Episode 8

1596 Kata
Saat ini Mine dan Michel tengah menikmati sarapannya dalam diam. Mine baru saja menyalakan handphone nya dan melihat pesan masuk dari Sean. Sebenarnya enggan untuk membuka itu tapi ia juga penasaran dengan apa yang Sean kirimkan padanya. Akhirnya ia membuka pesan video dari Sean. “Hai Mine. Maaf kalau aku sudah buat kamu kecewa dan kesal. Aku tau aku memang bukan suami yang baik. Tetapi kamu jangan salah paham kalau aku lebih memilih Mia daripada kamu. Sebenarnya aku sudah memutuskan untuk memilih kamu, tetapi sayangnya aku ketinggalan pesawatku. Dan belum sempat aku menjelaskan, kamu sudah mematikan panggilan telpon. Aku tidak mungkin tidak memilihmu, Mine. Kamu adalah istriku.” Wajah Mine seketika kembali berseri dan itu membuat Michel mencibirnya. “Hari ini adalah anniversary pernikahan kita. Aku tidak tau harus mengatakan kata-kata indah apa. Yang pasti aku memiliki harapan besar pada pernikahan kita ini. Aku ingin selalu bersamamu, hidup sebagai suamimu. Entahlah apa yang aku inginkan. Aku hanya ingin selalu menjalani kehidupan yang damai dan tentram bersamamu. Setelah menonton video ini, dan kalau sudah tak marah lagi padaku. Hubungi aku segera yah, my wife.” “Ah Sialan!” seru Mine. “Aku marah dan sangat kesal padanya, tapi hanya dengan kata-katanya yang seperti ini saja, aku sudah langsung memaafkannya dan kembali jatuh cinta padanya,” keluh Mine. “Makanya hilangkan tempramenmu itu,” seru Michel. “Sebenarnya apa yang sudah Sean lakukan padaku. Kenapa aku begitu cinta padanya,” seru Mine. “Dia suamimu. Buatlah dia selalu di sisimu dan menjadi milikmu. Jangan biarkan wanita lain merebutnya,” seru Michel membuat Mine menganggukkan kepalanya. “Ya sudah sana telpon dia.” “Nanti dulu, aku tidak ingin langsung memaafkannya. Aku ingin tau apa dia kuat kalau aku diamkan. Aku ingin dia yang mengejarku,” seru Mine. “Ya terserah kau saja.” *** Setelah mengusahakannya, akhirnya tidak sampai seminggu Sean sudah bisa kembali dengan membawa Mia. Sean kini sampai di bandara Boston. Sudah dua hari ini Mine tidak membalas pesan-pesannya. Ia harus segera menemui Mine. “Mia, aku harus ke suatu tempat. Aku akan pesankan taxi untukmu dan kamu pergilah ke alamat ini,” seru Sean menyerahkan secarik kertas pada Sean. “Emm baik,” jawab Mia. Setelah mengantarkan Mia menaiki taxi dan membayarnya. Sean bergegas memesan taxi menuju kantor Mine. Sean mengeluarkan sesuatu dari jaket yang ia gunakan. Ia membuka kotak itu dan di dalamnya terdapat sebuah gelang cantik dan sangat indah. Gelang itu begitu sederhana tetapi sangat elegant dan mewah. ‘Mungkin harganya tidak semahal perhiasan yang biasa kamu beli. Tapi aku harap kamu mau menerimanya,’ batin Sean. Sean sampai di kantor Mine. Ia langsung menuju lantai dimana ruangan Mine berada. Sesampai di sana sekretarisnya menyapanya. “Tuan Sean.” “Apa Jasmine ada di dalam?” tanya Sean. “Ya, tapi sedang ada tamu,” seru sekretarisnya. “Oh baiklah,” seru Sean mengambil duduk di sofa. Saat itu pintu ruangan Mine terbuka dan seorang pria dengan memakai jas rapi, pria itu keluar di antar oleh Mine. “Makasih Erwin,” seru Mine. “Tidak perlu berterima kasih. Kalau kau butuh sesuatu hubungi aku saja,” serunya. “Ya.” Sean menyaksikan semua itu dan ia merasa tidak suka melihatnya, apalagi pria tadi menepuk pundak Mine, seberapa akrabnya mereka. Pria itu berlalu pergi meninggalkan ruangan itu. Mine hendak berlalu pergi tetapi sekretarisnya memanggil Mine. “Miss,” “Ya?” “Ada tamu untuk anda,” seru sekretarisnya. “Sia-?” ucapan Mine menggantung di udara saat melihat sosok suaminya yang kini berdiri dari duduknya. Mine sempat terpaku sesaat saat matanya beradu pandang dengan mata tajam Sean. Tak bisa ia pungkiri ia ingin berlari ke arah suaminya itu dan memeluknya dengan erat. Tapi Mine masih marah dan ia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri dengan langsung luluh pada Sean. Mine melihat kembali ke arah sekretarisnya. “Biarkan dia masuk,” seru Mine beranjak memasuki ruangannya. Sekretaris itu tampak bingung juga kikuk. “Aku akan masuk,” seru Sean menenangkan sekretarisnya dan memasuki ruangan. Ia menutup pintu ruangan Mine dan terlihat Mine sudah berdiri menghadapnya dengan melipat kedua tangannya di d**a. “Tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?” tanya Sean yang berdiri beberapa meter di depan Mine. “Aku rasa tidak ada,” jawab Mine memalingkan wajahnya. Ia menahan dirinya untuk tidak memeluk Sean dan menaha egonya. “Baiklah,” jawab Sean. “Kamu sibuk?” “Tidak terlalu,” jawab Mine. “Mau makan siang denganku?” tanya Sean. “Tidak mau!” “Kenapa? Apa kau sudah makan siang bersama pria tadi, Erwin,” seru Sean yang memang mengenal Erwin. “Tidak. Kalau tidak ada hal penting yang mau di bicarakan, kenapa harus datang kesini. Kenapa tidak pulang saja ke rumah,” seru Mine semakin kesal karena Sean tidak memeluknya maupun tidak meminta maaf. Mine berjalan membelakangi Sean, ia menekan rasa sakit di hatinya. Kenapa selalu dan selalu hanya dirinya yang berharap pada pria itu, tidak adakah sedikit perasaan Sean untuknya. Deg Mine membeku di tempatnya kala sepasang tangan kekar memeluknya dari belakang. “Tidakkah kau merindukanku,” bisiknya terasa hanya di sekitar lehernya dan Mine merasa jantungnya berdegup dengan sangat cepat. “Maaf karena terlambat pulang. Aku sangat merindukanmu,” bisik Sean membuat air mata Mine jatuh membasahi pipinya. “Kamu jahat,” cerca Mine memukul lengan di perutnya itu seraya menangis. “Kenapa kamu begitu senang menyiksaku, hikz…” Sean melepaskan pelukannya dan menarik tubuh Mine untuk berbalik menghadapnya. “Maaf,” seru Sean menghapus air mata Mine. “Aku tidak berniat melukai perasaanmu.” “Jahat kamu! Aku hampir gila karenamu, hikz…” Mine memukul pelan d**a Sean membuat Sean tersenyum karena sikap Mine yang menggemaskan. Sean pun menarik tubuh Mine ke dalam pelukannya dan memeluk istrinya dengan erat. “Luapkan saja semua kekesalanmu.” “Aku benci kamu! Tapi aku rindu kamu, b******k!” isaknya semakin erat memeluk Sean dan Sean hanya bisa tersenyum seraya mengusap punggung Mine berusaha menenangkan istrinya. Setelah cukup lama mereka berpelukan. Akhirnya Mine sudah lebih baik dan bersikap biasa lagi pada Sean. Sean duduk di atas sofa sedangkan Mine tengah membuatkan kopi dengan mesin kopi. “Jadi dimana wanita itu?” tanya Mine berjalan mendekati Sean dan menyuguhkan kopi di atas meja di depan Sean. Kemudian Mine mengambil duduk di samping Sean. “Sebelumnya aku sudah booking salah satu hotel. Aku menyuruhnya untuk pergi ke sana,” seru Sean. “Apa kondisinya benar-benar mengkhawatirkan?” tanya Mine. “Ya. Kamu bisa menemuinya nanti dan berbicara dengannya. Kamu sudah terbiasa menginterview orang-orang. Pasti kamu memahami karakter setiap orang,” seru Sean menyeduh kopinya. “Tidak juga. Nyatanya aku tidak bisa membaca pikiranmu. Kamu terlalu misterius untukku,” seru Mine membuat Sean acuh. “Ngomong-ngomong pria yang tadi keluar dari ruanganmu itu Erwin?” tanya Sean. “Ya. Kamu masih mengingatnya,” seru Mine. “Apa kalian seakrab itu?” tanya Sean menatap mata Mine yang juga melihat ke arahnya. “Akrab? Tidak juga. Kami dekat karena rekan bisnis dan dia temanku juga,” seru Mine. “Jangan terlalu dekat dengannya,” seru Sean. “Memangnya kenapa? Kamu cemburu yah,” seru Mine tersenyum senang. “Tidak. Aku hanya merasa dia bukan orang baik,” seru Sean dengan acuh dan kembali meminum kopinya. “Ck,” cibir Mine merasa kesal karena suaminya yang kelewat cuek dan datar. “Mau temuin wanita itu sekarang?” tanya Mine. “Kenapa begitu terburu-buru. Aku bahkan belum mandi dan berganti pakaian. Lagipula aku masih ingin berdua denganmu,” seru Sean membuat wajah Mine bersemu merah mendengar kata-kata Sean. “Oh iya.” Sean mengeluarkan kotak persegi dari dalam saku jaketnya dan menyerahkannya pada Mine. “Ini untukmu,” seru Sean menyimpannya di atas meja tepat di depan Mine. “Apa ini?” seru Mine terkejut. “Buka saja,” seru Sean. Mine pun membukanya dan cukup kaget melihat sebuah gelang di sana. “Indah,” seru Mine. “Aku melihatnya saat di Brazil dan aku rasa itu cocok untukmu,” seru Sean membuat senyum Mine semakin lebar. “Terima kasih,” seru Mine tersenyum lebar. “Kamu menyukainya?” “Ya sudah jelas,” seru Mine. “Syukurlah,” seru Sean tersenyum lega. “Kalau begitu cepatlah,” seru Mine menyodorkan tangan juga kotak itu pada Sean. “Apa?” tanya Sean kebingungan. “Ishh pakaikanlah. Kamu ini benar-benar tidak bisa bersikap manis!” keluh Mine. “Baiklah.” Sean pun memasangkan gelang itu di tangan putih Mine. “Indah banget. Ini sangat bagus, aku suka,” seru Mine. “Terima kasih suamiku.” Mine langsung memeluk Sean dengan manja membuat Sean tersenyum senang seraya membelai kepala Mine. “Apa mala mini kita dinner berdua?” tanya Mine. “ Anggap saja ini perayaan anniversary kita yang gagal kemarin.” “Baiklah. Aku akan mengatur segalanya,” seru Sean membuat Mine menengadahkan kepalanya melihat ke arah Sean. “Kamu beneran akan mengaturnya?” tanya Mine cukup kaget. Pasalnya Sean tidak pernah menyiapkan acara romantic seperti ini. “Ya. Anggap saja ini untuk menebus kesalahanku kemarin,” seru Sean membuat Mine tersenyum lebar dan terlihat sangat senang. “Aku ingin lihat seberapa romantisnya kamu,” serunya. “Jangan berharap banyak padaku, oke.” Mine tersenyum dan kembali merebahkan kepalanya di d**a bidang Sean dengan sangat manja. “Kamu tau aku sangat merindukanmu,” gumam Mine memainkan telunjuknya di d**a bidang Sean. “Ya.” Mendengar jawaban Sean yang begitu membuat Mine kesal dan ia mencubit d**a Sean. “Aw!” “Nyebelin!” keluh Mine. “Aku juga sangat merindukanmu. Apa kau puas?” seru Sean memeluk Mine dengan kedua tangannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN