Jasmine baru selesai mandi, ia tersenyum menatap pigura besar yang menempel di dinding. Itu adalah potret saat ia dan Sean menikah. Baik Sean maupun maupun Jasmine, keduanya tersenyum lebar.
Jasmine mengingat saat-saat kebersamaan mereka saat kecil. Sean merupakan anak dari salah satu teman Ibunya. Usianya lebih tua 5 tahun dari Jasmine. Mereka bertetangga saat itu, dan mereka pun sering main bersama. Sean sering mengajarkannya banyak hal. Bahkan saat dirinya tidak ingin ikut les, Sean yang dengan semangat mengajarinya dan memberikan les private kepadanya. Ia tidak menyangka bahwa pria yang sudah sekian lama ia puja dan sukai akan menjadi suaminya saat ini. Kehidupan rumah tangganya cukup bahagia walau Sean selalu meninggalkannya karena pekerjaannya yang sebagai seorang pilot.
“Baru sehari kau pergi, aku sudah kangen. Bagaimana aku bisa menunggu sampai 2 bulan lamanya,” gumam Jasmine.
Tring tring
Mendengar suara dering handphone, Jasmine segera mengambil handphonenya dan tersenyum lebar saat ada panggilan video dari pria yang baru saja ia pikirkan.
“Hai.”
“Hai.”
“Kamu sedang apa? Kenapa masih memakai handuk?” seru Sean. “Kau ingin menggodaku, hm?”
“Aku baru selesai mandi. Di sini kan masih pagi, hanya beberapa jam perbedaan di antara kita,” seru Jasmine. “Kamu baru pulang?”
“Ya, aku baru saja sampai ke wisma. Cukup melelahkan penerbangan kali ini. Cuacanya cukup buruk.”
“Tapi tidak ada masalah dalam penerbangannya?” tanya Jasmine mengambil duduk di sisi ranjang.
“Sudah pasti. Tidak ada yang sulit untuk kapten Sean,” seru Sean dengan penuh percaya diri membuat Jasmine terkekeh.
“Suaminya Mine memang hebat,” seru Jasmine dengan nada manja membuat Sean terkekeh.
“Sudah sarapan?” tanya Sean.
“Hmm, belum. Aku sejak tadi sedang memikirkanmu,” seru Jasmine.
“Kenapa? Kau merindukanku?” seru Sean.
“Tidak!” jawab Jasmine memalingkan wajahnya yang memerah.
“Ck, kau tidak bisa berbohong. Aku tau kau sudah sangat merindukanku,” seru Sean.
“Lalu apa kau juga merindukanku?” tanya Jasmine.
“Sudah pasti. Tidak ada yang berisik dan merecokiku di sini,” seru Sean.
“Ck, itu bukan kangen. Kau merasa damai tanpa aku,” seru Jasmine.
“Kamu paham.”
“Sean!”
Sean tertawa melihat wajah cemberut Jasmine yang sangat menggemaskan. Istrinya itu walau seorang direktur utama dan tegas di hadapan orang lain. Bahkan Jasmine di kenal seorang wanita yang dingin dan jutek. Tetapi hanya kepada Sean ia bersikap manja dan masih sangat kekanakan.
“Iya, aku sangat merindukanmu, Mine.”
“Benarkah?” seru Mine berusaha menunjukkan ekspresi santai tetapi Sean dapat melihat seburat merah di wajahnya. Ia selalu gemas dengan berbagai ekspresi yang di tunjukkan oleh istrinya itu.
“Baiklah, aku sudah melihatmu. Sekarang aku ingin mandi dan beristirahat.” Seru Sean.
“Oke. Aku akan bersiap untuk berangkat ke kantor,” seru Mine.
“Jangan lupa sarapan.”
“Oke. Selamat beristirahat.”
“Aku mencintaimu,” seru Jasmine dan Sean hanya tersenyum kepadanya.
Sambungan panggilanpun berakhir. Jasmine terdiam sesaat. Setiap kali ia mengatakan cinta, Sean hanya tersenyum dan tidak membalas ucapannya. Terkadang Jasmine berpikir apa suaminya mencintainya atau tidak. Tetapi perlakuan Sean seakan menunjukkan kalau dia juga perduli pada dirinya.
“Apa sih yang aku pikirkan. Jelas Sean juga mencintaiku,” gumam Jasmine beranjak dari duduknya.
***
Sean keluar dari wisma dengan mengenakan kaos dan celana jeansnya. Ia berjalan untuk mencari makan. Suasana di jalanan begitu ramai dan penuh.
Ia berjalan memasuki sebuah restaurant dan memesan makan di sana seraya memesan kopi untuk bersantai sejenak. Sean memainkan handphone nya. Ia memiliki sebuah usaha tanpa di ketahui Jasmine. Ia ikut dalam program invertasi saham awalnya. Sebenarnya Jasmine sempat memberikan saham untuknya tetapi Sean menolak. Ia ingin mencari kesuksesan seorang diri tanpa bantuan siapapun, apalagi dari istrinya. Keluarga Sean memang tidak sekaya keluarga Jasmine.
Sean memeriksa saham yang nilainya semakin tinggi. Dan ia sudah memiliki 45% saham dari sebuah perusahaan besar. Awalnya ia hanya investasi sedikit, dan lama kelamaan semakin nilai saham naik, keuntungan yang di dapat pun semakin besar. Dan kini ia cukup puas dengan pencapaiannya.
“Ah!” pekik seseorang mengalihkan focus Sean yang tengah menatap layar handphone nya ke sumber suara. Di luar restaurant terlihat seorang wanita yang di Tarik paksa oleh tiga orang pria.
“Lepaskan aku!” jerit wanita itu.
Hati nurani Sean tidak bisa membiarkan kekerasan terjadi di depan matanya. Ia pun beranjak dari duduknya dan keluar dari restaurant.
Sean mengikuti orang-orang yang membawa wanita itu. Mereka berbelok ke sebuah gang kecil.
“Kau pikir bisa kabur dari kami, hah? Cepat bawa dia ke bos!” seru salah satu dari mereka.
“Aku mohon jangan,” isak wanita itu penuh ketakutan. Wajahnya lebam.
“Memohonlah pada bos,” tawa orang-orang itu.
“Lepaskan dia,” seru Sean membuat mereka semua berbalik kea rah Sean.
“Jangan ikut campur. Ini bukan urusanmu!” seru salah satu dari mereka.
“Kalian tidak bisa memaksanya seperti itu,” seru Sean.
“Tolong, tolong aku!” isak wanita itu. “Mereka ingin menjual saya. Tolong!” isak wanita itu.
“Diam kau jal*ng!”
Saat salah satu pria itu akan memukul wanita tadi. Sean segera meluncurkan tendangannya dan berkelahi melawan ketiga orang itu.
Akhirnya ia berhasil menjatuhkan ketiga orang itu.
“Anda tidak apa-apa, Nona?” tanya Sean berjalan mendekati wanita yang terduduk bersandar ke dinding dengan penuh ketakutan.
“Te-terima kasih,” gumamnya dan jatuh pingsan.
“Nona-?”
***
Sean membawa wanita tadi ke rumah sakit yang berada di sekitar sana. Wanita itu mengalami dehidrasi juga kelaparan. Ada beberapa lebam di tubuhnya, yang masih baru dan sudah lama.
Sean cukup empati melihat kondisi wanita yang masih terbaring di atas brankar.
Suara dering telpon menyadarkan Sean yang terfokus melihat wanita yang terbaring di brankar.
“Hallo.”
“….”
“Aku sedang keluar-“ Sean berjalan keluar ruangan dan berbicara dengan seseorang dari sebrang telpon.
Wanita itu mengerjapkan matanya saat mendengar suara pintu tertutup. Ia membuka matanya perlahan dan menatap sekeliling ruangan.
“Aku dimana?” gumamnya.
Ia melihat sekeliling ruangan dan menatap kea rah tangannya yang di infus.
“Sepertinya aku di rumah sakit,” gumamnya.
“Anda sudah bangun, Nona?” seruan itu membuatnya menoleh ke sumber suara dan ia ingat pria itu adalah orang yang menolongnya tadi.
“Terima kasih karena anda sudah menolong saya,” seru wanita itu.
“Tidak masalah. Anda hanya perlu beristirahat,” seru Sean.
“Apa anda ingin menghubungi keluarga anda?” tanya Sean dan wanita itu menggelengkan kepalanya.
“Aku- aku tidak memiliki keluarga. Aku sebatang kara,” serunya.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana anda bisa berurusan dengan para preman itu?” tanya Sean.
“Itu-“ wanita itu kesulitan untuk berbicara.
“Tidak perlu menjawabnya kalau anda tidak bisa mengatakannya. Sekarang beristirahatlah,” seru Sean.
“Terima kasih banyak, Mr?”
“Nama saya Sean.”
“Mr. Sean. Saya tidak tau apa yang akan terjadi pada saya kalau anda tidak menolong saya,” seru wanita itu menangis.
“Tidak masalah. Siapa nama anda?”
“Nama saya, Narmia. Anda bisa memanggil saya Mia,” seru Mia membuat Sean menganggukkan kepalanya.
“Saya akan memanggil Dokter untuk memeriksa kondisi anda,” seru Sean beranjak pergi meninggalkan Mia.
***
NOVEL "My Everything" Seri Brotherhood 2
1
Pagi yang cerah dan sejuk di AMI hospital atau Rumah Sakit Adinata Medika International. Salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Rumah sakit milik keluarga Adinata, yang sudah masuk kriteria rumah sakit terbagus se-ASIA.
Diparkiran khusus para Dokter petinggi, baru saja terparkir sebuah mobil sport McLaren 650S berwarna putih tulang. Tak lama pemilik mobil itupun keluar, dengan menenteng tas kecil di tangan kanannya. Kemeja Biru dengan tangannya yang dilipat hingga siku dipadu dengan celana satin hitam yang sangat pas dengan tubuh pria jangkung itu. Pria dengan wajah khas blasterannya. Pria ini memiliki mata coklat tajam dengan bulu mata yang lentik. Membuat semua mata yang beradu dengan mata itu akan meleleh seketika. Tidak hanya itu, pria yang tengah berjalan menyusuri lorong rumah sakit itu juga memiliki hidung yang mancung dengan bibir tipis dan merah. Rahangnya yang kokoh dan tegas dipenuhi bulu-bulu halus dan tidak terlalu tebal, sangat kontras dengan kulit putih bersihnya. Sungguh sosok yang sangat sempurna dimata kaum hawa yang melihatnya.
"Selamat pagi Dokter Dhika"
Sapa beberapa Suster dan Perawat lainnya yang berPapasan dengan lelaki jangkung yang dipanggil Dokter Dhika itu. Senyuman manis terukir dibibir seksinya, membuat beberapa Suster dan Perawat itu terPaku ditempat. Bahkan beberapa orang yang melewatinya dibuat speechlees dan menganga kagum. Ada juga yang sampai menabrak tong sampah, dinding rumah sakit bahkan pintu. Pria yang disapa Dokter Dhika itu terus berjalan memasuki lift, tanpa menghiraukan kegaduhan disekitarnya dan menekan tOmbol 9 untuk menuju ruangan miliknya.
Ting
Pintu lift terbuka dan memperlihatkan beberapa ruangan yang semua dindingnya adalah kaca. Pria itu berjalan menyusuri lorong dan masuk kesebuah ruangan yang di atas pintunya tertulis Manajer. Pria itu menyimpan tasnya di atas meja yang terdapat Papa name tag yang terpajang manis di atas meja, bertulis Dr. PraDhika Reynand Adinata, Sp.BTKV,FECTS. Kepala Dokter spesialis bedah thoraks dan kardiovaskuler.Dokter PraDhika yang biasa dipanggil Dokter Dhika itu mulai menyalakan laptopnya dan memasukkan sebuah CD ke dalam CD RoOm. Setelah itu munculah isi dari CD itu di layar laptop bahkan di tiga computer yang ada di sudut kanan mejanya. Dhika berjalan ke depan meja panjang yang terdapat 3 layar computer itu. Data medis milik seorang pasien terpangpang jelas di sana dari beberapa sudut organ yang bermasalahnya. Dhika terlihat mengamati dengan teliti setiap bagian dari organ pokok manusia itu.
"Severe Three Vessels Coronary Artery Disease," gumam Dhika dan terus mengamati 3 layar di hadapannya dengan bagian yang berbeda. # Severe Three Vessels Coronary Artery Disease (penyakit jantung koroner dengan sumbatan di 3 pembuluh darah koroner kantung). Dhika merogoh saku celana satinnya dan mengeluarkan handphone miliknya. Dhika terlihat mengotak ngatik handphonenya dan menempelkan handphone ke telingtanya untuk menghubungi seseorang.
"Halo Rez, tolong kumpulkan tim operasi 1 dan suruh ke ruangan saya, kita akan melakukan briefing sebelum menjalani operasi siang nanti" Seru Dhika dan memutuskan kembali sambungan telponnya. Dhika berjalan menuju patung yang berfungsi sebagai gantungan baju, disambarnya jas putih dengan name tag Dr. Pradhika Reynand Adinata, Dokter Spesialis bedah Jantung. DiPakainya jas itu, dan sedikit dirapihkannya. Kini terlihat jelas sosok Dokter yang tampan nan rupawan. Selang beberapa saat, datanglah lima orang anak manusia memasuki ruangan milik Dhika. Kelima orang anak manusia yang diantartanya tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki itu berdiri di depan pintu ruangan yang sudah terbuka.
"Permisi Dokter," ujar seorang laki-laki berkaca mata itu. Di name tagnya tertera Dr. Reza Pramuda, Ahli Intensivis. Dhika yang meruPakan ketua tim operasi 1 tersebut. Keempat orang yang memakai jas putih dan satu orang perempuan memakai pakaian Suster, duduk disofa berwarna krem yang ada di ruangan Dhika. Dhikapun ikut menyusul dan duduk disofa single berwarna senada. Sebelah kiri dan kanannya terdapat sofa double yang sudah ditempati para Dokter dan Suster itu. Dhika mulai membuka sebuah berkas yang ada dipegangannya.
"Nama pasien Tn. Risman Hanurung. Dia mengidap penyakit jantung Severe Three Vessels Coronary Artery Disease," ucap Dhika santai sambil menutup berkas itu dan menyimpannya di meja.
"Apa kita perlu melakukan tindakan dengan melakukan pemasangan cincin, Dokter?" tanya seorang Dokter wanita keturunan cina itu. Diname tagnya tertera Dr. Chaily Sugiwo. Dia bertugas sebagai Asisten Utama ketua tim operasi.
"Kita tidak bisa melakukan itu Dr. lly, saya sudah melihat hasil medisnya. Sumbatan yang terjadi dalam jantung pasien sangat banyak dan sangat mustahil kita bisa melakukan procedure itu," jelas Dhika.
"Lalu apa yang harus kita lakukan, Dokter?" tanya seorang pria yang terlihat sudah matang. Dia adalah Dr. Khairul Judin, Dokter ahli paru-paru.
"Kita akan melakukan tindakan CABG atau Coronary Artery Bypass Grafting" Ujar Dhika membuat semua orang yang berada di sana fokus memperhatikan. "Dan saya berharap sangat besar bantuan dari anda Dr. Claudya Ananda Laurent." Tambah Dhika menatap wanita yang duduk disebelah kanannya. Wajah blasteran khas Spanyol-IndoNesia melekat dalam dirinya, wanita yang memiliki mata biru terang dengan rambut pirangnya.
"Saya akan berusaha semampu saya, Dokter." jawab Claudya yang meruPakan Dokter spesialis anestesi kardiovaskuler. Dan yang terakhir adalah Suster handal bernama Meliana Dolna.
"Baiklah, nanti siang kita akan melakukan operasi dengan system CABG. Dokter Reza, tolong persiapkan semuanya. Dan Dr. lly, tolong kamu periksa kondisi pasien saat ini," Seru Dhika.
"Baik Dok," ucap kelima orang itu. Setelah berdoa bersama sebelum melakukan operasi, mereka semua akhirnya keluar dari ruangan Dhika, meninggalkan Dhika sendirian disana.
***
Semua persiapan untuk operasi sudah dilakukan. Dhika baru saja keluar dari ruang ganti dan mengganti pakaiannya dengan pakaian steril berwarna biru untuk operasi lengkap dengan penutup kepala, masker dan kaca mata pembesarnya. Dhika mulai mencuci kedua tangannya hingga bersih dan memasuki ruangan operasi. Pintu bergeSer dengan sendirinya saat Dhika memasuki ruang operasi itu, beberapa Suster memasangkan pakaian steril ke tubuh Dhika dan tidak lupa juga sarung tangan berwarna putih dipasangkan dikedua tangan Dhika. Semua Tim operasi 1 sudah bersiap si posisinya masing-masing. Dhika berjalan ke arah kanan pasien yang sudah tidak sadarkan diri.
"Kalian semua siap?" tanya Dhika mencoba menatap satu persatu mata rekan kerjtanya itu. Dan semuanya mengangguk pasti. "Dr. Claudya, mari kita mulai" ujar Dhika
"Baik, Dok. Saya sudah menyuntikkan 2ml pentothal dan atracurium" jelas Claudya setelah menekan tombol mesin yang ada di hadapannya. "Operasi sudah bisa dilakukan."
"Baiklah, mari kita mulai," Seru Dhika.
"Pisau bedah." Suster langsung memberikan pisau ketangan Dhika. Dhika mulai menggoreskan pisau bedah pada d**a pasien.
"Kanula."
“Bor."
Setelah d**a terbuka dan menamPakan organ yang ada di dalam d**a manusia, Dhika mulai melakukan pembukaan pada sumbatan pembuluh darah koroner sebelah kiri dan kanan. Setelah selesai, Dhika mulai menjahitnya.
"Potong." ucap Dhika dan asisten utamapun menggunting benangnya. Setelah selesai maka dilakukan penutupan kembali pada d**a pasien.
Setelah operasi selesai, Dhika keluar ruang operasi sambil melepas sarung tangannya dan membuka masker yang menutupi hidung dan mulutnya. Pintu bergeSer otOmatis saat Dhika keluar. Diluar para wali pasien sudah menunggu, Dhika mengabari mereka kalau operasinya berjalan dengan lancar.
Setelah berganti pakaiannya kembali, Dhika kembali keruangannya dan duduk dikursi kebesarannya. Ia bersandar ke kepala kursi seraya memikit pangkal hidungnya.
Ia menatap nyalang ke depan, hingga tatapannya tertuju pada laci meja di depannya. Tangannya terulur menarik pegangan laci dan menariknya hingga apa yang ada di dalam laci kini terlihat dengan jelas. Di dalam sana terdapat sebuah USB, Dhika mengambilnya dan mesukan USB itu ke dalam laptopnya. Terdapat sebuah file di dalamnya, tangan Dhika mengarahkan mouse dan mengklik file video itu.
Video berdurasi 3 menit itu menampilkan sosok wanita cantik tengah mengatakan sesuatu dengan sendu. Tangan Dhika terulur mengelus wajah pucat didalam layar laptop itu.
"Sudah 10 tahun berlalu, tapi kamu tidak pernah dating," gumam Dhika menatap wajah gadis di dalam video dengan sendu.
Ketukan pintu menyadarkan Dhika, Dhika segera mengklik close program video itu.
"Masuk," ucap Dhika memperbaiki duduknya. Dan tak lama seorang wanita cantik dengan rambut pirang dan mata birunya masuk kedalam ruangan Dhika.
"Apa kamu sedang sibuk?" tanya wanita itu yang tak lain adalah Claudya.
"Tidak, ada apa?" tanya Dhika.
"Aku ingin mengajak kamu makan siang," ucap Claudya. Claudya meruPakan teman satu kampus Dhika saat kuliah di London.
"Kamu makan siang duluan saja, aku belum lapar."
"Ayolah Dhik, kita cari tempat makan yang paling enak. Mumpung jadwal operasi kita kosong hari ini, jadi kita bisa keluar untuk mencari makan sekalian mencari angin," ujar Claudya dengan manja berusaha membujuk Dhika.
"Baiklah."
Dhika mematikan laptopnya dan melepas jas putihnya. Ia hanya mengambil kunci mobil dan handphonenya saja kemudian berjalan berdampingan dengan Claudya. Semua karyawan dirumah sakit sudah tidak heran lagi melihat kedekatan Claudya dan Dhika, karena memang mereka berdua satu tim dan satu profesi meskipun Claudya mengartikannya lain.
Kini keduanya telah duduk berhadapan di sebuah restaurant western yang berada tak jauh dari rumah sakit. Dia menikmati makan siangnya dalam diam, tanpa sadar kalau Claudya terus meliriknya. jelas sekali tatapan penuh cinta dan berharap dari Claudya, tetapi berbeda dengan Dhika yang seakan tatapannya itu kosong tanpa jiwa.
Claudya memang sudah hapal sekali Dhika seperti apa, dia seperti seorang malaikat yang sangat baik. Bahkan saat kuliah di Londonpun, dia tidak pernah mendatangi club sama sekali. Meski agama mereka berbeda, karena Claudya adalah seorang kristiani, tetapi Claudya tau kalau Dhika sangat rajin dalam ibadahnya. Dia sosok yang sangat sempurna dimata Claudya. Tetapi Sayang Claudya tidak pernah bisa menggapai hati lelaki pujaannya ini. Claudya sampai harus meninggalkan Negara kelahirannya yaitu Spanyol hanya untuk selalu berada dekat dengan Dhika. Claudya hanya bisa meringis kala mengingat Dhika yang tidak pernah menatapnya sama sekali. Padahal dari awal pertemuan mereka, Claudya sudah menaruh hati padanya.
Setelah menikmati makan siang bersama, merekapun kembali kerumah sakit. Dan mulai kembali sibuk dengan pekerjaan mereka.
Mobil sport Mclaren putih milik Dhika memasuki sebuah perumahan elit dan mewah, tak lama mobilnya memasuki gerbang sebuah rumah mewah dengan desain klasik eropa unik modern. Dipojok kanan banyak mobil berjejer rapi. Dhika memarkirkan mobilnya disela tempat yang kosong di samping mobil Ferrari Merah miliknya. Ia berjalan menuju pintu masuk rumah itu, dan menuju ke kamarnya.
Terlihat sepasang sosok manusia yang tengah bersantai di depan televisi di ruang keluarga sambil menikmati makanan yang ada di atas meja. Mereka adalah kedua orangtua Dhika, nyonya Elga Adinata dan tuan Surya Adinata. Terlihat tangan Surya merangkul pundak istrinya dengan penuh kehangatan.Kedua orangtua Dhika memang selalu menunjukkan kemesraan mereka dihadapan putra semata wayangnya itu. Bahkan dihadapan semua orang, meski umur mereka sudah melewati setengah abad tetapi cinta mereka tidak pernah berubah. Cinta memang tak lekang oleh waktu.
Dirumahnya, Dhika hanya tinggal bertiga bersama kedua orangtutanya. Papi Dhika adalah direktur utama bahkan pemilik AMI Hospital yang saat ini sudah sangat berjaya dan terkenal di Negara IndoNesia. FasiLitasnya yang sudah sangat maju dan lengkap, bahkan hampir menyamai rumah sakit yang terkenal di Negara lain. Tetapi karena saat ini Surya sudah mengambil pensiun, keadaannya yang sudah memasuki lansia menyulitkannya untuk terus bekerja. Beliau adalah seorang Dokter spesialis penyakit jantung. AMI Hospital kini diambil alih oleh paman Dhika, yang meruPakan adik kandung Papinya. Dhika belum mau mengambil jabatan direktur utama di rumah sakit milik keluargtanya itu. Dhika merasa belum pantas dan belum saatnya menduduki jabatan tinggi itu.
"Sore Mom, Pap," sapa Dhika seraya mencium tangan kedua orangtutanya.
"Kamu sudah pulang?" tanya Surya.
"Ya Pap, tidak ada lagi jadwal operasi," jawab Dhika hendak beranjak.
"Dhika tunggu," panggil Elga membuat Dhika menghentikan langkahnya yang hendak menuju kamarnya, kemudian menoleh ke arah Elga.
"Ya Mom,,," jawab Dhika.
"Weekend ini kamu sibuk tidak?" tanya Elga.
"Aku gak tau, tapi rencantanya aku mau ke Bandung. Mengunjungi café dan bertemu dengan teman-teman Brotherhood. Sudah lama aku tidak bertemu dengan mereka. Apalagi aku dengar Dewi baru saja melahirkan anak keduanya," jelas Dhika.
"Yahh.... padahal mau ada temen Mommy sama anaknya datang kerumah untuk bertemu kamu," ujar Elga sedikit kecewa.
"Jangan mulai lagi, Mom." Dhika tau apa maksud Mommy-nya itu, karena sudah berkali-kali Dhika dikenalkan dengan beberapa perempuan muda dan cantik, tapi tidak ada yang mampu menggetarkan hati Dhika.
"Dhika, mau sampai kapan kamu seperti ini?" ucap Elga berdiri dan menghampiri anaknya yang berdiri tak jauh darinya. "Umur kamu sebentar lagi sudah mau 32tahun, sudah seharusnya kamu menikah, Nak. Mommy ingin segera menimang cucu!" ujar Elga, selalu seperti ini setiap kali membahas wanita.
"Mom, Dhika udah berkali-kali bilang, kan. Kalau Dhika hanya akan menikah dengan Lita, hanya Lita, Mom! Dan tidak akan ada wanita lain lagi." jelas Dhika dengan masih menjaga intonasi suartanya.
"Tapi Lita sudah pergi 10 tahun yang lalu, dia sudah meninggal, Dhika. Kamu harus menyadari itu." ujar Elga.
"Mom, jangan membuat Dhika melawan Mommy. Aku yakin Lita masih hidup dan akan segera kembali ke sampingku lagi. Mommy tau kan kalau Dhika tidak akan pernah menikah dengan wanita manapun. Ma-na-pun Mom!"
"Tapi sudah 10 tahun berlalu Dhika, dia tidak pernah datang lagi. Sudah Nak, ikhlaskan dia. Dan mulai lah menata kembali kehidupan kamu, bahkan semua sahabat Brotherhood sudah pada menikah dan sudah mempunyai anak. Dewi saja sudah melahirkan anak keduanya.” Elga berusaha membujuk putrtanya yang keras kepala itu. “Mami ingin melihat kamu menikah dan Mami bisa menggendong cucu, sebelum kami pergi. Umur Mom dan Pap sudah sangat tua, Dhika!"
Dhika terlihat menghela nafasnya.
"Keputusan Dhika sudah bulat, Dhika tidak akan menikahi wanita manapun. Hanya Thalita yang akan Dhika nikahi. Kalau dia tidak pernah kembali, maka Dhikapun tidak akan pernah menikah. Dhika akan menghabiskan waktu Dhika dengan mengabdi di rumah sakit" setelah mengucapkan itu, Dhika berlalu pergi memasuki kamarnya, meninggalkan Elga yang masih terus memanggilnya.
Di dalam kamar, Dhika masih berdiri dibalik pintu. Tatapannya kosong menerawang ke depan, tak berbeda jauh dengan hatinya yang kosong dan hampa. "sampai kapan aku harus menunggu kamu" gumam Dhika menghela nafasnya berat.
***
2
Dhika Pov
Seperti yang sudah aku rencanakan, weekend ini aku pergi ke Bandung untuk mengunjungi sahabat-sahabatku. Dewi salah satu sahabatku, sudah menghubungiku berkali-kali. Bahkan mengancamku agar segera datang ke kota Bandung dan menengok keponakanku yang baru lahir satu bulan yang lalu. Memang sudah 6 bulan ini aku tidak pernah berkunjung kesana. Aku terlalu malas untuk mendengar ceramah dan ocehan dari mereka, mengenai perempuan dan pernikahan. Cukup Mommy yang selalu merecokiku dalam masalah perempuan dan pernikahan ini. Sedikit akan aku jelaskan tentang sahabat-sahabatku itu.
Aku dan mereka sudah bersahabat dari sejak kecil, bahkan sejak kami masih di dalam kandungan. Karena kebetulan orangtua kamipun bersahabat. Kami memberi nama Brotherhood pada persahabatan kami, yang artinya persaudaraan. Kami sePakat ingin menjalin persahabatan ini menjadi sebuah persaudaraan dan kekeluargaan. Persahabatan yang terjalin sejak kecil ini, beranggotakan delapan orang dengan lima orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Persahabatan yang diketuakan oleh aku sendiri PraDhika Reynand Adinata. Daniel Cetta Orlando,dia adalah wakil ketua di Brotherhood. Dia termasuk orang yang sangat jelik dan sangat hati-hati dalam bertindak. Maktanya tak heran dia menjadi seorang pengacara yang cukup hebat dan terkenal di kota ini. Selain Daniel, ada juga Erlangga Prasaja. Dia sahabatku yang paling santai, kata-katanya cuplas ceplos dan apa adanya. profesinya adalah seorang Dokter sama sepertiku, hanya saja dia lebih memilih Dokter umum dan bertugas di AMI hospital cabang yang di Bandung. Ada juga ArSeno Basupati, dia sahabatku yang sangat emosional, gampang marah dan tersinggung tetapi sebenarnya dia begitu baik dan humoris. Profesinya adalah seorang CEO diperusahaan yang bergerak dalam bidang percetakan.
Oktavio Adelio Mahya tetapi kami sering di panggil sang Aligator, atau lebih tepatnya Gator. Karena dia keturunan buaya muara dari rawa-rawa. Dan dia yang paling bontot dalam persahabatan ini. Orangnya sangat sederhana, humoris dan mudah akrab dengan sesama. Umurnya masih sangat muda dan jauh dibawahku. Tetapi diusitanya yang muda dia berhasil menjadi seorang pengusaha muda terkenal dalam bidang perhotelan, meneruskan usaha orangtutanya. Mengingat dia, aku teringat alasan dia tidak ingin menikah. Dia hanya ingin bermain-main saja dengan para kaum hawa, mungkin karena belum menemukan wanita yang sesuai dengannya.
Dan untuk para perempuannya, aku mempunyai sahabat yang paling bawel dan selalu saja mengganggu ketentramanku, memang aku paling dekat dengannya karena sifat dewasa yang dia miliki. Dia juga yang memaksaku untuk datang ke Bandung dengan ancaman akan membuat cafeku bangkrut, ancaman macam apa itu. Tidak masuk diakal, dan dia adalah Dewi Zaleka Fredelima Earnnal, dia seorang ibu rumah tangga dan juga membantuku mengurusi café yang aku bangun saat aku kuliah dulu. Dia menikah dengan seorang CEO dari perusahaan yang bergerak dalam bidang proferty. Irene Zahrah Arundati, dia sahabat perempuanku yang paling muda, yang paling cerewet dan selalu ceria. Umurnya sama dengan Okta, tetapi dia sudah menjadi seorang Ibu Rumah Tangga. Iren adalah istri dari ArSeno, anak Brotherhood juga. Mereka yang paling awet berpacaran. Dan yang terakhir Elzabeth Corinna Emery, dia sahabatku yang paling jutek dan galak. Tetapi anehnya dia malah menjadi seorang guru TK, aku heran bagaimana wanita segalak dia bisa menjadi seorang guru tk. Dia sudah menikah dengan salah satu anggota kepolisian, meski pernikahannya sudah jalan 3 tahun, tetapi mereka belum dikaruniai seorang anak. Mereka semua adalah sahabat-sahabatku, sahabat sejatiku. Mereka selalu ada dalam keadaan susah maupun senang, mereka juga selalu membantu setiap ada sahabatnya yang kesusahan. Diantara kedelapan sahabatku itu hanya aku dan Oktavio yang belum menikah. Sedangkan yang lainnya sudah menikah dan memiliki anak.
Aku tersadar dari lamunanku saat sudah sampai didepan sebuah perumahan. Aku membelokkan mobil sportku memasuki perumahan elit Taman Sari ini. Aku memasuki pekarangan sebuah rumah yang terlihat sederhana tetapi gaya klasik modernnya terlihat jelas di sana. Dihalaman rumahnya sudah terdapat beberapa mobil yang berjejer, aku sangat tau siapa saja pemiliknya. Aku turun dari mobil dengan membawa beberapa kantung berisi kado untuk para keponakanku. Aku berjalan memasuki rumah yang pintunya terlihat terbuka sedikit, terdengar suara gelak tawa dan suara berisik dari ruang keluarga.
"Assalamu'alaikum" Seruku saat memasuki ruangan itu membuat semua orang menatap ke arahku.
"Om Dhikaaaaaaa" panggil seorang anak laki-laki berumur 5 tahun menghampiriku.
"Hallo Verrel, ini Om bawa oleh-oleh buat kamu." Aku menyerahkan kotak kado berwarna biru kepada Verrel yang meruPakan anak dari sahabatku Daniel dan Serli.
"Yeeee,,, aku dapet kadoo.. makasih Om..." Verrel berjingkrak senang saat menerima kado itu, membuatku gemas melihatnya. Dan saat bersamaan juga 4 orang anak yang meruPakan anak dari sahabatku juga berlari menghampiriku. 3 orang anak perempuan dan satu laki-laki yang umurnya lebih dari Verrel. Kini sudah berdiri di hadapanku, membuatku berjongkok di hadapan mereka. Aku mengeluarkan kado dari kantong yang aku bawa.
"Ini khusus untuk keponakan Om yang kembar. Buat Randa dan Rindi." Aku menyodorkan kado ke arah dua gadis kembar yang sangat lucu dan cantik. Mereka adalah anak dari sahabatku Irene dan Arseno. Aku mengusap kepala mereka berdua yang terlihat sibuk membuka kado.
"Rasya mana Om?" tanya seorang gadis cantik berumur 4 tahun itu dengan mengadahkan kedua telaPak tangannya, membuatku tersenyum.
"Ini untuk keponakan Om yang paling chubby." Aku menyerahkan kado berwarna pink sambil mencubit pipi chubbynya.
"Yee... makasih Om." Rasya mencium pipiku dan berlari menghampiri kedua orangtutanya.
"Percy dapet gak om Dhika? Kalau nggak, nanti Percy aduin Mama lho," ucap anak berusia 6 tahun ini. Dia sangat mirip dengan Mamtanya tukang mengancam.
"Ada gak yah,? Tapi kantongnya udah kosong, maaf yah Percy, Om lupa," ucapku berpura-pura merasa bersalah.
"MAMA...!!!" teriak anak ini seperti biasanya membuatku ingin tertawa.
"Dhika, jangan mulai. Gue gak mau dia sampe nangis," Seru Dewi yang tengah duduk bersandar di sofa panjang sambil menggendong bayinya.
"Baiklah. Buat Percy, Om bawa special. Kamu ambil sendiri di mobil Om sama yang buat adik kamu yah." Wajahnya yang tadinya cemberut kini menjadi berseri.
Dasar anak kecil.
Setelah membagikan kado, aku berjalan ke arah sahabatku dan menyalami mereka. Aku memilih duduk di samping Dewi. "mana coba anak lu yang kedua?" Ucapku mengambil alih bayi perempuan lucu dalam gendongan Dewi.
"Lu kemana saja, baru dateng?" tanya Daniel.
"Gue sibuk" ucapku datar sambil menatap bayi lucu di hadapanku. "suami lu kemana za? Gak dateng?" tanyaku pada Elza.
"Dia lagi piket" jawab Elza.
"Maklum, lakinya Mamake kan anggota pembasmi kejahatan" ujar Okta
"Kak Dhika, kamu udah sangat pantas lho punya bayi," ujar Serli sambil membantu putrtanya membuka kado.
"Iya jangan hanya ngurusin pasien mulu, tapi urusin masa depan lu" Timpal Dewi, aku tidak menghiraukan ucapan mereka dan lebih fokus membawa main bayi kecil di pangkuanku.
"Jangan mulai deh, Dhika baru datang. Kasian dia, ntar ngambek lagi kayak kemarin dan imbasnya dia gak pernah datang-datang lagi," ucap Elza. Elza memang selalu memahamiku, meskipun dia terlihat cuek tetapi dialah yang selalu peka dengan perasaan sahabatnya sendiri.
"Elza bener, jangan hanya si Dhika yang diPaksa buat nikah. Nih playboy buluk belum nikah-nikah juga" ucap Angga melirik ke arah Gator.
"Yaelah, kalau nikah itu gampang. Tapi gue gak mau, gue malas berkOmitmen sama cewek. Yang udah-udah juga bikin ribet dan nyusahin" cibir Gator. Aku tau dia menyindir siapa. Karena saat kehamilan Serli dan Irene, mereka selalu saja merecoki Gator dan mengganggunya dengan berbagai macam aneka ngidamnya. Membuat Gator kabur ke Jakarta.
"Alasan saja lu, gak ribet kali. Nikah tuh enak. Iyakan ayah" ucap Dewi kepada suaminya.
"Iya enak buat lu berdua, nah kalau bininya kayak kaleng rOmbeng dan cewek Metromini ogah gue," ucap Okta
"Eh Gator, lu gak tau aja. Gue itu termasuk istri idaman para laki-laki, laki gue aja bersyukur dapet istri kayak gue" ujar Irene dengan bAnggtanya
"Iyalah si Seno bersyukur didepan lu. Nah dibelakang lu, dia itu nyesel nikahin lu. Dia takut sama lu,,hahahaha" Semuanya cekikikan mendengar ocehan Okta, karena memang semuanya tau kalau arseno susis alias suami takut istri.
"Emang begitu Sayang?" tanya Irene penasaran.
"Nggak kok Honey, jangan dengerin si Gator," ucap Seno lembut. " Dasar Julid!" cibir Seno.
"Dasar susis," timpal Gator. "Yang terbaik tuh bininya si Angga, dia gak pernah ngerepotin gue saat hamil Rasya. Mereka nikmatin rumah tangga mereka berdua tanpa nyusahin orang lain gak kayak dua cwek aneh ini," ujar Gator menunjuk Serli dan Irene.
"Lu juga kalau ntar udah nikah, pasti ngerasain gimana rasanya. Indah lho menjalani hidup berumah tangga, iyakan sayang." Angga merangkul Ratu yang terlihat merona. Mereka berdualah yang selalu terlihat adem ayem dan romantis.
"Gue nyusahin lu juga, karena Verrel ponakan lu. Sama anak sepupu sendiri juga," cibir Serli.
"Iya, kalau bukan sepupu gue, gue sih ogah. Apalagi ngidam lu aneh banget. Pake pengen keliling semua kota di luar jawab Pake kereta api lagi. Bikin gue muntah-muntah karena terlalu lama dikereta api. Gue curiga si Verrel cita-citanya mau jadi masinis kereta api," ucap Gator.
Ya, aku ingat saat itu, Serli merengek ke Gator untuk menemaninya keliling kota di luar Jawa mengguNakan kereta api. Meninggalkan Daniel sendiri selama seminggu.
"Enak aja lu kalau ngomong, anak gue mau jadi seorang Dokter kayak Omnya," ucap Serli.
"Gimana Verrel aja Bun, dia bebas menentukan apapun keinginannya" ujar Daniel dengan bijaksantanya.
Kami terus berlanjut membicarakan berbagai hal.
"Ommmm Dhikaaaaa..." tawaku terhenti saat melihat Percy datang dengan membawa kado menghampiriku.
"Ada apa?" tanyaku, kalau sudah berkumpul dengan sahabat-sahabatku. Aku mampu meluPakan semua masalah dan luka membekas di dalam hatiku.
"Aku nemuin foto ini di jok mobil Om. Tante ini siapa Om? Cantik banget, malahan Mama dan Tante-tante yang ada di sini jauh kalah cantiknya sama Tante yang di foto ini," cerocos Percy membuatku mengambil foto itu. Aku tersenyum melihat gadis yang ada di foto ini.
"Dia memang sangat cantik." Aku tersenyum kecil mengingatnya. Wanitaku...
Semuanya terdiam, saat aku melihat mereka tengah menatapku dengan berbagai pandangan. "Ada apa dengan kalian? Easy guys... Gue baik-baik saja."