tergesa-gesa memasuki salah satu ruangan nightclub tersebut. Ya ... dia adalah Frans yang sedang menghubungi Andreas dengan ponselnya. pria itu melirik waspada ke arah kiri dan kanannya, lalu mulai berbicara. “Aku menemukan seorang pelayan yang biasa di panggil Pelayan spesial." Pria itterdiam sesaat, menatap sekeliling, lalu kembali berbicara. "Setelah aku gali informasi, gadis itu bernama Aradea. menurut seseorang yang bekerja di tempat ini, belum lama ... ibunya mati karena dibunuh oleh beberapa mafia di rumahnya, sedangkan Ayahnya menghilang. Apa mungkin, wanita itu ibunya dan Arnold Ayah dari gadis bernama Aradea ini?” tanya Frans. “Kau yakin gadis itu bernama Aradea?” tanya Frans di sebrang telepon. “Ya, sangat yakin. Aku sudah menanyakan pada beberapa rekannya di sini. Dan ... gadia itu ternyata kekasih Atthala, ketua BlackNorth ... Pemilik Dekarsa Grup,” jelas Frans. “Apa maksudmu?” tanya Andreas, menuntut penjelasan. “Aradea, gadis itu adalah kekasih Atthala.” Andreas seketika menutup teleponnya, setelah mendengar kabar mengejutkan itu. Sedangkan Frans, pria itu segera keluar dari ruangan tersebut dan bergegas meninggalkan tempat hiburan malam. ia masuk ke dalam mobilnya, sembari menatap menerawang tanpa arah. “Atthala,” gumamnya dengan nada penuh penekanan, diikuti seulas seringai jahat di wajahnya. *** Di dalam sebuah van berwarna hitam, gadis itu masih tetap bungkam, karena rasa terkejutnya dengan kejadian singkat di nightclub bersama Atthala. Ciuman pertamanya telah hilang karena seorang pria yang tak ia kenal. Ara menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Atthala yang mengerti dengan reaksi gadis di belakangnya, seketika memutar tubuhnya. “Apa yang dikatakan pria itu padamu?” tanya Atthala tanpa basa basi ataupun meminta maaf atas perlakuannya. Ara hanya mendelik dan menatap tajam pada Atthala. “Kenapa kau ingin mengetahuinya?” tanya Ara dengan Nada Ketus. Atthala menghela napasnya kesal, tetapi ... dia paham dengan sikap Ara yanh seperti itu padanya. “Baiklah... maafkan aku karena telah menciummu ketika di night club. Tapi, aku melakukan itu untuk menyelamatkanmu. Pria yang tadi berbicara denganmu adalah orang-orang yang di kirim oleh Rafael untuk mencarimu. Dan aku yakin, mereka sudah mengetahui siapa dirimu yang sebenarnya saat ini," ujar Atthala seraya melirik Roy. Mendengar penjelasan tersebut, membuat raut wajah Ara seketika berubah. Perasaan takut mulai menyeruak dari dalam dirinya, ketika oa teringat orang-orang yamg telah membunuh ibunya. Ara mengalihkan tatapannya pada Atthala dengan sorot mata penuh penyesalan. “Aku yakin, Frans sudah mengatakan seluruh informasi yang ia dapatkan pada Rafael. Dan aku semakin yakin, kau sekarang berada dalam bahaya, nona cantik?" ucap Roy, menimpali. Atthala menatap layar di hadapannya, lalu berpikir sejenak. “Aku harap, kau bisa mendengarku untuk kali ini saja, Ara. Rafael, takkan pernah membiarkan rencananya gagal. Dan, target mereka saat ini ... adalah kau. Karena kau, memiliki apa yang mereka cari," jelas Atthala. Ara menatap dalam pada pria di hadapannya itu. Dilihat dari raut wajahnya yang sangat tulus, pria itu benar-benar ingin melindungi, hingga dia katakan semuanya pada Ara. Atthala hanya ingin melindungi Ara dan memorycard itu. Karena jika sampai jatuh pada orang yang salah, semuanya akan sia-sia. “Apa yang sudah ayahku lakukan, hingga nyawaku kini dalam bahaya?” Tanya Ara. “Ayahmu hanya berusaha melindungi bukti tersebut, namun cara yang di tempuhnya salah," jelas Atthala. “Lalu, apa yang harus aku lakukan?” “Keluar dari tempatmu bekerja, dan tetaplah tinggal di mansion ku. Di sana adalah tempat yang paling aman untuk kau tinggali,” jawab Atthala. Setelah berpikir panjang, Ara pun mengangguk. Mau tidak mau, dia harus mengikuti, apa yang Atthala perintahkan, demi keselamatannya. Ara yakin, dan mempercayakan nyawanya pada Atthala. Pria yang bahkan tak menyentuhnya sedikitpun, ketika Ara dimintai untuk membayar hutang dengan tubuhnya. Pria yang sangat menghargai wanita. Dan itu sudah jadi point penting untuk Ara. “Baiklah. Aku akan mengikuti perintahmu. Aku mohon, selamatkan aku," pinta Ara, dengan nada penuh permohonan. *** Seorang pria berambut ikal, nampak berjalan memasuki nightclub dengan menggenggam sebuah amplop putih di tangannya. Pria itu membuka salah satu pintu ruangan di lantai empat, lalu berjalan menghampiri meja Adam. Pria bertubuh tinggi besar yang sedang menelepon seseoran itu, terhenyak. Dia menutup teleponnya lalu berbalik menghadap Kevin dengan seulas senyum tercetak di wajahnya. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” Tanya Adam dengan sopan. Pria dengan jaket kulit itu menaruh sebuah amplop putih di atas meja tanpa mengatakan apapun. Kening Adam berkerut, dia mengambil amplop itu, lalu membukanya. Sebuah surat pengunduran diri Ara, dan sebuah surat dari Atthala, terselip di dalamnya. Adam melirik pria itu sekilas. Lalu kembali membaca surat tersebut. “Bisa kau melakukan apa yang Atthala perintahkan?” tanyanya. Adam mengangguk. “Tolong rahasiakan seluruh data yang kau punya tentang Aradea. Musnahkan seluruh berkas perihal gadis itu dari kantormu. Tanpa kau harus bertanya kenapa ... dan ada apa." Pria itu merogoh sesuatu dari dalam saku jaketnya. "Dan ini ... imbalanmu,” ujar Kevin yang kemudian menyodorkan sebuah cek yang sudah di tanda tangani Atthala. “Kau mengerti?” Tanyanya agi. Adam mengangguk, “Ya, Aku mengerti. Sebenarnya beberapa hari yang lalu, lima hingga delapan orang dari anggota RedHole datang ke mari mencari dan menanyakan keberadaan Ara padaku, Tuan Kevin," jawab Adam. Kevin melipat kedua tangannya di atas dadanya sambil menatap tajam pada Adam. “Lalu?” “Mereka menanyakan Aradea. Tetapi ... karena keadaan di sini yang sangat penuh dan tidak kondusif, aku tidak sempat menjawab pertanyaan mereka.” “Baiklah, mulai sekarang jangan pernah kau katakan tentang Aradea pada siapapun. Bahkan semut sekalipun," tekan Kevin. Dia pun berbalik dan pergi meninggalkan ruangan Adam. “Aradea, apa yang sebenarnya sedang terjadi padamu?” gumam Adam pelan. *** Hingga setibanya di mansion milik pria berahang tegas itu, Ara dan Atthala benar-benar tak mengeluarkan sepatah katapun. Ara yang baru kembali menginjakkan kakinya pada bagunan mewah tersebut, berjalan terlebih dahulu memasuki kamarnya. Sedangkan Atthala, pria itu hendak berjalan masuk ke ruang kerjanya. Tetapi ... langkahnya tiba-tiba berhenti, dan menoleh memperhatikan punggung Ara yang sedang berjalan menaiki tangga. Punggung itu sangat mirip dengan Ana. Punggung adik kecilnya yang selalu ia dekap. Hingga tanpa sadar, seulas senyum tipis tercetak di bibirnya, tepat sebelum dirinya berjalan masuk ke dalam ruangan kerja. ia rebahkan tubuhnya di atas sofa hitamnya, seraya menghela napas lelah. Ddrrrtttt..... Hanya berselang beberapa menit, suara getaran ponsel di atas meja, seketika menginterupsi. Atthala meraih benda pipih tersebut dan menggeser tombol hijau tanpa melihat siapa yang menghubunginya terlebih dahulu. “Atta!” Terdengar suara wanita dari seberang telepon memanggil lembut nama kecilnya. Pria itu seketika tahu, siapa penelepon tersebut. “Bun, I Miss You," gumamnya lirih dengan mata yang masih terpejam. “I Miss You Too, sayang. Kapan kamu pulang ke Indo? Bunda kangen banget sama kamu," jawab Keyra dari seberang telepon dengan bahasa Indonesia. “Kalau waktunya udah tepat, Atta bakal pulang kok, Bun,” jawab Atthala dengan menggunakan bahasa Indonesia. “Disana pasti udah tengah malam, kenapa kamu belum tidur?” tanya Keyra. Atthala menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya perlahan. Entah kenapa, setiap mendengar suara ibunya, yang terbesit dalam benaknya adalah bayang-bayang Ana. Sang Adik yang sudah tiada. Adik yang sangat dia lindungi dan sangat dia sayangi. Dan ... seorang adik yang saat ini sangat ia rindukan. Tanpa sadar, setetes air mata jatuh dari kedua sudut matanya. Selalu, dan akan terus seperti itu. “Bun, Atta kangen banget sama Ana,” lirih Atthala. Tak ada jawaban apapun dari Keyra, yang terdengar hanya suara isakan dari sang ibu yang sedang berusaha di tahan olehnya. “Atta janji, akan mengungkap kebenaran atas meninggalnya Ana. Atta janji, Bun!!” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN