Hari itu juga, Darel pergi melabrak Dinda. Ingin mempertanyakan apa yang terjadi di masa lalu. Dia datang ke rumah cewek itu seperti biasa, tapi begitu lawan bicaranya lengah, Darel langsung menyerangnya.
“Aku tahu apa yang kau lakukan dulu,” ujar Darel.
Dinda terperanjat kaget. Kalimat ambigu itu belum bisa diterka maksudnya, tapi dia sudah bisa menebak sedikit. “Maksudmu?” Namun, cewek itu berpura-pura bodoh, bertingkah seakan tak mengerti sama sekali kenapa Darel tiba-tiba saja berkata seperti itu.
“Kau tak memberikan suratku kepada Clarissa.” Ekspresi wajah Darel begitu serius kali ini, sirat akan kemarahan yang membuat nyali Dinda menciut.
“Aku sudah memberikannya!” Hanya saja dia tetap ngotot tak mau mengaku. Tak mungkin Clarissa yang mengadu. Karena Clarissa sama sekali tak tahu soal surat itu. Darel hanya menebak tanpa bukti. Bila dia tetap bersikeras, dia tak akan disalahkan.
“Kalau begitu kenapa Clarissa tak tahu soal suratku!” Dinda lupa, Darel adalah cowok yang selalu ingin didengarkan dan dibenarkan. Dia tak akan melepaskan Dinda hingga rasa penasarannya terjawabkan.
“Siapa yang tahu kalau dia berbohong? Kau lihat sendiri, Clarissa sudah sangat banyak berubah.” Akan tetapi, cowok ini juga gampang terhasut. Bila Dinda bisa tetap bertahan pada pendapatnya, maka memutarbalikkan kenyataan tak akan sulit.
“Kau benar ....” Darel jadi teringat akan pertemuan mereka di resort. Saat itu Clarissa begitu pandai berakting, menipu dan mempermainkannya begitu saja. Bisa jadi reaksi Clarissa tadi juga merupakan bagian dari aktingnya.
Darel tak bisa membiarkan dirinya ditipu lagi. Sampai dia yakin siapa sebenarnya yang berbohong, dia akan mengawasi Clarissa dan Dinda. Mulut wanita sulit dipercaya, mereka bisa berubah begitu cepat beradaptasi dengan keadaan demi keuntungan pribadi.
“Kan, makanya jangan asal tuduh.” Dinda makin ngotot, begitu bersikeras tanpa menunjukkan rasa bersalah sama sekali. Darel jadi semakin meragukan Clarissa. Karena orang yang bersama dengannya lebih lama adalah Dinda, orang yang lebih dia kenal daripada seorang dari masa lalu yang mendadak hadir kembali dalam hidupnya.
“Tapi aku masih tak mengerti kenapa Clarissa mempermainkan ku sejak awal. Dia seperti marah dan ingin balas dendam akan sesuatu.” Bila memang Clarissa sudah membaca suratnya dan setuju untuk berpisah, maka seharusnya tak ada alasan bagi cewek itu untuk mendendam.
Apa yang dikatakan oleh Clarissa dan Dinda saling bertolak belakang, membuat Darel bingung harus percaya pada siapa. Dia ingin percaya pada Clarissa, tapi cewek itu selalu saja melukainya setiap kali mereka bertemu. Hingga Darel begitu sakit hati dan terhina untuk bisa berpikiran positif lagi tentangnya.
“Percuma tanya padaku. Aku tak tahu apa-apa.” Dinda bersedekap, membuang muka dengan sikap yang ketus. Dia mulai berlagak lagi saat tahu Darel berhasil dia tipu.
“Dari awal juga sudah kubilang, jauhi Clarissa. Buat apa kau mengejarnya lagi? Cewek banyak di mana-mana. Yang lebih muda dan cantik gampang kamu dapatkan, malah sibuk mengejar yang tak pasti.” Selanjutnya, dia mencoba menghasut Darel agar benar-benar mengakhiri hubungan dengan Clarissa. Solusi ini yang terbaik untuk hidup mereka. Meninggalkan masa lalu dan menjalani masa kini dengan hati yang tenang.
“Kenapa sikapmu begitu? Setelah kuingat kembali, pertemuan kalian di galeri kemarin aneh sekali. Kenapa kalian seperti bermusuhan?” Akibatnya. Rasa curiga Darel kembali lagi. Otaknya akhirnya bisa bekerja dengan benar, menemukan kejanggalan yang mulai tampak ke permukaan.
Dinda menelan ludah, mengalihkan pandangan. “Itu karena sesuatu yang berkaitan dengan Giorby. Mungkin dia kesal pacarnya sekarang masih cinta padaku.” Dia menutupi kebohongan dengan kebohongan yang lain.
“Oh iya, masuk akal.” Dalam hati Dinda merasa lega. Kedekatan mereka selama bertahun-tahun lamanya itu telah membangun sebuah kepercayaan yang kuat padanya.
Cewek itu mengangguk. “Itu namanya cemburu. Saat cewek merasa cemburu, teman pun akan menjadi musuh.” Dia mengucapkan sesuatu yang sebenarnya lebih menggambarkan keburukan hatinya daripada isi hati Clarissa.
“Tapi memangnya apa yang membuatmu putus dengan Giorby dulu?” Satu hal lagi yang membuat Darel bingung. Dia berpacaran dengan Dinda karena mereka merasa kesepian di tempat yang asing, hingga menimbulkan ilusi seakan orang ini berharga. Namun, saat mereka telah bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya ... mereka sadar kalau perasaan itu bukan cinta.
Selain alasan tersebut, masalah ketidakcocokan sifat dan lain-lain juga membuat mereka merasa kalau berteman memang lebih baik daripada berpacaran. Kala itu, Darel tak pernah bertanya bagaimana hubungan Dinda dengan Giorby. Karena mau dijadikan selingkuhan juga dia tak masalah, berhubung mereka tinggal begitu jauhnya dengan Giorby.
“Biasalah ... kalau LDR memang sulit dijalani. Ada aja yang menyebabkan pertengkaran. Lama-lama putus sendiri.” Dinda berbohong. Dia tak mau Darel tahu kalau dia meninggalkan Giorby begitu saja tanpa mengatakan apa-apa.
Sebab, saat berpacaran dengan Giorby dulu ... dia tak pernah menyukai cowok itu. Alasan Dinda menerima pernyataan cinta Giorby adalah karena dia merasa tersaing dengan Clarissa. Dia lebih cantik dan menarik, tapi malah Clarissa yang kampungan dan norak yang mendapatkan pacar lebih dulu.
Berhubung Darel dan Clarissa sudah putus, tak ada alasan buat Dinda untuk berpacaran dengan cowok membosankan seperti Giorby lagi. Mau dia putuskan, tapi malas menghadapi sikap drama Giorby. Akhirnya dia tinggalkan begitu saja.
“Iyalah, lagian kau juga berselingkuh denganku dulu.” Darel yakin begitu. Karena mereka berpacaran hanya seminggu setelah mereka meninggalkan Jakarta. Jadi Darel yakin bila saat itu Dinda masih berstatus pacar Giorby.
“Ya udah. Ngapain dibahas lagi. Sana pulang. Malas aku dengar ocehan kamu tentang Clarissa. Dia bukan temanku lagi, buat apa kuurusi.” Cari kesempatan, Dinda mengakhiri pembicaraan lama itu.
Darel pun menyerah, berpikir kalau Dinda memang tak ada hubungannya dengan perubahan sifat Clarissa saat ini. Mungkin memang aslinya cewek itu berniat melukainya. Makanya sampai berbohong sebanyak itu.
Niat untuk mengawasi Dinda pun, Darel lupakan. Karena pada akhirnya, orang terdekat yang selalu lebih mudah untuk dipercayai. Lain kali, Darel tak akan ragu lagi hanya karena Clarissa menunjukkan sedikit perubahan emosi.
Musuhnya saat ini adalah Clarissa. Cewek keras kepala yang harus dia taklukkan. Terlalu banyak berpikir hingga membuat keadaan semakin membingungkan bukan caranya. Kenapa Darel bisa lupa akan hal sepenting itu?