Jasmine tengah sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Sampai handphone nya berdering, ia pun menghentikan aktivitasnya dan menerima panggilan masuk itu.
“Hallo,”
“Jasmine…?”
“Ya, ini siapa?” tanya Jasmine.
“Ini Sania.”
“Oh Sania Jonelle?”
“Ya. Eh kamu beneran udah nikah sama Sean?”
“Ya, kenapa? Kamu dimana sekarang? Lama tak ada kabar.”
“Sekarang aku lagi di Brazil. Ngomong-ngomong kemarin aku lihat suami kamu Sean di salah satu hotel.”
“Ya, dia memang sedang ada pekerjaan di sana,” jawab Jasmine.
“Tapi Mine…”
“Kenapa?” tanya Jasmine.
“Duh tapi jangan marah yah.”
“Kenapa sih?” tanya Jasmine mulai penasaran.
“Gini lho, semalam kan aku makan malam di salah satu hotel nah ternyata di sana aku liat Sean. Dan dia lagi sama wanita,” jelas Sania.
“Wanita? Ah pasti cuma salah lihat,” seru Jasmine terkekeh kecil menyangkal semua itu. Ia sangat mengenal suaminya itu yang juga sahabatnya sendiri.
“Serius lho. Aku tau kamu gak akan percaya, makanya aku ambil potretnya. Makanya aku kirim via email. Coba kamu cek email.”
Jasmine pun memutuskan sambungan telponnya. Ia segera membuka emailnya dari laptop. Dan cukup kaget saat melihat Sean berjalan bersama dengan seorang wanita.
“Ini tidak mungkin,” gumam Jasmine menutup mulutnya sendiri.
***
Setelah mendapat kabar itu, Jasmine mencoba menghubungi Sean tetapi nomornya tidak aktif. Akhirnya Jasmine memilih menunggu kabar darinya, walau hatinya tak tenang, ia tetap berusaha berpikir positif.
“Mrs, hari ini ada meeting dengan perusaha SYL,” seru Yosi.
“Ah ya,” jawab Mine.
“Kebetulan Mr. Erwin dari perusahaan SYL sudah datang dan sudah berada di ruang meeting,” seru Yosi kembali.
“Oke, aku akan kesana,” seru Mine.
Jasmine memasukkan handphone nya ke dalam laci meja kerjanya, dan ia pun beranjak dari duduknya. Ia berjalan meninggalkan ruangan diikuti Yosi.
Jasmine memasuki ruang meeting itu.
“Bagaimana kabar anda, Jasmine?” sapa seseorang yang menggunakan setelan jas dengan dasinya yang cocok dengan pria tinggi itu.
“Ya kabarku baik, bagaimana denganmu Erwin?” tanya Jasmine yang kini sudah duduk di salah kursi yang berada di dekat Erwin.
“Aku juga baik.”
“Kalau begitu kita langsung bahas ke pekerjaan saja,” seru Jasmine dan Erwin menganggukkan kepalanya.
Erwin adalah rekan kerja sekaligus teman saat kuliah. Jasmine sudah mengetahui kalau Erwin memiliki perasaan kepadanya, tetapi Jasmine tak memperdulikannya karena ia sudah menikah dengan Sean. Dan setelah lama menghilang, Erwin kini kembali dengan memimpin perusahaan Ayahnya dan kini menjadi rekan bisnis Mine.
Erwin terus berkata-kata yang menggoda pada Mine, ia juga merayu Mine, tetapi Mine menganggapnya hanya bercanda dan tak pernah serius.
“Berhenti bermain-main, Win.” Tegur Mine membuat Erwin terkekeh.
“Kamu tetap Jasmine yang jutek, tak pernah berubah,” kekeh Erwin membuat Jasmine memutar bola matanya jengah.
***
Mine baru saja selesai membersihkan dirinya. Ia tengah mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil.
Gerakan Jasmine terhenti kala handphone nya berdering dan menunjukkan nama seseorang yang sudah membuat Jasmine kesal seharian ini.
“Hallo!” seru Jasmine saat menerima telpon itu.
“Ada apa dengan nada bicaramu,”
“Darimana saja baru bisa menghubungiku? Sibuk dengan wanita barumu!” seru Jasmine dengan nada nyolot.
“Apa maksud kamu? Aku baru saja mendarat, kamu tau kan hari ini aku ada penerbangan,” jawab Sean. “Sebenarnya kamu kenapa sih Mine, kenapa uring-uringan?”
“Siapa perempuan di hotel itu, Sean?”
“Perempuan? Perempuan yang mana?”
“Jangan bohong! Aku sudah lihat fotonya, sekarang jelaskan siapa perempuan berambut sebahu itu?”
Sean terdiam beberapa saat dan terdengar helaan nafas dari sana.
“Dia Mia,” jawab Sean.
“Sialan kamu Sean! Kamu pergi meninggalkanku hanya untuk bersenang-senang dengan selingkuhanmu!” amuk Jasmine.
“Aku tidak berselingkuh. Dengarkan aku dulu, Mine.”
“Aku tidak mau mendengar penjelasan apapun darimu. Kamu sudah mengakuinya, dan bahkan memberitahukan namanya padaku. Bahkan kalian berada dalam satu hotel. Apa kau menghabiskan malam dengannya, kau tidur dengannya, bukan?” Jasmine semakin tak terkendali dan berteriak kesal.
“Dengarkan aku dulu.”
“b******k kamu!”
Tuuutt
Mine sangat kesal sekaligus sakit hati. Ia langsung memutuskan sambungan telponnya. Dan hanya bisa menangis. Dering handphone nya kembali terdengar dan Mine mengabaikannya.
“Jahat kamu, Sean!” isaknya. “Di sini aku harus menahan rindu padamu dan di sana kamu seenaknya bermain dengan wanita jalang. Sejahat ini kamu sama aku, hikzz…”
Jasmine yang kesal pun melemparkan bantal dan memberantakan kasurnya. Ia melampiaskan emosinya pada sesuatu yang ada di hadapannya.
Jasmine memang memiliki temperamen yang buruk, dan ia terbiasa di manjakan oleh segala hal dari kedua orangtuanya. Membuatnya menjadi sosok yang egois, sombong dan juga kekanakan. Tetapi di balik semua itu Jasmine sangat baik hati.
Awalnya juga Jasmine lah yang jatuh cinta pada Sean. Ia sempat menyatakan cintanya pada Sean kala mereka sekolah, tetapi Sean menolaknya. Mereka kembali saat Mine kuliah dan Sean pelatihan pilot di sebuah acara. Mine memaksa orangtuanya untuk melakukan perjodohan dengan keluarga Sean. Akhirnya melalui jalur perjodohan itu mereka pun menikah. Awalnya Jasmine pikir Sean akan kembali menolaknya ternyata Sean menerima perjodohan itu tanpa mempertimbangkan apapun.
Mereka pun menikah, walau sikap Sean datar dan dingin tetapi Sean selalu memahami Jasmine, dan bahkan Sean selalu tau apa yang diinginkan Jasmine. Walau tak pernah menyatakan kata cintanya, Sean selalu perhatian pada Jasmine dan menerima sikap Jasmine yang selalu kekanakan.
Jasmine sendiri selalu merasa cintanya bertepuk sebelah tangan karena Sean tidak pernah menyatakan perasaannya pada Jasmine. Ia pikir hanya dirinya lah yang mencintai Sean.
***
Di sisi lain, Sean masih di bandara tempat istirahatnya hanya bisa menatap layar handphone nya dan berkali-kali menghubungi Mine yang juga tak mengangkat panggilannya.
“Huft,” keluhnya, akhirnya ia memilih tidak menghubungi Mine lagi. Sean melepaskan topi pilot yang di gunakannya. Ia termenung sesaat memikirkan bagaimana Mine mengetahui mengenai Mia. Sebenarnya foto apa yang di lihat Mine, sampai dia tidak bisa mendengarkan penjelasan Sean satu patah katapun.
“Mungkin nanti aku coba hubungi dia lagi,” gumamnya memasukkan handphone ke dalam saku celananya.
***
Novel "Psycopath Revenge"
Pagi yang cerah di AMI hospital, dedaunan yang berembun membuat sejuk cuaca pagi ini. Di parkiran khusus para dokter, datanglah sebuah mobil Mazda RX-8 berwarna merah maroon. Mobil itu berhenti di dekat sebuah mobil BMW milik salah seorang dokter yang bekerja disana.Tak lama keluarlah seorang wanita dengan memakai rok sepan berwarna hitam di padu dengan kemeja berwarna merah yang bagian lengannya sudah dilipat hingga siku. Wanita dengan perawakan yang terbilang mungil bagi ukuran para wanita biasanya. Rambut panjang pirangnya di ikat kuda sehingga memperlihatkan leher jenjang putihnya. Wanita yang memiliki paras cantik khas Spanyol dengan mata biru terangnya menambah kesempurnaan kecantikannya. Wanita itu menyambar tas berwarna hitamnya dan di sampirkan ke bahu sebelah kirinya lalu menutup pintu mobil dan beranjak memasuki area rumah sakit.
Langkahnya sangat ringan dan anggun. Rambutnya terombang ambing mengikuti langkahnya. "pagi dokter Claudya" sapa dokter Reza.Dia adalah Dokter Claudya Ananda Lawrent dari keluarga Lawrent yang berasal dari Negara Spanyol. Dia adalah seorang dokter bedah spesialis Anestesi Kardiovaskuler di tim operasi 1. Claudya merupakan SpesialisAnestesi terbaik di AMI Hospital.
"Pagi dokter Reza, bagaimana persiapan operasi pagi ini?" tanya Claudya
"Sudah siap semuanya, tapi dokter Thalita dan dokter Dhika belum terlihat," jawab Reza.
"Baiklah, nanti aku akan kembali memeriksa kondisi pasien,” ujar Claudya hendak berlalu pergi sebelum akhirnya suara Reza kembali mengintruksikannya.
“Dokter, kamu sudah dengar kalau dokter Chaily sudah kembali.”
“Dokter Chailly kembali? Serius kamu? wah syukurlah jadi tim satu kembali lagi,” ucap Claudya begitu bahagia. ‘Aku sudah sepet melihat wajah munafik dari Thalita,’ batin Claudya.
“Katanya dia akan menggantikan dokter Thalita untuk sementara waktu, saat nanti dia mengambil cuti melahirkan,” jelas Reza dan Claudya hanya tersenyum puas mendengarnya.
"Baiklah, aku akan keruanganku dulu," ucapClaudya berlalu pergi.
Claudya memasuki ruangannya dan memakai jas dokter miliknya. Setelahnya, diamembuka sebuah map berwarna hijau di atas mejanya, dan sesuatu jatuh ke lantai. “Undangan apa ini?” gumamnya seraya memungut undangan berwarna gold itu.
Ternyata itu adalah undangan pesta temannya saat kuliah dulu. Dia mengadakan party di salah satu club malam yang cukup terkenal di Jakarta.Claudya segera menyimpan undangan itu dan membaca isi map di tangannya yang berisi tentang perkembangan hasil medis salah satu pasien. Setelah membaca dan memahami isi dari berkas itu, Claudya beranjak dengan membawa stetoschope miliknya menuju ruangan UGD.
Sesampainya di UGD, ia mulai memeriksa kondisi pasien seorang wanita lanjut usia yang akan melakukan Tranplantasi Jantung siang ini. Setelah memastikannya, Claudya berjalan menuju ruangan Dhika. Dimana Dhika saat ini memegang posisi Direktur utama di AMI Hospital pengganti Hans pamannya. Tetapi Dhika masih ikut turun tangan untuk melakukan operasi walau tidak sesering biasanya.
Dhika merupakan dokter spesialis bedah Thoraks dan Kadiovaskuler, dan merupakan ketua operasi di tim 1.Claudya mengetuk pintu besar dan kokoh berwarna coklat itu. Setelah ada sahutan dari dalam, ia memasuki ruangan dan terlihat sosok dokter tampan yang duduk dengan tegap dan tenang di kursi kebesarannya, aura maskulin dan penuh intimidasi mendominasi ruangan itu. Claudya sempat terpaku sesaat menatap laki-laki tampan tak jauh di hadapannya. Pria yang begitu ia cintai, bahkan sampai detik ini dimana pria itu sudah memiliki seorang istri.
“Bagaimana?” tanya Dhika membuyarkan lamunan Claudya. Claudya mengerjapkan matanya dan tatapannya langsung beradu dengan mata madu tajam milik Dhika yang tengah menatapnya. Ia berjalan mendekati meja kerja Dhika dan menyerahkan laporan medis padanya.
“Ini hasil medisNy. Anin, Dok. Pasien bisa melakukan operasi siang ini,” ujar Claudya menatap Dhika yang tampak mengangguk paham membaca isi map di tangannya. Claudya masih setia menatap Dhika di hadapannya dengan tatapan penuh cinta dan kekaguman.Dhika yang saat ini mengenakan kemeja birunya yang di padu dengan jas dokter terlihat begitu tampan dan Hot.
Tetapi sejak kapan sih Dhika tidak tampan? Lihatlah perawakannya yang tinggi tegap, wajahnya yang blasteran membuatnya semakin mempesona. Sorot mata coklat dan tajamnya mampu meluluhkan hati. Termasuk Claudya yang begitu menggilai sosok Dhika, walau sekarang status Dhika sudah memiliki istri dan akan segera memiliki buah hati.
“Baiklah aku paham, kamu boleh pergi dokter Claudya. Dan siapkan untuk operasi siang ini,” ucap Dhika dengan nada tenang.
“Baiklah Dokter, saya permisi.” Claudya segera keluar dari ruangan Dhika dan berjalan menuju ruangannya.
Saat ini semua Dokter dari kelompok 1 sudah berada di dalam ruang operasi dengan Dokter Thalita yang merupakan istri dari Dhika sebagai asisten utama operasi. Dia masih bekerja walau sedang mengandung, dan usia kandungannya sudah memasuki usia 8 bulan. Tak lama Dhikapun muncul dengan sudah lengkap menggunakan pakaian operasinya.
“Sudah siap semuanya?” tanya Dhika yang sedang di bantu beberapa asisten operasi memakai sarung tangan karet juga pakaian steril.
“Saya sudah menyuntikkan 2ml penthothal dan atracurium,” ucap Claudya saat Dhika sudah bergabung di tengah-tengah mereka. “operasi sudah bisa di mulai.”
“Baiklah, ayo kita mulai operasinya,” ucap Dhika.
“Pisau bedah.” Suster Melianayang bertugas menjadi asisten Dhika segera menyodorkannya. Dhika mulai menyayat d**a pasien dengan Thalita yang sigap mengusap darah yang keluar.
Dhika mulai melakukan pembedahan pada d**a pasien, hingga tak lama datang dua orang petugas dengan mendorong meja berisi organ pokok yakni jantung yang di bekukan di dalam kotak pendingin yang terbuat dari kaca. Setelah lama berkutat disana dengan bantuan Thalita, Dhikapun mulai melakukan pencangkokan pada Jantung pasien.
“Pedal!” Meliana menyerahkannya ke tangan Dhika. “isi 50 joule,” ucapnya lagi. “shock!”
Deg deg deg
Dalam sekali hentakan, Jantungpun langsung berdetak. Dan Dhika mulai melakukan tahap akhir operasi.
Dhika dan Thalita bersama-sama keluar dari ruang operasi, setelah menyelesaikan operasi yang cukup memakan waktu. Keduanya berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Dhika bahkan sempat berhenti berjalan dan menyeka keringat di kening Thalita membuat Thalita tersenyum. “Kita langsung makan siang bersama,” ucap Dhika yang di angguki Thalita.
Dhika dan Lita baru saja sampai di rumah mereka, dengan sedikit kesulitan Thalita menuruni mobil di bantu oleh Dhika.“Hati-hati saying,” ucap Dhika membantu Thalita keluar. Thalita berjalan bersama Dhika dengan memegang perut buncitnya.
Dhika membawa Thalita menuju kamar mereka, dan membantu Thalita untuk duduk di atas ranjang. “Kamu lelah?” tanya Dhika yang di angguki Thalita. “Aku akan siapkan air hangat untuk kamu, sebentar yah Sayang.” Dhika berlalu pergi.
Thalita terdiam dan masih merenung memikirkan hidupnya. ‘Tinggal dua bulan lagi, Ya Tuhan kenapa waktu berlalu begitu cepat. Bagaimana ini? bisakah aku mengurus kedua buah hatiku nanti?’ Thalita tersentak saat merasakan sesuatu yang lembut membelai pipinya.
“Melamun apa sih?” tanya Dhika yang ternyata sudah duduk di hadapannya.
“Bukan apa-apa, Sayang,” ucap Lita berusaha untuk tetap tersenyum.‘Kenapa aku merasa Thalita tengah menyembunyikan sesuatu dariku?’ batin Dhika. “Baiklah, ayo aku antar kamu ke kamar mandi.”
Satu jam sudah berlalu, Thalita tengah menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Menunggu Dhika yang sedang membuatkan makanan dan s**u hamil.“Sayang, sedang apa kalian di dalam? Mama sangat tidak sabar menantikan kelahiran kalian berdua,” ucap Thalita mengusap perut buncitnya. Thalita memang sudah mengetahui kalau saat ini dia tengah mengandung dua orang bayi, atau lebih tepatnya anak kembar.
Aku mohon, ijinkan aku bersama Dhika. aku ingin menebus semua kesalahanku dan bersamanya. Setelah itu aku akan menuruti keinginan kamu, Mas…
Baiklah,, satu tahun ku beri kamu kesempatan untuk kembali bersama b******n itu. Setelah itu, aku akan kembali merebutmu dan kita meninggalkan Negara ini. Kalau kamu ingkar, jangan harap Vino dan juga laki-laki yang kamu cintai itu selamat….
“Hikzz…Mama harus bagaimana?” isak Thalita yang tak mampu lagi menahan beban ini. Mendekati kelahiran kedua anaknya, bukannya bahagia, Thalita malah merasa takut dan sedih karena itu berarti waktunya telah selesai dan dia harus meninggalkan Dhika dan juga kedua anaknya.“Dengar yah Sayang, kalau nanti Mama tidak bisa menemani kalian lagi. Tolong maafkan Mama, dan jaga Papa kalian. Mama terpaksa hanya akan membawa abang Vino, karena Mama tidak mau Papa kalian kembali hancur seperti dulu. Jadi kalian harus tetap bersama Papa dan jaga dia untuk Mama. Maafkan Mama,” isak Thalita mengusap perutnya, ia tak bisa membendung lagi kesedihan di dalam hatinya yang hampir setiap hari rasanya seperti mencekiknya. “Mama sayang kalian berdua.”
Thalita segera menghapus air matanya saat mendengar suara pintu terbuka.“Ini susunya di minum dulu,Sayang,” ucap Dhika menyodorkan gelas berisi s**u coklat ke Thalita dan Thalita segera meneguknya hingga tandas. “sayang, ada apa? kamu menangis?” tanya Dhika kaget dan menghapus air mata Thalita di sudut matanya.
“Tidak apa-apa sayang, aku sedang mengajak bicara kedua anak kita dan entah kenapa rasanya sangat terharu. Sebentar lagi mereka akan lahir kedunia ini. Pasti rumah ini akan ramai dengan suara tawa anak-anak,” kekeh Thalita tetapi air matanya kembali luruh membasahi pipi. Dhika menatap Thalita dengan seksama, Dhika merasa kalau Thalita menyembunyikan sesuatu darinya. Tetapi Dhika tidak ingin memaksanya.
“Aduhh,” ringis Thalita seraya memegang perutnya.
“Ada apa?” tanya Dhika.
“Kedua bayi kita nendang,” ujar Lita membuat Dhika tersenyum dan mengelus perut Thalita.
“Mereka lagi apa yah, sampe nendang-nendang begini,” kekeh Dhika membuat Thalita ikut tersenyum.
“Aktif banget mereka,” kekeh Lita yang sama-sama mengelus bagian perut yang menonjol karena ulah kedua anak-anak mereka.
“Tenanglah sayang, jangan menyakiti Mama kamu,” ucap Dhika mengecup perut Lita yang menonjol. Dhika sengaja mengangkat pakaian Thalita hingga memperlihatkan perut putih bulatnya. Dhika bergumam seakan membacakan doa untuk kedua buah hatinya dan mengecup perut Thalita dengan lembut. Tak lama kedua anaknya kembali tenang.
Dhika mengangkat kedua kaki Thalita ke atas pahanya. Sudah rutinitas Dhika setiap malam memijit kaki Thalita yang bengkak dan kelelahan. “kaki kamu semakin bengkak sayang, kamu harus banyak beristirahat. Sudahlah jangan melakukan lagi operasi yang membuatmu harus berdiri lama. Dokter Chaily sudah ada dan dia bisa menggantikanmu untuk sementara,” ucap Dhika.
“Aku ingin selalu bersamamu,” ucap Lita dengan manja.
“Kita bisa bersama sayang, aku akan makan siang di rumah dan pulang cepat,” ucap Dhika.
“Aku tidak mau, aku ingin disisi kamu setiap menit. Aku tidak mau jauh dari kamu, Dhika.” ucap Lita dengan sendu.
“Ada apa Sayang? kamu terlihat takut kehilanganku?” tanya Dhika.
“Aku hanya ingin terus bersamamu, apa salah?” Tanya Lita mengerucutkan bibirnya membuat Dhika gemas melihatnya.
“Tidak Sayang, kamu tidak salah. Kamu boleh dekat sama aku kapanpun juga,” ucap Dhika membelai pipi Thalita dengan lembut.
“Apa Vino sudah tidur?” tanya Lita.
“Sudah, barus saja aku lihat dia sudah tertidur,” ucap Dhika dan Litapun mengangguk paham. Dhika masih fokus memijit pelan kedua kaki Thalita yang terlihat bengkak. Thalita menatap wajah Dhika dengan seksama. Dhika tak pernah merasa lelah untuk memanjakan Thalita, walau di rumah sakit dia harus melakukan pekerjaan double. Sebagai Direktur utama dan Dokter bedah,karena Hans sudah mengundurkan diri dan pindah ke Negara Swedia bersama keluarganya. Tetapi Dhika tidak sendirian memimpin rumah sakit karena ada pak Handoko tangan kanan papinya dan sekarang menjadi tangan kanan Dhika. Di tambah 3 orang asistennya yang membantu Dhika mengurusi beberapa berkas di rumah sakit dan juga dia memiliki 5 orang sekretaris dengan tugas mereka masing-masing.
“Sayang,” panggil Lita membuat Dhika menengok menatap Thalita. “apa kamu tidak merasa lelah?” Tanya Thalita
“Tidak, apa kamu sudah mengantuk?” tanya Dhika.
“Belum, aku masih ingin menatap wajahmu,” ujar Thalita membuat Dhika tersenyum manis dan kembali memijit kaki Thalita.
“Jangan buat Dhika hancur lagi, Tuhan. Aku mohon, buatlah dia bahagia walau tanpa ada aku disisinya kelak,’ batin Thalita.
Sabtu pagi di kediaman Pramudya Casandra di Bandung. Dhika terlihat tengah mengotak atik mesin mobil sport favoritnya. Tak lama Thalita berjalan mendekati Dhika dengan membawa nampan berisi minuman dan makanan, Thalita terlihat memakai blouse panjang berwarna kuning tua, rambut panjangnya dia ikat kuda. “Masih belum selesai?” tanya Lita saat sudah berdiri di samping Dhika.Mendengar panggilan dari istri tercintanya,Dhikapun menengok dan tersenyum kearah Lita.
“Sebentar lagi, Sayang. Aku lupa kemarin belum sempat di service, remnya sedikit longgar,” jawab Dhika.
“Ini minum dulu orange jusnya biar segar,” ujar Lita menyodorkan segelas orange jus ke Dhika.
“Kenapa kamu buatkan ini untukku? Aku kan sudah bilang jangan melakukan kegiatan apapun,” ujar Dhika dengan tatapan khawatirnya.
“Ini di buat sama mama kok, aku hanya mengantarnya saja,” ujar Lita membuat Dhika akhirnya meneguk minuman itudan kembali menyimpannya diatas nampan.Thalita mengusap bulir-bulir keringat dari pelipis Dhika dengan tissue di tangannya membuat Dhika menghentikan aktivitasnya dan menengok ke arah Thalita.“Wajah kamu cemong-cemong,” ujar Lita terkikik sambil sesekali mengusap wajah Dhika yang kotor dengan sebelah tangannya yang tidak memegang tissue.
Cup
“Kenapa menciumku?” tanya Lita mematung seketika mendapat kecupan singkat yang tiba-tiba dari suaminya.
“Tidak apa-apa, bibir kamu melambai-lambai minta ku cium,” ujar Dhika tersenyum membuat Lita terkekeh.
“Modus kamu.” Thalita memukul lengan Dhika yang hanya terkekeh.
“Duduklah di teras, disini panas,” ujar Dhika dan Litapun berjalan ke arah teras, duduk manis disana sambil menatap Dhika.
Dhika dan Thalita memang sedang berkunjung kerumah orangtua Thalita di Bandung. Usia kandungan Lita sudah memasuki bulan ke 9. Dhika semakin ketat menjaga Thalita, bahkan Thalita sudah tidak diperbolehkan bekerja dan hanya duduk manis diruangan Dhika untuk menemaninya.
Keesokan harinya, Dhika dan Thalita menuju ke café yang di kelola Dhika saat dia kuliah dulu. Tak lama, Brotherhood datang bersama anak-anak mereka minus Elza. Dhika selalu menyiapkan meja khusus bagi Brotherhood di lantai atas. Thalita sudah berbincang-bincang dengan para wanita sambil menunggu pesanan. Kecuali Dhika yang masih sibuk berbincang dengan Sandra di ruangan Dhika membahas beberapa pekerjaan.
Brotherhood adalah nama persahabatan Dhika bersama teman-temannya saat mereka kecil dulu. Dhika adalah Leader dari Brotherhood. Dhika yang berprofesi sebagai Dokter bedah sekaligus Direktur utama di AMI hospital, rumah sakit milik keluarganya sendiri. Rumah sakit yang sudah masuk Go Internasional dan bahkan kualitasnya hampir menyamai rumah sakit di Singapura dan Jerman. Selain itu juga, Dhika memiliki beberapa usaha Café di kota Bandung dan Jakarta. Selain Dhika, ada juga Daniel yang berprofesi sebagai seorang Pengacara. Dan istri dari Daniel adalah Serli, yang merupakan sahabat dekat Thalita. Ada juga Oktavio, dia juga anggota dari Brotherhood, dia seorang CEO dari perusahaan perhotelan terbesar di Indonesia dan bahkan beberapa sahamnya menyebar hingga mancanegara. Istrinya juga yang bernama Clarissa atau biasa di panggil Chacha seorang dokter kandungan di AMI Hospital dan juga merupakan sahabat Thalita dan Serli. Selanjutnya ada juga Erlangga, dia berprofesi sebagai dokter umum di AMI hospital. Dan istrinya Ratu yang juga sahabat dari Chacha, Thalita dan Serli. Selain Erlangga, ada juga Arseno yang merupakan CEO dari sebuah perusahaan terbesar dalam bidang komunikasi dan percetakan. Istrinya adalah Irene, yang juga termasuk anggota Brotherhood. Selain kelima pria dan Irene itu, masih ada dua wanita lagi anggota Brotherhood, yang tak lain adalah Elzabeth yang merupakan guru Tk, tetapi saat ini dia sedang taka da di Jakarta. Karena profesi suaminya sebagai anggota kepolisian, dan mau tak mau Elza harus mengikuti kemanapun suaminya pergi. Dan yang terakhir adalah Dewi Zaleka, dia seorang Ibu Rumah Tangga yang membantu Dhika mengurusi café milik Dhika. Dewi adalah seorang istri dari seorang CEO di sebuah perusahaan proferti. Itulah Brotherhood, yang beranggotakan 5 orang pria, dan 3 orang perempuan. Persahabatan yang sudah di bangun dari sejak mereka kecil.
Tak lama Dhika datang menghampiri semuanya yang terlihat tengah menikmati makanan. “Gimana? Enak kan rasanya,” tanya Dhika duduk disamping Thalita.
“Delicious,” ujar Okta dengan mengecup tangannya yang membentuk huruf O.
“Very tasty,” ujar Irene sambil mengunyah makanannya.
“Sempurna deh Dhik” ujar Dewi
“Rasya saja sampai nambah” ujar Ratu yang tengah menyuapi Rasya, putrinya.
“good, berarti gue gak salah pilih chef” ujar Dhika yang tengah menerima suapan dari Lita.
“gue yakin, café loe bakal tambah rame. Lihat saja sekarang, sampe pada rela nungguin meja kosong” ujar Daniel
“ya Alhamdulillah, rezekinya twin” ujar Dhika seraya mengelus perut Lita.
“kalau mau nambah, nambah saja. Gratis kok buat kalian” ujar Dhika
“siap 45, Dhik” ujar Seno yang tengah membantu Randa makan dan Irene membantu Rindi makan.
Saat tengah menikmati makanan mereka, tiba-tiba seorang pria datang menghampiri meja mereka. “Chacha” panggil pria itu membuat Chacha menengok dan melotot sempurna karena kaget.
“Gi-Gilang” gumam Chacha kaget membuat Lita, Serli dan Ratu ikut menengok, seketika diikuti yang lainnya.
“ternyata bener kamu, apa kabar Chacha? Kamu terlihat semakin cantik saja” ujar Gilang langsung menarik tangan Chacha dan belum menyadari kalau Chacha tengah hamil karena posisi Chacha yang duduk.
“a-aku baik, Lang” ujar Chacha yang masih kaget menatap Gilang sang cinta pertamanya. Okta sudah kesal setengah mati di samping Chacha menatap ke arah Chacha dan Gilang.
“heh kecoa kering, ngapain loe pegang tangan bini gue” Okta langsung berdiri dan melepas pegangan Chacha dan Gilang.
“ini suami kamu Cha?” Tanya Gilang menatap Okta dari atas hingga bawah
“ngapain tuh mata pake jelalatan natapin tubuh gue, terpesona loe sama gue?” ujar Okta memasang wajah sangarnya.
“santai bos, gue hanya nyapa Chacha saja” kekeh Gilang dan pandangannya terarah ke Thalita. “eh ada Thalita juga, kamu tambah cantik saja Tha” puji Gilang langsung mendekati Lita dan membuat Dhika langsung berdiri menghalangi Gilang.
“ada urusan apa loe sama istri gue? Kalau gak ada, silahkan pergi dari sini” ujar Dhika tajam
“oh ini suami kamu, Tha? Aku kira kamu belum menikah, padahal selama ini aku menunggu kamu, lho” ujar Gilang dengan santai
“dasar cowok sableng, masih saja gak berubah” gumam Serli
“gak punya malu banget,,!! heh Gilang. Loe pengen nyobain bogem gue lagi” ujar Ratu berdiri karena kesal.
“sayang, sudah tenanglah. Ini Rasya liatin” tegur Angga
“pergi dari sini sebelum gue panggil keamanan” ancam Dhika menatap Gilang dengan tajam.
“heh kecoa kering kurang gizi. Pergi loe dari sini sebelum gue tendang loe dari sini ke bawah” ujar Okta kesal
“oke oke, easy guys !! Gue tidak berniat mengganggu acara kalian. Gue hanya ingin menyapa wanita di masa lalu gue” kekeh Gilang santai. “gue pergi,, bye baby” Gilang dengan sengaja mengedipkan sebelah matanya ke Chacha yang masih menatap Gilang dengan tajam.
“bye cantik” tambah Gilang mengedipkan sebelah matanya ke Lita dan berlalu pergi dengan santainya.
“Gilang tunggu” panggil Lita membuat semuanya menatap ke arah Lita termasuk Dhika.
“sayang, ngapain sih” ujar Dhika kesal. Thalita tak merespon Dhika dan beranjak dengan sedikit kesusahan menghampiri Gilang.
“apa cantik? Kamu masih pengen ngobrol sama aku yah?” ujar Gilang dengan kepedeannya. “kalau begitu ayo ikut denganku” tambah Gilang
Plak…Sekuat tenaga Thalita menampar pipi Gilang dengan emosi yang meledak.
“aduhh, pedes” ringis Seno
“bisa ompong tuh gigi” tambah Angga
“itu balasan buat loe !!! gara-gara loe gue di tampar sama Chacha dan karna loe juga gue di hina-hina sama dia” pekik Lita kesal setengah mati.
Byur…Tanpa disangka-sangka Chacha juga menghampiri mereka dengan membawa segelas jus alpukat miliknya. Chacha menyembur wajah Gilang dengan jus alpukat itu. “itu buat loe yang udah nyakitin gue, dan buat gue salah paham sama sahabat gue sendiri” ujar Chacha kesal
“mampus loe, di serbu bumil” ujar Daniel membuat Serli terkekeh, begitupun yang lainnya ikut terkekeh.
Gilang hendak marah ke Chacha dan Lita, tetapi dua orang satpam datang, dan dengan perintah Dhika, Gilang langsung di seret keluar café dengan menahan malunya. Chacha dan Lita kembali duduk di kursi mereka dengan masih kesal.“Kenapa loe baru nyadar sekarang kalau antara gue dan Gilang salah paham?” Tanya Lita kesal
“gue baru dapet berkahnya sekarang bukan dulu, lagian gue kesel lihat loe nyamperin gue terus pas lagi sama Gilang” ujar Chacha tak kalah kesal.
“bukan maksud gue mau tebar pesona, gue hanya mengkhawatirkan loe” ujar Lita tak mau disalahkan. Cekcok antara Chacha dan Lita yang membahas masa lalu mereka membuat mood Dhika dan Okta menjadi buruk.
“apa hebatnya sih tuh kecoa kering, tubuhnya saja krempeng gitu sudah gak ada bagus-bagusnya. Tapi bisa di rebutin dua wanita cantik. Benar-benar kecoa kering sialan !!” umpat Okta membuat Chacha dan Lita berhenti cekcok, yang lain hanya melongo menatap mereka berdua.
“loe bener, perasaan masih gantengan loe jauh kemana-mana dibanding die” timpal Dhika yang sama kesalnya.
“kalian cemburu?” Tanya Lita dan Chacha barengan menatap suami mereka masing-masing.
“tau aghhh, gue balik duluan guys” ujar Okta beranjak karena kesal dan Chacha buru-buru berdiri dan duduk rengkuh di hadapan Okta dengan menyodorkan sebuah pisang yang tersaji di atas meja dengan sedikit kesusahan karena perut buncitnya.
“maaf yah crocodile sayang, aku sudah gak ada perasaan apa-apa kok sama tuh kecoa buluk” ujar Chacha membuat yang lain terkekeh melihatnya
“bukannya kamu kesemsem yah ketemu mantan cungkring kamu” ujar Okta
“nggak, kamu suudzon banget sih sayang. Maafin yah,, please please please” ujar Chacha memelas membuat Okta tak tega
“apa tidak ada yang lebih baik dari pisang?” Tanya Okta kesal karena Chacha menyodorkan sebuah pisang ke Okta bukan bunga atau sebagainya.
“bukannya kamu suka sekali pisang yah?” ujar Chacha. “crocodile, aku pegel gini terus. Ayolah terima maafku” ujar Chacha.
“siapa suruh kamu duduk kayak gitu nela?” Okta membantu Chacha berdiri. “ada-ada saja” tambah Okta.
“di maafin yah” ujar Chacha senang.
“iya nenek lampir, puas?” Tanya Okta dan Chacha mengangguk.
“kalau gitu ayo duduk lagi” Chacha langsung merangkul lengan Okta dan mengajaknya kembali duduk.
“si gator bener-bener takluk kalau udah disodorin pisang” kekeh Seno
“namanya juga alligator dari perkebunan pisang” kekeh Angga membuat Okta mencibir. Dhika juga sudah cemberut tanpa merespon pertanyaan Lita.
“gue ke ruangan dulu yah” ujar Dhika beranjak.
“aku ikut” ujar Lita tetapi Dhika tak menjawab dan beranjak meninggalkan Lita sendiri. Thalita berjalan mengikuti Dhika, hingga baru tiga langkah, langkahnya terhenti.
“awwwwwww !!!!” pekik Lita kesakitan memegang perutnya. Mendengar jeritan Lita, langkah Dhika terhenti dan langsung menengok dan berlari mendekati Lita termasuk semua sahabatnya. “perut aku sakit banget,, awwwwww” rintih Lita hingga cairan bening keluar dari sela paha Lita yang tengah memakai dress.
“air ketubannya pecah” ujar Dewi kaget dan khawatir
“segera bawa ke rumah sakit” ujar Chacha dan tanpa pikir panjang Dhika langsung menggendong Lita membuat beberapa orang melihat ke arah mereka.Thalita mencengkram kuat pundak dan punggung Dhika menahan sakitnya. Dhika terlihat terburu-buru menuruni tangga menuju parkiran mobil.