Episode 3

4878 Kata
Wanita itu mengerjapkan matanya saat mendengar suara pintu tertutup. Ia membuka matanya perlahan dan menatap sekeliling ruangan. “Aku dimana?” gumamnya. Ia melihat sekeliling ruangan dan menatap ke arah tangannya yang di infus. “Sepertinya aku di rumah sakit,” gumamnya. “Anda sudah bangun, Nona?” seruan itu membuatnya menoleh ke sumber suara dan ia ingat pria itu adalah orang yang menolongnya tadi. “Terima kasih karena anda sudah menolong saya,” seru wanita itu. “Tidak masalah. Anda hanya perlu beristirahat,” seru Sean. “Apa anda ingin menghubungi keluarga anda?” tanya Sean dan wanita itu menggelengkan kepalanya. “Aku- aku tidak memiliki keluarga. Aku sebatang kara,” serunya. “Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana anda bisa berurusan dengan para preman itu?” tanya Sean. “Itu-“ wanita itu kesulitan untuk berbicara. “Tidak perlu menjawabnya kalau anda tidak bisa mengatakannya. Sekarang beristirahatlah,” seru Sean. “Terima kasih banyak, Mr?” “Nama saya Sean.” “Mr. Sean. Saya tidak tau apa yang akan terjadi pada saya kalau anda tidak menolong saya,” seru wanita itu menangis. “Tidak masalah. Siapa nama anda?” “Nama saya, Narmia. Anda bisa memanggil saya Mia,” seru Mia membuat Sean menganggukkan kepalanya. “Saya akan memanggil Dokter untuk memeriksa kondisi anda,” seru Sean beranjak pergi meninggalkan Mia. *** Setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit, Mia pun akhirnya di perbolehkan pulang. Sean membawa Mia ke salah satu hotel dimana ia menginap. “Saya sudah pesankan satu kamar untuk kamu. Kamar saya berada di depan kamar kamu. Kalau butuh sesuatu kamu bisa menghubungi saya,” seru Sean saat mereka sampai di depan pintu kamar. “Ini ponsel untuk kamu gunakan.” Sean memberikan satu buah ponsel baru pada Mia. Mia menerimanya dengan sungkan. “Di sana sudah ada kontak saya. Kalau ada apa-apa kamu hubungi nomor saya,” seru Sean. “Dan untuk keamanan, saya minta kamu jangan keluar dari kamar. Tetap di dalam kamar, karena mungkin saya akan ada pekerjaan beberapa hari dan tidak akan kesini. Tapi saya sudah member arahan pada keamanan di hotel ini. Jadi kamu aman di sini.” “Terima kasih tuan Sean. Saya akan melakukan apa yang tuan perintahkan,” seru Mia. “Baiklah, kamu masuklah ke kamar dan beristirahat,” seru Sean yang di angguki Mia. Mia memasuki kamarnya begitu juga dengan Sean yang masuk ke dalam kamarnya sendiri. Handphone Sean bordering dan nama ‘Mine’ terpangpang di layar ponsel. Itu adalah panggilan video. “Hallo,” sapa Sean setelah menerima panggilan. “Hai. Kamu sedang apa?” tanya Mine dari sebrang sana. “Lagi istirahat di kamar hotel. Kamu masih di kantor?” tanya Sean saat melihat ruangan dimana Mine berada. “Hmm,” jawab Mine. “Kenapa belum pulang?” tanya Sean. “Males. Lagipula di rumah sepi gak ada kamu,” seru Mine. “Mau ngapain aku di sana.” “Pulanglah dan beristirahat. Jangan terlalu memaksakan diri,” nasihat Sean. “Sean.” “Hmm,” jawab Sean. “Apa kamu rindu aku?” tanya Mine. “Kenapa bertanya seperti itu?” tanya Sean. “Kenapa? Apa aku salah bertanya? Aku kan istri kamu,” seru Mine sedikit kesal membuat Sean terkekeh kecil. “Iya aku rindu sama kamu, karena kamu istri aku,” seru Sean. “Trus kalau bukan istri kamu, gak kamu rinduin gitu?” seru Mine masih dengan nada merajuk. “Iya mau gimana lagi. Aku tidak terbiasa merindukan wanita yang bukan istri aku,” jawab Sean dengan santai. “Ck, dasar cowok gak romantic,” gerutu Mine. “Kamu sudah makan?” tanya Sean. “Mungkin nnati saat pulang, aku akan mampir untuk membeli makanan. Kamu sendiri sudah makan?” tanya Mine. “Belum. Mungkin nanti aku akan makan di restaurant hotel.” “Tidak ada jadwal penerbangan?” tanya Mine. “Besok pagi aku ada jadwal. Sudah sekarang pulang dan beristirahatlah. Jangan terbiasa begadang,” seru Sean. “Jaga kesehatanmu.” “Baiklah baiklah. Ya sudah aku matikan yah. Bye.” Sambungan telpon pun terputus. Di tempat lain, Jasmine beranjak dari duduknya setelah memasukkan handphone nya ke dalam tas. “Huft, punya suami kenapa datar banget sih,” gerutu Mine. “Sudah mau pulang, Bu?” tanya sekretarisnya. “Ya. Kamu juga pulang saja,” seru Jasmine dan berjalan menuju lift khusus petinggi. *** Malam menjelang, Sean mengajak Mia untuk makan malam bersama. Sean sengaja memesan ruang pribadi untuk mereka. Mia cukup kaget dengan menu makanan yang tertata di atas meja. Air liurnya hampir saja keluar. Selama ini ia tidak pernah merasakan ataupun mencicipi makanan seperti ini. “Makanlah,” seru Sean membuat Mia melihat ke arahnya. “Kenapa? Kamu tidak suka dengan makanannya?” tanya Sean. “Tidak, ini sangat menggugah selera. Selama ini saya tidak pernah memakan makanan seenak dan semewah ini,” seru Mia. “Kalau begitu habiskanlah,” seru Sean. Mereka berdua pun menikmati makan malam mereka dalam diam dan hanya suara dentingan sendok dan pisau yang terdengar. Mia terus saja mencuri pandang pada Sean. Wajah Sean memang cukup membuat para kaum hawa terpesona dan tak bisa memalingkan pandangannya. “Ada apa?” tanya Sean yang menyadari sejak tadi Mia mencuri pandang padanya. Mia segera menjawab dengan gelengan kepalanya. “Besok pagi saya ada pekerjaan dan akan menghabiskan waktu selama 2 hari atau 3 hari. Kamu tetap diam di kamarmu, makan akan di kirimkan ke kamarmu oleh petugas hotel. Dan besok pagi salah satu rekan saya akan mengantarkan beberapa pasang pakaian untuk kau gunakan,” seru Sean. “A-anda akan meninggalkan saya sendirian?” seru Mia terlihat ketakutan. “Ya karena saya ada pekerjaan,” seru Sean. “Tapi bagaimana kalau para penjahat itu kembali datang dan membawa saya?” seru Mia terlihat gelisah. “Kamu jangan khawatir. Ke amananmu di sini sudah terjamin. Pemilik hotel ini adalah sahabat saya, jadi kamu aman di sini. Yang penting jangan keluar dari kamar dan hotel ini. Kamu tetap diam saja di kamarmu,” seru Sean. “Tapi anda pasti akan kembali kesini, dan tidak akan meninggalkan saya sendiri, bukan?” tanya Mia penuh harap. Sean masih diam membisu dan akhirnya dia pun membuka suaranya. “Saya akan kembali kesini. Tapi masa kerja saya di sini akan segera berakhir dan saya harus kembali ke Negara saya,” jelas Sean. “Saya mohon Tuan Sean. Bawa saya ke Negara anda, jangan tinggalkan saya sendiri, saya mohon,” seru Mia menautkan kedua tangannya berusaha memohon. “Saya sudah memiliki istri. Saya tidak ingin dia menjadi salah paham,” jelas Sean. “A-anda sudah menikah?” tanya Mia terbata-bata. “Ya,” jawab Sean membuat Mia terbungkam. Mereka pun mengakhiri acara makan malam mereka dan kembali ke kamar dengan tak saling berbicara lagi. *** Jasmine tengah sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Sampai handphone nya berdering, ia pun menghentikan aktivitasnya dan menerima panggilan masuk itu. “Hallo,” “Jasmine…?” “Ya, ini siapa?” tanya Jasmine. “Ini Sania.” “Oh Sania Jonelle?” “Ya. Eh kamu beneran udah nikah sama Sean?” “Ya, kenapa? Kamu dimana sekarang? Lama tak ada kabar.” “Sekarang aku lagi di Brazil. Ngomong-ngomong kemarin aku lihat suami kamu Sean di salah satu hotel.” “Ya, dia memang sedang ada pekerjaan di sana,” jawab Jasmine. “Tapi Mine…” “Kenapa?” tanya Jasmine. “Duh tapi jangan marah yah.” “Kenapa sih?” tanya Jasmine mulai penasaran. “Gini lho, semalam kan aku makan malam di salah satu hotel nah ternyata di sana aku liat Sean. Dan dia lagi sama wanita,” jelas Sania. “Wanita? Ah pasti cuma salah lihat,” seru Jasmine terkekeh kecil menyangkal semua itu. Ia sangat mengenal suaminya itu yang juga sahabatnya sendiri. “Serius lho. Aku tau kamu gak akan percaya, makanya aku ambil potretnya. Makanya aku kirim via email. Coba kamu cek email.” Jasmine pun memutuskan sambungan telponnya. Ia segera membuka emailnya dari laptop. Dan cukup kaget saat melihat Sean berjalan bersama dengan seorang wanita. “Ini tidak mungkin,” gumam Jasmine menutup mulutnya sendiri. *** Novel "Lovely CEO" Seri Brotherhood 1 BAB 1 Keysa NAMAKUKeysa Adeeva Myesha. Usiaku saat ini adalah 22 tahun. Aku baru saja lulus kuliah tahun kemarin di bidang study Management Bisnis. Aku anak satu-satunya dari Bapak Mahesya seorang pengusaha di bidang Produksi Makanan. Saat ini aku tengah bersiap-siap karena hari ini ada interview disebuah perusahaan besar dalambidang property yang cukup terkenal di Indonesia. Banyak sekali cabangnya di setiap kota di Indonesia dan aku sangat berharap sekali bisa diterima diperusahaan tersebut. Meskipun aku juga anak dari seorang pengusaha cukup terkenal di Indonesia tetapi aku tidak mau bergantung pada Papa terus. Aku ingin berusaha mandiri. "Baiklah sepertinya aku sudah cantik." Setelah memoles make up natural dan lipstik warna bibir. Aku segera menyambar tasku yang ada di atas meja dan bergegas keluar kamar. Saat aku sampai di ruang makan, ternyata sudah ada Papa dan Sanas, dia adalah sahabat terbaikku. Sahabat satu-satunya yang aku miliki. Dia seorang anak yatim piatu. Saat dia duduk di kelas 1 SMA, orangtuanya meninggal karena kecelakaan beruntun ditol Cipularang. Aku meminta Papa untuk mengajaknya tinggal bersama, sekalian untuk menemaniku juga dirumah dan akhirnya Papa setuju dan mengijinkan Sanas tinggal disini. Kami sekolah dan kuliah bersama. Sampai saat lulus, dia memutuskan bekerja di kantor Papa sebagai salah satu staf di divisi keuangan yang dimana managernya adalah tunanganku sendiri, Reno. "Pagi Pa, pagi Nas." Aku langsung mencium pipi Papa dan duduk disamping Sanas. Tetapi saat ini, Sanas sudah tak tinggal bersama kami, karena dia ingin menempati rumah mendiang orangtuanya. "Pagi sayang," sahut Papa sambil menyesap kopinya."Kamu yakin akan melamar pekerjaan disana?" Oke, ini sudah ke 10 kalinya Papa menanyakan hal itu kepadaku. Papa terlalu mengkhawatirkanku dan selalu saja meremehkanku. Padahal aku ingin berusaha mandiri dan mencapai kesuksesanku sendiri tanpa bantuan Papa. "Ya Papa," jawabku sambil mencomot roti yang sudah tersedia dihadapanku. "Aku akan menemaninya Om, aku sudah meminta ijin tadi sama pa Reno," sahut Sanas ikut menimpali. "Sebenarnya Papa ingin kamu bekerja dikantor Papa saja, jadi nanti kamu bisa bantu Reno mengurusi perusahaan kita," sahut Papa menatapku sendu, ya memang ini yang selalu Papa katakan padaku. "Aduh Papa, aku kan sudah bilang ke Papa. Aku ingin belajar mandiri, aku ingin berusaha mencapai semuanya tanpa bantuan Papa. Biarkan aku terjun langsung dalam dunia luar, aku mohon mengertilah." Aku berusaha membuat Papa mengerti. "Baiklah Papa mengerti." Papa terlihat menghela nafasnya mungkin sudah tau tabiatku yang keras kepala. Syukurlah,,, "Astaga sudah jam 7, ayo Sanas kita akan terlambat! Gue diinterview jam 8!" Aku sungguh merasa darahku surut seketika saat melihat jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tanganku. Apalagi kantor yang aku tuju kali ini lumayan jauh dari rumah. "Ayo Key." Sanaspun menyudahi sarapannya dan mengikutiku berpamitan pada Papa. Kami langsung menaiki mobil Audy yang terparkir di depan rumah. Aku memang selalu di antar sopir pribadi kemanapun karena Papa sangat khawatir kalau aku menyetir sendiri. Ya begitulah Papa, dia masih menganggapku putri kecilnya. ♥ Saat hampir sampai, mobil tiba-tiba berhenti dan terlihat macet cukup panjang di depan sana. Dan waktu sudah menunjukkan pukul 7.45. "Aduh Pak, gak ada jalan lain lagi? Aku sudah terlambat!" ucapku ke pak Hadi, sopir pribadi yang selalu setia mengantarku kemanapun. Aku terus melihat jam tangan yang bertengker di tanganku dengan kegelisahan yang tak menentu tentunya. "Saya gak tau Non, sepertinya ada kecelakaan didepan," ucap pak Hadi membuatku mendesah lesu. "Gimana ini, Nas?" "Masih jauh gak kantornya Key?" tanya Sanas yang ikut merasa cemas. Dia memang selalu begitu, dia seakan latah, apa yang aku rasakan mampu dia rasakan. Tetapi aku senang, karena sahabatku ini sungguh sehati denganku. "300 meteran lagi kayaknya." Akumencoba memperkirakanjarak dari tempat kami berada. "Baiklah kita jalan kaki saja," sahut Sanas tiba-tiba. "Tapi kan lumayan jauh, Nas!" "Ya tidak apa-apa. Lagipulaini macet gak tau bakalan sampe kapan Key," jelas Sanas dan aku terdiam sebentar memikirkan ide Sanas. "Baiklah ayo." Kami berjalan bersama menyusuri jalanan, tetapi baru beberapa langkah, seketika hujan turun dengan derasnya. Karena memang sejak tadi cuaca sangat mendung.Sanas menarikku untuk berlari karena hujan sangat deras sekali. "Aaaarrghhh !!!" Sial!!! sebuah sepeda motor melintas dan melewati kubangan air, membuat air itu mengotori pakaianku. Ah sungguh hari yang sangat sial. "Sialan!!!" "Sudah, jangan di pikirkan. Ayo," Sanas kembali menarikku dan kami sama-sama berlari menuju kantor dengan menembus hujan.Dan akhirnya kami sampai juga di perusahaan Blandino group company. Kantornya sangat besar dan mewah sekali, lebih tinggi dari kantor Papa. "Cepat masuk Key," ucap Sanas menyadarkanku dari kekagumanku pada gedung pencakar langit ini, sampai aku hampir lupa keberadaan Sanas disampingku.Aku sedikit merapihkan pakaianku yang basah dan kotor. Tiba-tiba saja Sanas duduk rengkuh di hadapanku dan membersihkan sepatuku di depan semua orang. "Sanas!" aku memintanya untuk berdiri. "Diamlah," ucap Sanas menepis tanganku dan masih sibuk membersihkan sepatuku yang kotor dengan tissue. "Sudah selesai." Sanas kini kembali berdiri dan merapihkan rambutku yang lepek dan basah. "Sekarang masuklah, loe sudah terlambat." "Loe gimana? Loe pasti kedinginan." Aku khawatir melihatnya yang sudah menggigil. Pasti kedinginan karena pakaiannya juga sangat basah. "Gue tidak apa-apa, gue akan nunggu pak Hadi dicafe sana sambil memesan kopi hangat. Cepet loe masuk, sudah jam 8 lewat," ucapnya. "Baiklah, gue masuk dulu yah." Aku mencium pipinya dan bergegas berlari menyusuri lobby kantor. Aku bertanya pada seorang resepsionist yang terlihat sangat menor dan seksi.Jutek sekali dia. Setelah aku mendapatkan informasinya, aku kembali berlari menuju lift. Dan apa ini ruangan Ceonya di lantai no 30, astaga aku semakin telat saja. Kantor kok tinggi sekali, sudah menyaingi gunung Everest. Ting Akhirnya sampai juga, aku kembali berlari dan menemukan sebuah pintu besar berwarna coklat kayu. Tidak ada sekretaris di sana, apa mungkin acara interview nya telah selesai? tetapi aku coba masuk dulu ke dalam ruangan itu. Sedikit mengatur nafasku dan merapihkan penampilanku yang masih terlihat kacau dan basah. Merasa lebih baik, akupun segera mengetuk pintu ruangan itu. Setelah ada jawaban dari dalam, aku masuk dan melihat seseorang yang sedang duduk dikursi kebesarannya dan fokus dengan laptopnya. Dia sangat tampan, melebihi aktor-aktor di Indonesia, matanya yang setajam elang, hidungnya yang mancung dan bibirnya... Bibirnya sangat seksi dan berwarna merah sepertinya dia bukan perokok. "Ekhem!" Sebuah deheman membuatku tersadar dari khayalan bodohku yang ketahuan tengah mengaguminya. Inget Key, kamu sudah punya tunangan, inget Reno. "Apa kamu hanya akan berdiri disana seperti satpam?" ucapnya terdengar begitu datar dan dingin, dia menatapku dengan sangat tajam seperti hendak menerkamku saja. Aku berusaha menormalkan kembali ekspresi bodohku yang terlihat tengah mengaguminya.Aku segera berjalan mendekati mejanya tanpa duduk karena belum disuruh. "Siapa nama kamu?" tanyanya tetap datar dan dingin. "Saya... Nama saya Keysa Adeeva Myesha." Dia menatapku dari atas hingga bawah dengan mata elangnya yang tajam, dan entah kenapa aku merasa di telanjangi oleh tatapannya itu.Oh God,,, "Apa seperti ini penampilan seseorang yang akan menjalankan interview?" ucapnya menyindirku dengan sarkasis. Ya, aku sadar karena memang penampilanku saat ini sungguh jauh dari kata rapi. Rambut yang sedikit lepek karena kehujanan, baju yang basah, rok dan kakiku terlihat kotor karena cipratan air tadi. Aku menundukkan kepala karena sangat malu. "Maafkan saya Pak, saya tadi menerobos hujan dan terkena cipratan genangan air," ucapku dengan sangat jujur tanpa ada yang disembunyikan. "Duduklah," perintahnya mulai lembut tidak sedingin tadi. Akhirnya aku bisa duduk juga, kakiku sudah pegal dan sedikit sakit karena lecet sehabis berlari menerobos hujan. "Aku sudah baca CV kamu, sebelumnya kamu pernah berkerja dimana?" tanyanya tanpa melirik ke arahku dan fokus pada berkas di depannya. "Saya belum pernah bekerja, tahun lalu saya lulus kuliah dan membantu usaha Papa saya. Tetapi saya akan bekerja sebaik mungkin Pak, saya janji tidak akan mengecewakan Bapak.” "Cih, percaya diri sekali.Apa jaminannya kalau kamu bisa bekerja dengan baik? Pengalaman bekerja saja belum ada," ucapnya datar sekali dan sangat menyebalkan. Sayang sekali wajah tampannya kalau mulutnya kurang bumbu. Bagaikan Steak tanpa saus barbeque, "Setelah saya melihat semua laporan hasil beberapa testmu sebelumnya, aku memutuskan menerimamu untuk bekerja di sini dan besok kamu sudah mulai bekerja menjadi sekretarisku," ucapnya masih sangat datar dan kembali fokus pada dokumen-dokumen dihadapannya dan aku hanya bisa melongo mencerna apa yang barusan dia katakan. "A...apa benar saya diterima bekerja di sini?" aku berusaha meyakinkan diriku sendiri, dan meyakinkan kalau pendengaranku masih baik-baik saja. "Ya," "Terima kasih banyak, terima kasih banyak,Pak." Aku langsung beranjak dari dudukku dan menyodorkan tanganku padanya, aku sungguh sangat bahagia. Prank Aku terpekik kaget saat tidak sengaja menyenggol gelas minum yang ada di sana hingga jatuh dan pecah ke lantai. Dia terlihat memelototiku membuatku semakin takut dan grogi. Ah sial, kenapa aku sangat ceroboh."Maaf,, maafkan sayaPak. Saya akan menbersihkannya," aku bergegas membersihkan pecahan kaca itu, tetapi... Brak Aku semakin takut. Karena tak sengaja menyenggol tumpukan berkas hingga jatuh ke lantai dan berserakan di sana. "Ini yang kamu maksud akan bekerja dengan baik, hah??" pekiknya tampak geram dan emosi. Ya Tuhan Keysa, kenapa kamu begitu ceroboh. "Ma-maafkan saya." Tamat sudah riwayatku sekarang, kesempatan yang sudah ada di depan mata akan langsung lenyap begitu saja karena ketololanku. "Dasar ceroboh!" "Sa-saya akan membersihkannya." Aku masih berusaha bertanggung jawab untuk segala yang aku perbuat. "Tidak perlu,, keluarlah. Mataku semakin sakit melihatmu masih berada disini," ucapnya dengan dingin membuatku semakin menunduk. Tamatlah sudah.... "Tunggu apa lagi !!" "Tapi-" Aku menunjuk ke arah pecahan gelas dan kertas yang berserakan di lantai. "Keluarlah, tidak perlu memikirkannya!" ucapnya terlihat jengkel. Akupun berpamitan dan beranjak menuju pintu, tetapi saat baru akan memegang knop pintu, dia kembali berbicara. "Besok jangan sampai terlambat lagi!" “Apa Pak?” Aku langsung berbalik ke arahnya dengan perasaan was was. “Apa kamu tuli?” “Ma-maksud sa-saya.” “Besok hari pertama kamu bekerja, jadi jangan sampai terlambat dan kotor seperti barusan.” “Bapak gak jadi mecat saya?” “Bagaimana bisa saya memecatmu saat kamu belum bekerja!” aku menunduk mendengar nada jengkel darinya. Dengan segera akupun mengangguk dan berpamitan. Saat berhasil keluar dari ruangan itu, aku menarik nafas dan menghembuskannya berkali-kali. Berhadapan dengan dia sungguh harus menyiapkan mental yang kuat. Tetapi di balik semua perasaan gugup itu, aku lega sekaligus senang karena aku berhasil di terima di perusahaan besar ini dan bisa membanggakan diri pada Papa, kalau aku bisa di andalkan Papa. Aku bukan lagi putri kecilnya yang selalu merepotkannya. Aku melanjutkan langkahku dengan perasaan senang. *** BAB 2 Aku berlari memasuki kantor dan menahan lift yang baru saja akan tertutup. Dan aku segera masuk ke dalam lift, tanpa memperdulikan seseorang yang berada dibelakangku. Aku rasa ada seseorang sih di belakangku, tetapi biarkanlah, sekarang yang penting aku harus sampai ke ruanganku dulu sebelum Ceo galak itu sampai dan memarahiku lagi. Sungguh tatapan elangnya mematikanku "Mudah-mudahan Bos yang super dingin itu belum datang," akuterus melihat jam yang bertengker di pergelangan tanganku. Ting Pintu lift terbuka dan aku langsung berlari ke mejanya."Sepertinya dia belum datang, syukurlah." Aku mengusap dadaku dan bernafas lega. "Menunggu seseorang Nona," bisikan seseorang membuatku memekik dan langsung berbalik. Aku pikir setan, ternyata lebih menakutkan dari setan, tetapi setan di hadapanku sangatlah tampan. Kenapa dia menatapku seperti itu? Tatapannya membuat dadaku berdebar-debar dan membuat fokusku hilang.Ya Tuhan jauhkan setan tampan ini dari hadapanku, eh kenapa dia memotong jarak di antara kami? “Ah!” Aku kehilangan keseimbangan tubuhku hingga mebuatku terduduk ke lantai dan pantatku rasanya sakit sekali, karena membentur lantai dingin. Ya Tuhan apa yang dia lakukan sih? Kenapa menakutiku seperti itu. "Kalau sudah merapihkan diri, masuklah ke dalam ruanganku," ucapnya dengan datar dan langsung berjalan masuk ke dalam ruangannya tanpa membantuku untuk berdiri. "Dasar Bos jahat, sudah bikin jantung gue copot dan jatuh!Bukannya bantu untuk berdiri malah nyelonong begitu saja!" aku bergegas berdiri walau pantatku masih terasa ngilu seraya merapihkan pakaianku."Astaga pantatku sakit sekali," Setelah merasa keadaanku lebih baik, aku berjalan menuju pintu kokoh yang berdiri tak jauh dari depanku. Setelah mendengar seruan dari dalam,akubergegas masuk dan duduk di kursi tepat di hadapan Felix. Ya Mr. Felix Ernest Blandino, CEO dari Blandino Company. "Ini." Dia menyodorkan beberapa tumbukan berkas kepadaku. "Pelajari itu, di dalamnya ada beberapa jobdesk kamu dan jadwalku. Kamu pelajari dan aku harap dokumen-dokumen yang belum diselesaikan oleh sekretaris sebelumnya harus sudah selesai nanti sore," ucapnya membuatkumemekik kaget.Yang benar saja... Aku ingin membuka suara, tetapi dia lebih dulu berbicara."Tak ada bantahan" ucapnya dengan tajam. Akhirnya akuhanya mampu menghela nafas pasrah dan hanya mengangguk saja lalu beranjak keluar. ♥ Pekerjaanku masih banyak dan waktu sudah menunjukkan jam pulang. Ini hari pertamaku bekerja, tetapi langsung diberi pekerjaan yang menumpuk seperti ini. Mana tadi belum sempat beli makan lagi, cuma minum kopi saja. Semoga saja asam lambungku tidak naik.Tiba-tiba handphoneku berbunyi dan menampakan wajah Reno dilayarnya. Aku bergegas menekan tombol hijau di layar handphoneku. "Hallo Sayang," "....." "Aku masih banyak pekerjaan, kamu sudah didepan yah" "......" "Sepertinya aku lembur deh, banyak banget kerjaan aku." "........" "Aku juga gak tau, kamu pulang saja duluan yah nanti aku pulang sendiri saja." "......" "Ya Sayang, aku tidak apa-apa... Kamu juga hati-hati yah, love you too." Aku menutup sambungan telpon.Kasian sekali, Reno sudah mau menjemputku,tetapi karena Bos sialan itu aku jadinya harus lembur. Aku sebaiknya kembali mengerjakan pekerjaanku. Sudah pukul 9 tetapi masih belum selesai, aku kelaperan sekarang. Aku merasa tubuhku sudah sangat lelah, dadaku juga terasa sakit dan sesak. Aku menyandarkan kepalaku ke atas meja hingga deheman seseorang membuatku kembali mengangkat kepalaku. "Ck,, Lamban sekali, aku minta sore, tetapi sampe jam segini masih belum selesai juga." ucapnya dengan datar membuatku kesal. "Saya baru pertama bekerja disini Pak, saya belum tau detail pekerjaan saya. Saya harus mempelajarinya dulu dan mulai mengerjakannya sedikit demi sedikit karena takut ada yang salah. Apalagi saya tidak ada yang membimbing." Aku keluarkan semua kekesalanku padanya, seenaknya dia berbicara seperti itu. Di kira aku ini robot keluaran terbaru. "Kenapa tidak bertanya padaku?" Aku melongo dengan ucapannya barusan dan bingung harus menjawab apa. Bibirku kelu mendadak. Kenapa dia selalu berhasil memojokkanku dan membuat posisiku menjadi tak berkutik? "Saya kira, kamu sudah paham makanya tidak bertanya" ucapnya lagi lagi dengan nada sedatar triplek. "Ya saya sudah memahaminya sebagian," ucapku dengan jujur. "Bereskan barang-barangmu!" "Apa?" "Kau tuli? Cepat bereskan barang-barangmu," ucapnya lagi lebih dingin. Apa dia memecatku? Astaga apa dia ingin memecatku sekarang? Kenapa dia menyuruhku membereskan semua barang-barangku? Apa yang harus aku lakukan sekarang. "Yak! jangan berpikir negative, aku tidak akan memecatmu. Cepat bereskan barang-barangmu, apa kau akan menginap di kantor?" ucapnya membuatku mampu menghembuskan nafas lega. "Saya kira,Bapak mau memecat saya." ucapku dengan cengiran khasku.Dia beranjak meninggalkanku begitu saja tanpa menjawab ucapanku. Huh, kebiasaan sekali, dasar Mister Bossy menyebalkan. Aku segera menyambar tasku dan membereskan dokumen yang ada di atas mejaku.Aku segera berlari menyusul bosku yang sudah berada di dalam lift. Hap! Akhirnya aku berhasil masuk ke dalam lift yang hampir tertutup itu, aku berusaha mengatur nafasku yang ngos-ngosan. "Ini bukan lapangan bola, tapi kantor. Berlari dan menerobos lift sungguh tidak sopan. Benar-benar bukan wanita feminim," ucapnya membuatku mendengus, dia berbicara seenak jidatnya saja.Aku hanya menjawabnya dengan memberikan senyuman kecilku saja. Saat keluar dari lift, aku melihat mobil pak Hadi sudah terparkir di depan kantor."Saya duluan yah Pak, selamat malam," aku membungkukan setengah badanku dan langsung berlari menghampiri pak Hadi.Kebiasaanku memang senang sekali berlari, merasa kalau berjalan aku sangat lambat. ♥ BAB 3 SEKARANG ini aku tengah menikmati makan siangku bersama tunanganku disebuah cafe dekat kantor dimana aku bekerja. Aku akan ceritakan dulu sekilas tentang tunanganku ini. Reno adalah anak dari sahabat Papa, Reno bersama keluarganya berasal dari London. Tetapi entah apa yang terjadi, bisnis Papanya Reno gulung tikar dan orangtua Reno meninggal dunia karena serangan jantung dan kecelakaan. Papa memperkerjakan Reno di kantornya, dan dari situlah aku mulai dekat dengan Reno karena bagaimanapun, Reno adalah orang kepercayaan Papa. "Enak makanannya?" tanya Reno yang terlihat memperhatikanku makan. Aku memang suka makan. Malah bias habis sampai 2 porsi,tetapi untungnya badanku tidak pernah gemuk. Mungkin inilah keistimewaan yang harus aku syukuri. "Heem enak banget," aku berusaha menjawab walau terdengar kurang jelas karena masih mengunyah makanan di dalam mulutku. "Makanlah yang banyak," ucapnya padaku. Dia begitu perhatian dan lembut padaku. Senyumannyapun manis sekali, itu yang membuatku sangat menyukainya. Selain itu juga dia selalu memanjakan diriku, seperti halnya Papa dan Sanas yang selalu berpikir kalau aku ini masih kecil dan tak bisa melakukan apapun sendirian. "Akhirnya, kenyang sekali!" aku mengusap perutku. "Bagaimana tempat kerjamu?" tanya nya. Aku memang belum cerita apapun padanya padahal aku sudah bekerja selama satu minggu di perusahaan itu. "Lumayan menyenangkan, aku sudah mulai terbiasa. Oh iya gimana dikantor?" "Syukurlah, di kantor baik-baik saja. Oh iya yang aku dengar katanya atasan kamu masih muda dan belum menikah?" tanyanya dengan tatapan yang penuh selidik. "Ahh itu... Iya dia memang masih muda," malas sekali harus membahas si pria perfectionist itu apalagi dia sangat galak. "Dia tampan?" tanya Reno, ihh Reno apaan coba nanyain dia mulu. Apa reno cemburu yah? "Iya dia tampan tapi sangat menyebalkan dan galak," ucapku terus terang. "Masa sih? Tapi memang dia pria super dingin dan keras kepala dikalangan pengusaha," jelas Reno, dan aku hanya mengangkat kedua bahuku acuh. ♥ Aku kembali ke kantor dan berlari dari pintu lift hingga mejaku yang cukup jauh dari pintu lift. Saat aku sampai, ternyata sudah ada Bos galakku tengah bersandar dimeja dengan tatapan tajamnya.Astaga,, apa aku berbuat salah? Kenapa tatapannya begitu mengintimidasiku? "Darimana saja kamu, sampai telat 30 menit," ucapnya begitu dingin. "Saya tadi lagi istirahat Pak, terus saya berbincang dulu dengan reseptionist soalnya ada yang mau membuat janji dengan anda," ucapku sejujur-jujurnya. "Alasan saja," ucapnya tetap dingin. "Ini Pak, tuh lihat!" Aku memperlihatkan kertas dari receptionist genit itu didepan wajah pak Felix yang terhormat. "Lain kali jangan terlambat lagi. Aku tidak suka dengan karyawan yang tidak disiplin," ucapnya penuh penekanan membuatku bergidik ngeri menatap tatapan elangnya yang tajam. "Selesaikan dokumen ini. Dan siapkan juga untuk bahan meetingku besok." tambahnya seenak jidat dan pergi meninggalkanku. "Huh dasar tukang perintah!" ♥ "Aku pulang!" Aku berteriak tetapi rumah sangat sepi, pada kemana sebenarnya. Papa kemana yah? Apa belum pulang?Masa sih, tidak seperti biasanya. Aku berjalan menuju kamar Papa dan membukanya setelah mengetuknya. "Papa kenapa?" aku sangat khawatir melihat Papa yang sedang terbaring diatas ranjang. Ini masih sore dan Papa tidak seperti biasanya tidur disore hari. "Papa tidak apa-apa Sayang, hanya kelelahan saja nantinya juga sembuh," ucap Papa, aku tau Papa hanya berpura-pura saja untuk menenangkanku, tapi mudah-mudahan Papa memang tidak apa-apa. "Hei Sayang, kenapa melamun?" Papa mencolek hidungku. "Papa benar tidak apa-apa?" tanyaku lagi. "Apa perlu dipanggilkan Dokter?" "Tidak perlu Sayang. Papa tidak apa-apa, Kamu tidak perlu khawatir." Akupun hanya bisa mengangguk pasrah. "Sekarang pergi mandi sana, Papa mau istirahat," ucapnya dan aku pun segera beranjak setelah mencium pipi Papa. ♥ Sinar matahari masuk ke celah jendela. Hmmmp rasanya aku malas sekali bangun. Aku melirik jam becker kelinciku dan Waw!!! "Astaga jam 7 lewat 15 menit!aku kesiangan!!!" Aku langsung melompat dari atas ranjang dan berlari ke kamar mandi. 15 menit aku sudah siap dengan rok sepan warna pink dipadu dengan kemeja putih dan blezer pink juga. Rambutku aku ikat biar terlihat rapi.Aku segera menyambar tas dan berlari keluar kamar. Aku menghampiri Papa dimeja makan yang ternyata sudah ada Reno disana. "Sayang, kamu datang ?" tanyaku heran, tidak biasanya Reno datang sepagi ini. "Ya, aku mau mengantarkanmu ke kantor," ucapnya. "Ya sudah, ayo sekarang kita berangkat, aku sudah sangat terlambat.” "Baiklah, ayo," ucapnya beranjak dari duduknya. Aku menghampiri Papa dan memeluknya dari samping lalu mencium pipinya."Bagaimana kondisi Papa?" aku khawatir Papa masih sakit. "Papa sudah merasa jauh lebih baik, apa kamu tidak lihat Papa sehat bugar begini," ucap Papa diiringi kekehannya. Papa memang paling bisa menenangkan anaknya agar tidak khawatir. "Syukurlah, aku berangkat dulu yah Pa, muachh!" Aku mencium pipi Papa dan beranjak pergi. "Kamu tidak sarapan dulu?" teriak Papa saat aku sudah beberapa langkah meninggalkannya. "Tidak akan sempat Pa, nanti saja dikantor," jawabku tak kalah keras. Selama perjalanan aku benar-benar resah, waktu sudah menunjukkan pukul 8 tepat. Pasti aku kena semprot lagi sama Ceo galak itu. Aku terus menerus melihat jam tanganku. Reno terlihat sesekali memperhatikan tingkahku. "Tenanglah honey, sebentar lagi juga sampai," sahut Reno. "Iya tapi ini sudah jam 8 lewat, pasti aku disemprot lagi sama atasanku.” "Iya memang, tetapi kamu bisa bilang macet atau apa gitu," ucapnya enteng. Aku tak menjawabnya hanya melihat keluar jendela. Sejujurnya aku tidak terbiasa berbohong. Tak lama, akhrnya sampai juga di perusahaan tempatku bekerja. Setelah mencium pipi Reno, aku segera berlari masuk kedalam kantor dan menaiki lift. Ting Aku berlari lagi hingga sampai mejaku dan ternyata sudah ada Ceo galak itu sedang melipat kedua tangannya didada. Tatapannya menakutkan sekali. Aku masih mengatur nafasku dihadapannya, jantungku berdetak lebih kencang, mungkin karena sehabis lari marathon. "Ma...afkan sa..ya P..aa," ucapku terbata-bata. "Atur dulu nafasmu," sahutnya. Akupun menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya. "Jadi?" tambahnya mungkin karena melihatku sudah mulai tenang. "Pa Felix maafkan saya, saya tadi bangunnya kesiangan karena menyelesaikan dokumen untuk meeting Bapak hari ini. Saya sungguh-sungguh Pa, saya tidak berbohong!" ucapku tanpa jeda karena takut langsung dipotong oleh pa Felix. "Saya tidak mau tau alasan kamu, saya tidak suka dengan karyawan yang tidak disiplin !!" bentak pa Felix. Membuatku tersentak kaget, aku hanya bisa menundukkan kepalaku saja menerima omelannya"Dan lagi ini kantor bukan lapangan olahraga!" omelnya lagi. "Maafkan saya pa Felix, saya janji tidak akan mengulanginya lagi," ucapku memperlihatkan wajah memelasku sebaik mungkin. Mudah-mudahan si pria muka datar dan dingin ini bisa tersentuh. "Oke!" Apa ini, dia berjalan mendekatiku terus dan memojokanku hingga pantatku menabrak mejaku sendiri. Dia mengurungku dengan kedua tangannya, membuatku tidak bisa bergerak.Ya Tuhan... Apa yang akan dia lakukan? Papa... Tolonglah anakmu yang cantik ini...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN