6. Yakuza Himawari

1813 Kata
Alice menatap ke depan dengan kedua tangan mencengkram kuat. Alice terus menatap pria yang duduk di bangku depan sana memegang mangkuk berisi ramen buatannya. Apalagi pria itu sudah mulai menyendok ramen dan siap dimasukkan ke dalam mulutnya. Alice semakin menegang, kali ini tamatlah riwayatnya. Arick pasti akan tahu kalau masakannya itu menggunakan bubuk Oishi Ru, itu tandanya semua orang akan mengetahui Alice berbuat curang disini. Satu tetes keringat pun mulai keluar dari keningnya, kini dipikiran Alice hanya terbayang dampak terburuk dari ramen buatannya itu. Tugas Alice belum dimulai kalau sampai dia ketahuan, berarti Alice tidak akan bisa bertemu dengan Saburo Ayahnya dan Jun. Alice bukan diasingkan lagi, tetapi dia akan dimasukkan ke dalam penjara atau mungkin dia akan dihukum mati karena penyamarannya menjadi mata-mata ketahuan saat ini. “Alice kalau aku sudah besar seperti Papa. Aku akan mengajakmu pergi dari sini. Biar saja Kakak yang disini” “Jun, maukah kali ini kamu yang percaya kepadaku. Kali ini aku yang akan berjanji kepadamu Jun. Aku akan menjaga diriku dengan baik disana, dan jika nanti aku sudah kembali kita akan mewujudkan impian masa kecil kita” Tiba-tiba dipikiran Alice teringat akan janjinya bersama Jun untuk pergi dari  sini meninggalkan semua masalah dan hidup damai ditempat barunya. Alice pun memejamkan matanya, Alice tidak ingin impiannya bersama Jun hancur, dia harus mewujudkan impiannya dan itu dia harus tetap bertahan disini walau apapun yang terjadi. Lagi-lagi tanpa Alice sadari tangan kanannya yang mencengkam dia keluarkan dua jarinya. Dengan gerakan memutar perlahan Alice mengarahkan kedua jarinya itu kesamping kanannya, bersamaan dengan gerakan Alice angin sore bertiup begitu lembut hingga membuat rambut-rambut panjang 60 wanita disana berayun-ayun. Wush Bruuk Entah darimana datangnya sebuah putaran angin datang dan menumbangkan lima pohon besar yang berdiri kokor dipinggir halaman. “Aaaaaaauuuuw” teriakan para wanita itu terkejut dengan suara tumbangnya pohon itu. Arick pun yang baru saja ingin mengarahkan sendok ke mulutnya ikut terkejut dan meletkakkan kembali sendoknya. Arick berdiri dan langsung berlari cepat menuju pohon-pohon yang tumbang itu diikuti oleh anak buahnya. Sementara itu Alice juga terkejut dan membuka kedua matanya. Yang pertama Alice lihat adalah bangku kosong yang tadi diduduki Arick. Lalu Alice menatap mangkuknya dan sendok yang tergeletka di pinggir mangkuknya dengan tumpahan ramen. “Terima Kasih Tuhan telah melindungiku” ucap Alice pelan mengusap dadanya. “Ada apa ini?” “Apa yang terjadi?” Alice mendengar suara para wanita itu bertanya-tanya dengan ketakutan. Alice baru tahu saat dia menoleh kesamping kanannya melihat di pinggir halaman sudah dipenuhi oleh para anak buah Himawari. “Yun, apa yang terjadi?” bisik Alice kepada Yun. “Kamu tidak melihatnya Alice?” tanya Yun dengan nada takut. Alice menggelengkan kepalanya. “Ada putaran angin yang tiba-tiba datang dan langsung menumbangkan lima pohon besar disana” ucap Yun pelan. “Putaran angin?” ucap Alice yang juga terkejut. “Iya, tetapi untungnya putaran angin itu langsung menghilang seketika, kalau tidak kita semua disini pasti akan masuk ke dalam putaran angin itu” ucap Yun lagi. Alice masih menatap ke arah pohon-pohon tumbang itu dan yang Alice tidak duga Arick menoleh ke belakang hingga kedua bola mata mereka saling bertatapan. Lima detik kemudian Alice menyadari tatapannya, akhirnya Alice pun langsung menunduk untuk memutus tatapan mereka. “Gunakan softlensa biru ini, dan jangan sampai kamu bertatapan dengan Arick” ucap Takeshi. “Apa yang terjadi kalau mata kami bertatapan?” tanya Alice ingin tahu. “Walau warna matamu tidak seperti suku api yang berwarna merah, Arick bisa saja mengetahui identitasmu” jawab Takeshi. “Tapi bagaimana kalau tanpa sengaja mata kami bertatapan?” tanya Alice lagi. “Kamu harus tenang. Jangan tunjukkan ketakutanmu. Dengan begitu Arick tidak akan mengetahui penyamaranmu” Alice menarik nafas panjang. ‘Tenang, tenang, tenang’ itulah yang Alice ucapkan di dalam hatinya. Walau Alice akui hatinya masih dilanda ketakutan, tetapi dia harus berusaha tenang. Alice berpikir tidak mungkin Arick mengetahui lensa birunya karena jarak mereka terlalu jauh. “Sebutlah namaku Alice jika kamu ketakutan atau dalam bahaya” ucap Jun. “Kamu akan datang menolongku” ucap Alice tersenyum. “Tidak” ucap Jun terkekeh. Alice mencibir dan menyilangkan kedua tangannya di d**a. “Setidaknya dengan menyebut namaku, rasa takutmu akan hilang” ucap Jun mencubit sebelah pipi Alice. “Jun, Jun, Jun, Jun, Jun” ucap Alice di dalam hatinya ketika mengingat perbincangan bersama Jun. Seketika rasa takutnya menghilang dan perlahan bibirnya tersenyum. Alice tidak menyadari kalau Arick sudah melangkah ke arahnya dan kini berada disampingnya. “Apa yang kau tertawakan?” tanya Jun dengan nada dingin. Mendengar suara yang mengintimidasinya, Alice berbalik menghadap kesuara itu dan menunduk. Mata Alice melihat sepatu hitam, celana hitam, kemeja hitam dan jas hitam berdiri dihadapannya. Alice tahu pria di depannya ini adalah Arick. “Apa dia baru saja dari pemakaman menggunakan serba hitam” ucap Alice mencibir dalam hatinya. “Kau tuli atau bisu?” tanya Arick dengan nada tidak bersahabat. “Maaf A. Maaf Tuan” ucap Alice dengan nada terkejut hampir saja salah. “Apa katamu?” tanya Arick menatap intens Alice. “Maaf Tuan, saya salah. Saya patut dihukum” ucap Alice menunduk. “Berlutut” perintah Arick. Alice pun berlutut dihadapan Arick dengan wajah masih tertunduk. “Lepaskan softlensa dimatamu sekarang!” titah Arick. Alice tambah terkejut. Gawat kali ini dia benar ketahuan memakai softlensa. Alice pun dengan ragu membuka softlensa berwarna biru dari kedua matanya. Setelah softlensa berwarna biru itu dia lepaskan, Alice memberikannya kepada Arick. “Yuqi” ucap Arick memanggil asistan pribadinya. “Iya Tuan” ucap Yuqi. Yuki mengambil kedua lensa kontak dari tangan Alice dan memasukkannya ke dalam kotak berisi cairan. Setelah itu Yuqi pun pergi membawa lensa kontak milik Alice. “Perlihatkan wajahmu” ucap Arick masih dengan nada dingin memerintah, membuat semua orang yang berada di aula terbuka ini ketakutan dengan aura dingin Tuan Muda mereka. “Jun” ”Jun” “Jun” Alice memejamkan matanya dengan menyembut nama ‘Jun’ di dalam hatinya, perlahan Alice mengangkat wajahnya untuk menatap Arick yang berdiri di depannya. Alice yang tadi memejamkan matanya pun membukanya. Alice melihat iris biru sebiru lautan dimata Arick. Tatapan dingin penuh dengan misteri dan kehampaan itulah yang seakan terlintas pada Alice. “Kenapa kau berani memakai softlensa?” tanya Arick. “Karena mata mempunyai sedikit masalah” jawab Alice dengan tenang. Arick menatap intens kedua iris abu-abu milik Alice. Tidak ada kebohongan ataupun ketakutan di dalam matanya. Tetapi Arick belum merasa puas dan masih terus mencari kebenaran di dari dalam mata Alice. “Kau didiskualifikasi” ucap Arick membuat semua orang terkejut. Yun juga terkejut dan menutup mulut dengan tangannya. Berbeda dengan Tisia dan teman-temannya yang tersenyum mengejek. “Kenapa Tuan Muda?” tanya Alice dengan nada berani. “Pikirkan kesalahanmu sendiri” ucap Arick melangkah berlalu meninggalakn Alice. “Tenang saja Alice, di dalam persyaratan menjadi pelayan Himawari tidak ada larangan untuk menggunakan softlensa” “Maaf Tuan Muda. Kalau kesalahan saya karena menggunakan softlensa, itu bukanlah kesalahan, karena di dalam persyaratan tidak ada larangan menggunkan softlensa. Saya terpaksa menggunakannya karena untuk membantu penglihatan saya agar jelas. Kalau Tuan Muda tetap menggugurkan saya, Tuan sangat tidak adil memperlakukan saya yang tidak bersalah ini” ucap Alice. Mendengar ucapan Alice, Arick menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Alice. “Kau bukan suku air” ucap Arick dingin. “Maaf Tuan, bukankah suku manapun boleh menjadi pelayan disini asalkan mereka lulus menghadapi tes seleksinya. Saya sudah lama tinggal di wilayah Utara dan bercita-cita ingin menjadi pelayan di White Himawari” ucap Alice tenang. Tidak lama Yuqi kembali dan menghampiri Arick. Yuqi terlihat membisikkan sesuatu kepada Arick. Arick menatap Alice sekilas dan kembali menatap Yuqi. “Baiklah kalau kamu bisa melewati tantangan dariku, kau akan lolos dan tidak perlu mengikuti seleksi selanjutnya” ucap Arick. “Saya terima tantangan Tuan Muda” ucap Alice tenang. “Ceritakan sejarah wilayah Barat sedetail mungkin. Tidak ada yang dikurangi ataupun ditambahkan!” ucap Arick. Alice memejamkan matanya. Dia mulai mengingat waktu usianya 10 tahun lalu. Saat itu Paman Yi mengajarkan tentang sejarah. Paman Yi adalah guru yang baik dan dia sangat netral, selama dia mengajarkan Alice tidak pernah sedikit pun Paman Yi menjelekkan Momo Gumi ataupun Himawari. Alice pun tersenyum saat dia mengingat semua yang diajarkan oleh Paman Yi. “100 tahun yang lalu, wilayah ini terbagi menjadi empat bagian Barat adalah Himawari dihuni oleh suku air, Utara adalah Jimen dihuni oleh suku tanah, Timur adalah Momo Gumi dihuni oleh suku api, Selatan adalah Kaze di huni oleh suku angin. Para Ketua dari setiap wilayah hidup rukun dan damai, sampai suatu saat terjadi perselisilan diantara keempat suku tersebut yang membuat hubungan baik itu putus. Hingga sering terjadi peperangan selama bertahun-tahun. Sekitar tiga puluh tahun yang lalu suku Api berhasil mengalahkan suku angin hingga mengusai wilayah selatan, sedangkan suku air mengalahkan suku tanah dan mengusai wilayah utara” ucap Alice. “Lalu?” tanya Arick. “Maaf Tuan Muda, sejarah hanya menceritakan sampai disini saja. Bukan wilayah kami seorang kasta rendahan untuk mencari tahu lagi lebih dalam” ucap Alice. “Kenapa kau lebih memilih menjadi pelayan dibandingkan mendaftar ke kantor Himawari atau kantor-kantor besar lain di wilayah Utara?” tany Arick menyelidik. “Maaf Tuan, saya hanya warga dari kasta rendahan yang tidak menuntut ilmu setinggi langit, jadi tidak mungkin ada kantor yang menerima saya” jawab Alice. “Tetapi aku lihat kamu seperti orang terpelajar” ucap Arick menyelidik. “Sejak kecil saya sering membaca di perpustakaan kota” ucap Alice, sejujurnya memang selama Jun pergi Alice sering ke Perpustakaan Momo Gumi untuk membaca buku-buku disana. “Kau tahu setiap orang yang sudah masuk ke White Yakuza tidak akan bisa keluar untuk hidup bebas, apa kau mau seumur hidupmu terkurung disini?” tanya Arick masih dengan aura dinginnya. “Saya tahu semua konsekuensinya” jawab Alice. “Bagus, kalau sampai kamu melakukan kesalahan aku yang akan turun langung untuk menghukummu” ucap Arick menatap tajam. “Baik Tuan, sebisa mungkin saya tidak akan melakukan kesalahan apapun” ucap Alice. “Yuqi bawa dia ke Paviliun Putih” ucap Arick pergi. Seketika Alice dan semua orang disana terkejut. Siapa yang tidak tahu Paviliun putih? Paviliun itu adalah kamar tidur Arick. Dan di dekat Paviliun putih hanya ada satu kamar lagi yang dihuni oleh Yuqi dan sepuluh orang anak buah yang bertugas untuk menjaga Paviliun putih. Semuanya adalah laki-laki dan tidak ada perempuan yang bertuggas disana. “Tapi Tuan” ucap Yuqi menyusul Arick. “Biarkan dia tidur di Gudang pavilion” ucap Arick. “Baik Tuan Muda” ucap Yuqi menunduk. Yuqi pun menghampiri Alice dan meminta Alice mengikutinya meninggalkan aula. Alice seketika menjadi lemas. Sebenarnya dia senang karena sudah berhasil masuk menjadi pelayan Himawari, tetapi bukan menjadi pelayan Arick. Seharusnya dia menghindari Arick, tetapi justru dia harus berada di dalam pengawasan Arick. Alice tidak dapat membayangkan bagaimana caranya dia menjalankan rencananya sementara ruang geraknya akan selalu terlihat oleh Arick.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN