Bab 6. Penebus Hutang

1095 Kata
"Sial" Zidan keluar dari bar itu dengan perasaan yang sangat kesal sesaat setelah mendengar pengakuan dari Pian, yang mengatakan kalau Kinar adalah pacarnya. Zidan tidak sepenuhnya menolak pernyataan itu, sebab sebelumnya ia sempat mendengar pernyataan cinta dari Pian melalui telepon itu. Beruntungnya Kinar tidak menutup panggilannya waktu itu, namun kini sepertinya Zidan lebih baik tidak mendengarnya. Pula tidak ada penolakan dari Kinar yang membuatnya semakin kesal. Dia hampir saja melabuhkan bogemannya kepada Pian jika tidak ada yang melerainya. Sampai di dalam mobil, ia hanya diam. Namun tangannya sudah terkepal kuat di kemudi depannya. Giginya seakan bergemelutuk setiap kali mengingat kalimat itu. Matanya memanas ketika melihat Kinar yang dirangkul oleh Pian meninggalkan meja miliknya. Sudah sangat jelas kalau Zidan sudah kalah dan ditolak telak. "Tidak. Bagaimana pun caranya, Kinar harus menjadi milikku. Aku akan menggunakan segala cara, meski cara kotor sekalipun. Lagipula, aku punya kuncinya. Kinar akan lemah kalau aku menggunakan orangtuanya." "Iya, benar. Aku harus memakai orangtuanya kali ini. Bagaimanapun caranya, tidak boleh ada yang menolakku, bahkan itu Kinar sekalipun!" "Seumur hidupku aku tidak pernah ditolak. Dan selamanya akan seperti itu. Persetan dengan hubungannya dengan Diana!" Setelah mengatakan itu semua, perasaannya menjadi lebih membaik, namun senyumannya yang misterius harus patut dicurigai. Sejenak kemudian ia melesatkan mobilnya meninggalkan bar. Barang-barang yang seharusnya menjadi milik Kinar, yang berada di bagasinya sepertinya harus ditunda dulu untuk diberikan. Sebab untuk kali ini, Zidan memiliki rencana lain yang lebih memuaskan hatinya. *** "Kenapa kakak ngaku jadi pacar Kinar?" Tanya Kinar dengan tatapan yang penuh dengan rasa penasaran tingkat tinggi. Pian masih dilanda kekesalan karena kehadiran Zidan sebelumnya. Bahkan mungkin kalau tidak ada yang mencoba untuk mengamankan, mereka berdua hampir terlibat pertengkaran hebat, mengingat keduanya sama-sama keras kepala untuk menang. Kinar tak bisa berbuat lebih. Ia tidak bisa memilih antara Zidan ataupun Pian. Sebab apabila Kinar memilih Zidan, maka Pian selaku pria yang senantiasa membantunya selama di bar ini akan kecewa dengannya. Namun, apabila ia memilih Pian, Zidan yang merupakan kakak kandung dari kenalannya akan merasa sakit hati, sedangkan Kinar sangat tidak suka jika berdebat dengan orang yang dekat dengannya. Dalam hal ini, Diana adalah salah satu sosok yang dekat dan penting untuk Kinar. "Kakak hanya gak mau ada yang mencoba mengganggumu, Kinar. Dia itu terlihat berbahaya!" Seru Pian. Kinar mengusap lengan Pian, "kak, tenangkan dirimu. Kinar sudah jelaskan sebelumnya kalau dia itu kakak kandung dari teman Kinar. Tidak mungkin dia akan berbuat hal yang tidak-tidak pada Kinar. Lagipula, hal itu bukan berarti membuat kakak mengaku menjadi pacarku. Alasan Kinar nolak kakak malam itu karena Kinar mau fokus kerja dulu. Dan Kinar lebih nyaman dengan hubungan kita saat ini daripada pacaran. Kakak bisa mengerti maksud Kinar, kan?" Pian mengangguk paham. "Iya. Aku mengerti." *** "Untuk kesekian kalinya, terimakasih banyak ya, kak. Terimakasih sudah mau menolongku, membantuku, menjemput sampai mengantarku. Kalau tidak ada kakak, mungkin Kinar masih jalan kaki sekarang atau bahkan juga ada yang begal Kinar." Ujar Kinar saat ia baru saja turun dari motor Pian. "Tidak perlu berterimakasih seperti itu. Lagipula itu tidak memberatkan ku. Kalau begitu aku pulang dulu. Kamu istirahat dan kalau ada yang mencoba untuk mengganggumu atau semacamnya, cepat telpon aku. Secepatnya aku akan mencoba menghampiri mu. Oke?" "Siap!" Pian pergi meninggalkan Kinar di depan kosannya. Akan tetapi, baru saja Kinar hendak berbalik masuk ke kosan, ada mobil hitam yang datang membuat Kinar mengurungkan niatnya. Ia berbalik dan bertanya-tanya siapa gerangan yang menghampirinya tengah malam begini. Dua pria berpakaian hitam mendekatinya. Kinar sedikitpun mundur ketakutan melihat penampilan mereka yang begitu mencurigakan. "Aku tidak mungkin diculik, kan?" Tanya Kinar dalam hatinya. "Atau mungkin mereka mau merampokku?" Lanjutnya lagi. Ia menyembunyikan tasnya ke belakang badannya. Mengira kalau ia akan dirampok, sebab pendapatannya malam ini lumayan untuk membayar kosan selama satu bulan. Dua pria berhenti tepat di depannya, semakin membuat Kinar ketakutan bukan main. Tubuhnya meremang, ingin berteriak, namun keadaannya kini sudah tengah malam. Ia hanya bisa berteriak dalam hatinya. "Apa benar kalau Anda Kinar Hirasya?" Tanya salah satu diantara kedua pria itu. "Kenapa mereka bisa tahu namaku? Aku rasa, aku tidak pernah berhutang ataupun semacamnya pada orang lain sampai mereka tahu namaku." Kinar membatin, semakin takut. Kinar menganggukkan kepalanya. Dengan suara yang sedikit bergetar, ia menjawab. "Iya. Saya Kinar Hirasya. Ada apa ya mencari saya tengah malam begini?" Tanya Kinar. Tangannya sudah terkepal kuat di belakang tubuhnya, menyembunyikan uang yang ia punya. Sebab bagi Kinar, uang adalah segalanya baginya kini. "Orang tua Anda bernama Riana dan Danu, bukan?" Tanya mereka lagi. Sontak, dengan cepat Kinar mengangguk. "Bahkan sampai mengetahui nama ibu-bapak juga. Apa yang terjadi sebenarnya?" Batin Kinar bertanya-tanya tentang apa yang sudah terjadi di depannya. "Kalau begitu, Anda harus ikut dengan kami untuk membicarakan masalah hutang piutang yang telah dilakukan oleh kedua orang tua Anda bertahun-tahun yang lalu." Kini, rasa takut Kinar tergantikan oleh rasa kebingungannya. "Maaf, sepertinya ada yang salah. Saya pikir orang tua saya selama ini tidak pernah berhutang pada orang lain. Kalaupun ada, mereka pasti akan memberitahu saya." Bantah Kinar. "Orang tua Anda meninggal tiga tahun yang lalu, bukan?. Karena kasus bunuh diri?." Mereka kembali mencoba memastikan Kinar. Kinar tidak menjawab sedikit pun, tidak pula membantah. Karena apa yang mereka katakan sepenuhnya adalah kebenaran. Orang tua Kinar meninggal tiga tahun yang lalu dan membuatnya membuat pilihan untuk merantau jauh dari tempat tinggal asalnya. "Baiklah. Kami anggap Anda menerimanya. Silakan masuk ke mobil dan bertemu dengan orang yang seharusnya menjadi tempat kedua orang tua Anda membayar semua hutangnya." Kinar dipersilahkan masuk ke mobil tanpa ada paksaan, namun dengan kepastian yang semakin membuatnya yakin. Kini, langkahnya menjadi ringan masuk ke mobil itu, meski masih ada rasa ketakutan yang tersisa dalam dirinya. "Semoga mereka tidak membohongiku. Tapi, kenapa mereka tahu apa yang terjadi dengan orang tuaku selama ini?. Hmm... Aku harus memastikannya." Batin Kinar. *** Jauhnya perjalanan membuat Kinar tertidur. Itu juga karena ia pergi dalam keadaan yang sangat lelah hingga harus membuatnya beristirahat di sepanjang jalan. Ia tidak menyadari apa yang sudah terjadi padanya, sampai ia benar-benar terbangun. Tidurnya terusik ketika ada cahaya matahari yang masuk menerpa dirinya. Ia tertidur di sebuah ranjang empuk dengan ukuran kingsize yang begitu mewah. Hal pertama yang ditangkap oleh matanya adalah sebuah KEMEWAHAN. Kamar yang kini ia tempati begitu mewah dan sangat sulit untuk digambarkan oleh dirinya. Mulai dari design kamarnya yang penuh dengan emas selayaknya masa Victoria, pula hingga warna-warna merah beludru yang dipakainya. Seketika hal itu membuat Kinar menganga lebar. "Sudah bangun?" Sontak, Kinar menoleh ke arah suara itu berasal. Namun, matanya langsung membelalak seakan mau keluar dari tempatnya saat melihat pria yang ada di depannya. "Zidan..." "Halo, penebus hutang!" Sapa Zidan selanjutnya, sontak membuat Kinar terkejut bukan main.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN