Perihal apapun Samuel selalu memperhatikan aku.
"Kamu beneran tidak apa-apa, Sayang?" tanya Samuel. Aku hanya bisa menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan dan kekhawatirannya.
Bukan hanya Samuel, tapi ada teman yang lain menemani berbincang. Aku hanya bisa tersenyum dan tertawa mendengar gurauan mereka, masih ada raut wajah khawatir Samuel menjaga aku dengan sangat ketat bahkan tidak memperbolehkan siapapun menyibukanku.
Hari yang mulai gelap, aku dan Nadira kini duduk di depan tenda saling berbincang satu sama lain menikmati camilan malam sebelum perayaan dan makan malam tiba.
"Cha, memangnya kalian tidak berpacaran dari dulu? Aku pikir kalian memang memiliki hubungan serius dulu, lalu kenapa sekarang aku mendengar kalian berpacaran?" Nadira bertanya penuh rasa penasaran kepadaku.
Aku yang awalnya memeluk kedua lutut, mengubah posisi duduk menjadi bersila. Menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk menjelaskan agar tidak ada kesalahpahaman dan hal yang dapat menimbulkan suatu masalah untuk ke depannya.
"Pada kenyataannya hal yang sebenarnya adalah aku bersama Samuel itu dari dulu hanya sekedar teman. Entah kenapa Sam malah mengajak ku dan menyatakan kalau aku adalah kekasihnya, mungkin juga dia hanya mau menolong ku dan melerai saat itu ketika aku berada di kerumunan anak-anak yang mengejek ku, tapi ... Entah lah aku juga tidak tau." Meski mencoba untuk menjelaskannya, Nadira masih kebingungan, dia menopang dagu di kaki yang sama dia peluk.
"Tapi meski begitu, itu jauh lebih baik kalau pun aku yang menjadi Sam tentu akan melakukan hal yang sama membela sahabat ku yang tengah kesulitan. Apa lagi menghadapi mulut-mulut mereka yang benar-benar membuat ku sangat muak. Apakah kamu perlu bantuanku?"
Mendengar tawaran dan pertanyaan dari Nadira membuatku tertegun bahkan rasa tak berdaya kini menyeruak di dalam tubuh. Ingin sekali mengatakan bahwa aku memang membutuhkannya, butuh sebuah pelukan tapi aku memilih untuk menggelengkan kepala dan memasang raut wajah tersenyum. Tanpa di sangka Nadira meraih tubuh ku dan memeluk sembari mengusap punggungku yang memang terasa dingin.
"Aku tau kamu itu kedinginan dan juga butuh pelukan, benar kan?" Aku hanya membalas anggukan, kesedihan di dalam hati.
Pelukan yang aku harapkan dari seorang ibu benar-benar sangat sulit aku rasakan kembali, tapi pelukan dari seorang teman cukup jauh lebih baik ketimbang aku sama sekali tidak merasakannya.
Saat aku mendongakkan kepala, Samuel berdiri di hadapan kami mencoba melepas pelukan Nadira, gadis itu menggerutu atas kedatangan Samuel.
"Kau ini benar-benar tidak bisa semenit saja untuk tidak berada di hadapan ku! Aku tidak akan memakan kekasihmu ini. Tidak bisakah kau memberiku waktu untuk dekat dengannya," gerutu Nadira.
Samuel tidak menghiraukan gerutuan Nadira, aku hanya bisa tersenyum tertahan melihat perseteruan di antara mereka. Ya, mereka yang sangat berharga kali ini bagi kehidupan ku, seperti memiliki seorang ibu dan juga ayah yamg pergi entah kemana.
"Ayo kita ke tempat acara sepertinya sudah di mulai." Sam mengulurkan tangannya sembari memasang senyum di wajah tampannya. Mengenakan kaos warna hitam, celana jeans juga kemeja kotak-kotak membuat kulit Sam yang warna putih itu terlihat sangat tampan malam itu.
"Ya, ayo sebaiknya kita pergi saja kesana, aku juga sudah lapar." Ajak Nadira.
Aku hanya bisa tersenyum membenarkan ucapannya sedari tadi perut ku memang terasa sangat lapar. Samuel hanya bisa tersenyum saat aku ketahuan mengusap perut ku yang sudah bergemuruh sedari tadi.
Masih dengan perlakuannya yang sama mengacak rambut ku dengan kelembutannya. Pegangan tangan Samuel di bagian kanan begitu erat dan tarikan pegangan tangan Nadira kepada ku sama eratnya dengan dirinya yang begitu bersemangat. Terlihat senyuman bahagianya saat menoleh kearah ku, lalu sempat aku berpikir senyuman itu dulu pernah aku tunjukan ketika aku pergi ke area mainan bersama dengan kedua orang tuaku.
Mereka saat itu sangat mengutamakan diri ku tersenyum, memanjakan bahkan khawatiran mereka masih teringat di dalam benak. Mungkin aku tidak akan lagi merasakan hal seperti itu, tapi ada hal sebuah keindahan dan kenangan yang tidak akan pernah bisa hilang meski di telan oleh waktu.
Berdiri di tengah-tengah kerumunan teman-teman ku terlihat sangat berbahagia begitu pun dengan aku, tapi Samuel tetap saja bisa merasakan bahwa yang aku butuhkan malam ini adalah beberapa makanan yang akan memuaskan perutku.
Acara kelulusan bahkan penghargaan bagi anak-anak yang berprestasi yang bahkan memiliki biaya siswa untuk melanjutkan ke universitas mereka dapatkan dengan prestasi. Jauh dengan ku meski semua bidang pelajaran aku bisa mengatasinya namun tidak dengan nasib dan keberuntungan, semua itu hanya ada di tangan Tuhan.
"Kemarilah Sayang, biar aku memuaskan mu." Terdengar sangat ambigu ketika kekasihku ini mengatakan hal seperti itu.
"Memuaskanku dengan sedia apa? Memang apa yang akan dia lakukan?" Aku berbicara tanpa bersuara, tapi berjalan mengikutinya adalah pilihanku.
Nadira yang ternyata sudah berada di meja makan terlihat sangat bersemangat ketika melihat kedatangan kami.
"Kemana saja kalian, memangnya jika mendengarkan acara itu kalian akan mendapatkan prestasi? Aku sih sudah tidak lagi mau menghadiri hal seperti itu, apa lagi mengetahui dan pastinya aku tidak mungkin mendapatkan seperti itu," gerutu Nadira dengan makanan penuh di dalam mulutnya.
"Cukup tau diri bagi dirimu yang bodoh itu," balas Samuel.
"Hey! Aku bukannya bodoh, hanya saja aku memberikan kesempatan bagi anak-anak yang memang membutuhkan. Tidak perlu harus dengan ku juga kan yang ikut berprestasi? Aku tidak kekurangan untuk sekolah." Nadira mencoba untuk membela dirinya.
"Cukup masuk akal, memang ucapannya. Pasalnya sebuah biaya siswa memang seharusnya di dapatkan oleh mereka yang membutuhkan, tapi tidak dengan ku. Aku yang dulu berkecukupan kali ini benar-benar harus mencari cara agar bisa mendapatkan kehidupan ku kembali.
"Kenapa kamu terdiam? Bukankah kamu sangat lapar." Samuel membuyarkan kediaman ku.
"Iya, aku ini terlalu banyak terdiam, makanlah."
Bukan hanya ada Sam yang berdiri dengan kami, menikmati makanan di atas meja dengan berbagai rasa. Nadira begitu bersemangat ketika dia menikmati makanan yang ada di hadapannya.
Beberapa teman Sam juga ikut menikmati dan bergembira bersama dengan kami.
"Tau tidak, jika perpisahan kali ini dan juga kelulusan tidak semenyenangkan seperti ini aku tidak akan pernah ikut dengan acara seperti ini yang membosankan. Tapi, mengingat tempat ini benar-benar sangat sejuk bahkan begitu nyaman saat di malam hari benar-benar membuat ku terkesan dengan tempat ini. Ya, tempat ini memang banyak di kunjungi para turis dari luar. Tidak heran jika begitu banyak orang-orang asing yang ikut serta menikmati moment kelulusan kita kali ini," tambah Nadira.
Aku hanya mendengarkan mereka yang berbincang. Samuel masih tetap berdiri di samping ku tanpa mengubah raut wajahnya, raut wajah pria tampan sangat sulit sekali untuk berubah dari saat dia terdiam hal yang tidak bisa ku mengerti ketika pria tampan yang ada di hadapan ku ini benar-benar adalah kekasih ku.
"Kenapa Sayang, kamu baru menyadari kalau pacar mu ini sangat tampan." Samuel berbicara kepada ku dengan senyumnya yang menggoda. Rasa berkecamuk di dalam d**a ku merinding bahkan malu ketika aku ketahuan memperhatikan dirinya.
"Hilang semua kebiasaan mu itu Sam! Jangan selalu mengejek kekasih mu, dia itu wanita mu. Memangnya akan baik untuk jantungnya jika kamu terus-terusan menggodanya seperti itu. Mengejek seharusnya kau melakukan hal yang jauh lebih baik untuk nya," bela Nadira.
"Memangnya apa yang membuat jantung kekasih ku ini sampai tidak berfungsi dengan baik?" tanya Sam.
"Tentu saja tidak akan baik, ketika kamu terus-terusan dekat dengannya apa lagi sampai memperhatikannya sedari tadi. Aku bahkan tidak memiliki kesempatan untuk berbincang dengan teman ku saja," jelas Nadira.
Teman-teman hanya tertawa mendengar Samuel yang terdiam ketika Nadira menggerutu dan protes akan tingkahnya. Sam menoleh kearah ku membuat detak jantung ku semakin berdegup sangat kencang.
"Kenapa?"
Mencoba untuk mengalihkan perasaan dan bertanya kepada nya.
"Sayang, apakah kamu memiliki riwayat jantung?" Pertanyaan Sam membuat mereka yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak, mendengar kepolosan Samuel yang tidak memahami apa yang di maksud oleh Nadira.
Jangankan Samuel, aku pun tidak pahan dengan apa yang di katakan oleh teman ku itu. Aku hanya bisa menggidikan bahu ku sebagai tanda bahwa aku tidak memiliki hal seperti itu dengan apa yang dia tanyakan.
"Kalian ini terlalu memprovokasi ku, lihat lah Icha bahkan sama sekali tidak marah kepada ku. Memang apa yang salah dengan aku menggoda kekasih ku sendiri." Protes Samuel kepada mereka yang mengangguk dan terdiam.
Acara malam ini benar-benar sangat meriah hingga larut malam tiba. Semakin terasa dingin malam di puncak Ciwidey.
"Rasanya aku sudah mengenakan pakaian yang sangat tebal, tapi kenapa masih dingin saja." Mencoba untuk mengalihkan rasa dingin yang ku rasakan, tiba-tiba sebuah mantel tebal terpakai kan di tubuh ku.
Menoleh kearah Samuel yamg masih dengan fokus nya mengenakan mantel itu kepada diri ku, bahkan dia menarik tangan ku untuk memasukan bagian lengannya. Aku tidak bisa berkata-kata ketika wajah pria tampan itu benar-benar sangat dekat dengan diri ku seperti dia hendak mencium ku, padahal pada kenyataannya dia hanya fokus mengenakan mantel untuk diri ku.
"Teruslah kalian tunjukan keromantisan kalian. Oh yaa sekalian saja besok saat acara menjelajah pergilah kalian bersama dengan kelompok kami. Sepertinya kami hanya berdua saja, apakah kalian mau ikut dengan ku? Rasanya membosankan sekali ketika harus mengajak teman-teman ku yang berpacaran," gerutu Nadira.
"Apa aku tidak salah dengar, bukankah Icha dan Sam juga berpacaran?" tanya Alex
"Iya, tapi setidaknya ada kalian yang tidak memiliki pasangan. Jadi aku tidak perlu kesepian," elak Nadira.
"Gadis ini benar-benar bodoh! Tidak berpasangan bukan berarti kami ini jomblo, itu hanya persepsi mu!" seru Alex.
"Lalu apakah kalian mempunyai pacar? Kenapa kalian tidak mengajak ke acara ini. Jangan bilang kalian ini benar-benar pelit," ledek Nadira.
Aku dengan Sam hanya mendengarkan perbincangan mereka, lebih tepatnya mereka saling berseteru satu sama lain.
"Kenapa kalian seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar?" mencoba untuk bertanya aku membuat persepsi antara Nadira dengan Alex
"Yaa ampun Icha, kamu ini yah sekali berbicara malah membuat semua orang menjadi canggung,
"Memangnya kamu sedang canggung?" tanyaku.
Nadira terdiam, dia tidak menjawab namun bagi ku masih sangat terlihat ketika Nadira tidak memungkiri apa yang aku katakan.
"Sudah-sudah, jika besok mau pergi jalan bersama dengan kami, kalian bersiaplah. Memang kami juga kekurangan anggota, tapi hanya satu orang nanti biar aku yang mengatakan kepada panitia. Lagi pula ini hanyalah sebuah hiburan tidak mengatasnamakan sebuah nilai dan juga kita hanya sebentar disini harus saling menjaga satu sama lain." ucapan Sam dibalas anggukan oleh kami.
Aku hanya bisa tersenyum tipis mendengar pria yang berstatus kekasih ku ini benar-benar sangat berkharisma ketika dia berbicara dengan sangat tegas. Ingin sekali aku berterima kasih kepadanya tentang jaket yang dia berikan untuk ku, padahal aku sendiri sudah mengenakan sweater yang begitu tebal tapi suasana dingin di malam itu benar-benar tidak bisa membuat ku untuk tidak menggosok kedua tanganku yang dingin.
Apa lagi di tengah malam setelah kami puas dengan makanan yang ada, Samuel memegang erat tangan ku dia bahkan memasukan tangan kanan ku kedalam saku celananya, sempat ragu lebih tepatnya aku merasa malu.
Namun pegangan tangan itu benar-benar sangat erat, detak jantung yang semakin tidak karuan itu menunjukan bahwa aku benar-benar jatuh cinta kepada Samuel. Cinta pertama di saat keterpurukan ku bahkan melupakan apa yang di berikan dan membuat ku kecewa kepada kedua orang tua ku yang sudah meninggalkan seorang anak gadis yang masih membutuhkan bimbingan mereka. Samuel mengacak rambut ku seperti biasa.
"Pergilah istirahat, jangan sampai aku melihat mu menggosok tangan mu ini benar-benar tidak bisa membuat ku tenang sebentar saja. Jika kedinginan minta Nadira mu itu untuk menggosokkan tangan mu itu atau kamu bisa memanggil ku dan aku akan menghangatkan mu." ucapan Samuel membuat ku semakin terdiam, dia berbicara hal ambigo seperti itu lagi. Ingin sekali aku protes dengan apa yang dia katakan, namun ketulusan sorot mata dan senyum tulusnya membuat detak jantung ku benar-benar berhenti seketika.
Rasanya ingin sekali mengucapkan kata terima kasih kepada pria yang ada di hadapan ku itu, tapi belum sempat aku mengatakannya Nadira berteriak memanggil nama ku. Setelah menjawab panggilan Nadira aku berpamitan kepada Samuel, saat berjalan melangkah untuk masuk kedalam tenda Samuel masih terlihat tersenyum memastikan aku agar masuk kedalam tenda.
Perhatian yang benar-benar sangat berlebihan menurut ku, tapi aku menyukainya. Sesampai di dalam tenda, Nadira terlihat sangat sibuk tengah membersihkan wajahnya menggunakan kapas yang di berikan oleh skincare khusus miliknya.
"Emm, bahagia sekali yaa kamu. Bisa kencan dengannya?" tanya Nadira.
"Apakah itu bagian kencan?" tanya ku.
"Yaa ampun Icha ... Kamu itu benar-benar polos apa bodoh, itu tuh sama saja kencan. Jika kita berjalan dengan kekasih kita apa lagi sampai berpegangan tangan, memberikan jaket dan mengacak rambut. Itu adalah rutinitas seorang pria yang menyayangi mu, apakah kamu mendapatkannya?" Nadira berbicara dengan panjang lebar menjelaskan apa saja yang di lakukan oleh sepasang kekasih.
Aku hanya bisa terdiam meski belum memahaminya tapi aku sudah merasakannya. Rasa senang dan hati berbunga-bunga aku rasakan kali ini, rasa ingin untuk keluar kembali memastikan Samuel sudah pergi atau tidak. Namun tidak berani aku membuka kembali resleting tenda ku.
"Buka saja dan kau lihat, apakah dia masih disana atau tidak." ucapan Nadira membuat ku terkejut, ternyata dia memahami apa yang sedang aku pikirkan.
Memberanikan diri mencoba membuka resleting tenda kami dan benar saja pria itu masih berdiri disana dan aku masih memperhatikannya, tidak lama setelah aku tidak keluar dari tenda Samuel pergi tidak terlihat lagi oleh ku.
Rasa lega yang berganti dari rasa khawatir kali ini membuat ku tenang. Membiarkan Nadira melakukan aktivitasnya, aku memilih untuk membaringkan tubuh ku dan menatap langit-langit tenda kami.
"Nad, apakah kamu pernah berpacaran?" pertanyaan ku benar-benar sangat bodoh dan tentunya membuat Nadira menertawai ku.
"Hmmm, sebenarnya aku tidak pernah berpacaran tapi aku selalu mencari tau tentang artikel sepasang kekasih. Meski berharap aku juga bisa merasakannya tapi kedua orang tua ku belum mengizinkan untuk memiliki seorang kekasih. Mereka ingin aku menjadi orang yang sukses dan bisa di banggakan oleh mereka, tentang sebuah hubungan percintaan itu bisa datang dengan sendirinya tanpa harus memaksakan diri untuk tetap bercinta di usia ku yang sekarang." penjelasan Nadira membuat ku terdiam dan memahami tentang sikap Nadira selama ini yang selalu acuh dan tidak acuh kepada pria termasuk Samuel.
"Sudah kau tidur saja, memangnya kau tidak lelah diam di luar sampai kedinginan seperti itu!" seru Nadira.
Aku hanya bisa tersenyum dan masih memperhatikan Nadira yang mengaplikasikan wajahnya menggunakan alat makeup pembersih untuk wajahnya.
Menopang kepala dengan tangan sembari terduduk memiringkan tubuh, aku melihat Nadira begitu cerah dan ceria setiap kali dimana pun dia berada. Suatu keberuntungan ketika gadis itu tidak mengalami hal seperti apa yang aku rasakan kali ini.
"Kenapa? kamu sedang membandingkan dengan diri ku dengan kehidupan mu?" pertanyaan Nadira membuat ku terkejut.
"Maksud mu apa?" aku mencoba berbalik bertanya kepadanya.
"Aku tau kamu sedang membandingkan tentang kehidupan ku dan kehidupan mu, tapi nyatanya semua tidak sesuai apa yang kamu lihat. Dan satu hal, jangan pernah menilai seseorang dari segi penampilan atau pun dari sikapnya karna di balik mereka yang selalu tersenyum, selalu ada hal yang melukai hatinya di dalam lubuk hati yang terdalam.
Di balik orang yang selalu sedih pada kenyataannya dia adalah irang yang sama sekali tidak pernah bersyukur. Dan kau tau ketika seseorang berjuang terus-terusan tapi tidak ada hal yang dia petik atau pun dia dapat itu hanyalah sebuah teguran bukan sebuah ujian,"
"Kenapa demikian?" tanya ku.
Penjelasan dari Nadira benar-benar membuat ku tertegun.
"Icha ... Meski kehidupan keluarga mu begitu tidak bisa di hindari, tapi ketahui lah kamu masih bersyukur memiliki orang yang dapat menampung mu. Tapi aku memiliki seorang ibu tapi tidak memiliki seorang ayah. Ayah ku pergi dengan wanita lain, tapi ibu ku dia tersenyum menyembunyikan lukanya bahkan mencoba untuk menjadikan aku seorang anak yang benar-benar bisa lebih dari dia sampai dia terus berusaha dan berusaha. Aku menyadarinya, tapi ternyata aku kurang bersyukur melihat kamu bisa hidup tanpa ayah dan ibu meski mereka masih ada. Tapi kamu benar-benar sangat kuat walau pun aku tau di dalam hati kamu terasa kehampaan, rasa sakit, kecewa dan tidak percaya dengan apa yang di lakukan oleh kedua orang tua mu. Percaya lah Cha, akan ada kehidupan yang bisa menjadikan mu semakin kuat persis ibu ku.
"Ibu yang selalu aku kagumi, dia sudah di panggil oleh Tuhan. Aku selalu tidak pernah bersyukur selama ini, tapi kamu membuat ku sadar dan aku akan mewujudkan keinginan ibu ku dengan aku menjadi seorang pengacara. Katanya dia sangat menyukai seorang wanita yang berprofesi sebagai pengacara bahkan membelanya mati-matian saat ayah ku dengan wanita selingkuhannya bersikeras untuk mendapatkan harta milik kami, tapi wanita cantik itu adalah seorang wanita yang benar-benar sangat kuat meski semua orang mencomoohinya. Ibu ku kagum kepadanya dan menginginkan aku menjadi sosok seperti dia." Dengan wajah tegar Nadira menceritakannya.
Aku terdiam saat Nadira menjelaskan begitu banyak hal yang tidak pernah aku ketahui tentang dirinya. Dengan raut wajah penuh semangat itu dia tersenyum di hadapan ku.
"Kemari lah," pinta ku.
"Ada apa? Aku tidak perlu pelukan! Aku hanya perlu skincare yang menyegarkan wajah ku dan bisa membuat ku tampil cantik meski tanpa seorang pria." elak Nadira.
Aku hanya bisa tertawa tertahan ketika mendengar teman ku yang satu ini benar-benar membuat ku merasa hidup dan nyata bersama dengan dirinya. Sepanjang malam kami berbincang satu sama lain tidak ada yang kamu tutupi selama ini, termasuk rasa kecewa ku kepada kedua orang tua dan tidak percaya saat aku kali ini hidup seorang diri di tengah-tengah saudara keluarga ku yang terpaksa aku merepotkan mereka.
Saat waktu menunjukan pukul 3 pagi, rasa kantuk menyerang kami hingga akhirnya aku tertidur begitu pun dengan Nadira. Hingga pagi tiba saat panitia mencoba untuk meminta kami berkumpul, aku dan Nadira bangun sangat terlambat dan membuat Samuel terkejut melihat keadaan kami berdua yang benar-benar masih mengantuk dan sama sekali belum bersiap-siap untuk pergi.
"Apakah kalian akan pergi menjelajah dengan penampilan seperti ini?" tanya Samuel membuat kami tertegun saling menatap satu sama lain dan tertawa bersama di pagi hari.
Samuel hanya bisa menggelengkan kepalanya dia tidak memahami apa yang terjadi dengan kedua gadis yang ada di hadapannya itu.
"Apa kalian tidak tidur semalaman?" spontan kami berdua mengangguk.
"Lalu, apa kalian jadi ikut dengan ku?" Aku dan Nadira mengangguk dengan sangat cepat.
"Kalau begitu bersiaplah! Aku tidak mau menunggu lebih lama dengan wanita yang merepotkan seperti kalian." Tegas Sam.
Nadira dan aku hanya bisa tersenyum tertahan melihat ketidakpercayaan Samuel tentang seorang wanita yang bahkan bangun kesiangan.
Mendengarkan dan menuruti ucapan tegas Sam, seperti sebuah mesin. Nadira dan aku bergegas bersiap untuk ikut serta menjelajah. Kegiatan yang hanya melepas rasa penat kami di saat berlibur kali ini. Menelusuri perkebunan teh yang luas, canda tawa gurauan, namun kami mulai memasuki area yang memang untuk tempat berwisata, disana kami melakukan banyak hal berpoto dengan pose yang beragam.
"Kalian ini pacaran apa bukan? Saling berpelukan gih!" seru Alex.
Sam menarik tangan dan menatapku, kilat kamera mengejutkan, namun jauh lebih mengejutkan ketika Sam mengecup bibirku di depan mereka.
"Wow, so sweet!!"
Seruan mereka menyadarkanku dan mendorong Sam agar menjauh dariku. Di tarik oleh Nadira, aku berjalan tanpa menoleh kearah Sam. Mungkin terasa aneh jika aku melakukannya, tapi Sam yang berinisiatif di depan semua orang dan membuatku sama sekali tidak nyaman.
"Ingat, kamu jangan terlalu terbuai akan cinta, Cha! Mereka hanya memperlakukan perasaan sementara!" tegas Nadira padaku.
Anggukan sebagai balasan atas nasihat temanku Nadira. Dia memang keras, tapi merasakan kepeduliannya membuatku percaya akan ucapannya.
Berjalan bergandengan tangan dengan seorang pria untuk pertama kali. Adalah suatu hal yang tidak pernah aku bayangkan.
Tapi pria di sampingku mempererat pegangannya dengan tangan lebar halus menghangatkan suhu yang cukup dingin di daerah ini. Debaran jantung dan rasa canggung dapat berjalan bergandengan dengan pria tampan di sekolah menjadi primadona di sekolah adalah suatu anugerah yang ku dapatkan.
Namun aku masih meragukan tentang kenyataan bahwa pria yang ada di sampingku ini adalah kekasihku. Kami berjalan di tepian jalan cukup besar bebatuan yang tajam di tengah-tengah perkebunan teh. Berlima berjalan tanpa henti hingga rasa lelah mulai menyerang.
"Kenapa aku merasa sangat lapar sekali ya?" ucapan Alex dibalas anggukan oleh yang lainnya.
"Pergilah, cari makanan. Padahal kalian semua sudah memakan habis oleh kalian!" seru Sam.
"Lalu, para wanita bagaimana?" tanya Alex.
"Kita pergi bersama-sama saja!" seru Nadira.
"Yang berjaga patokan kita sudah sampai mana, siapa?" tanya salah satu teman Sam lagi.
"Biar aku yang berjaga, kalian pergi saja bersama Icha!" seru Samuel.
"Aku di sini saja menemanimu, hanya di sini saja kan? Sebaiknya aku menemani kamu ya, sambil menunggu mereka kembali," tambahku.
"Ya, sebaiknya kamu di sini saja, jangan sampai kekasihmu ini ada yang mengambilnya. Terlalu banyak wanita yang sedang mengincar nya!" seru Nadira.
Hanya bisa terdiam ketika mendengar ucapan Nadira. Mungkin terdengar egois, tapi pada kenyataannya. Sangat melelahkan ketika harus berbalik arah dan mencoba untuk kembali ke pedesaan. Apalagi dengan jalanan berbatu seperti itu.
Melihat yang lainnya kembali dan mencari makanan dan minum, tinggal aku dan Sam disini. Terasa sangat sejuk sekali ketika hanya ada kita berdua saja di tengah jalanan yang sepi tanpa siapapun. Ingin mencoba menoleh melihat ke arah Sam, namun aku ragu. Akan sangat memalukan jika ketahuan mencuri-curi memperhatikannya.
"Apa kamu lelah, Sayang?"
Aku tertegun mendengar pertanyaannya, dia bahkan tanpa ragu mengucapkannya dengan wajah tanpa dapat ku artikan itu.
"Cha, kenapa kamu terdiam?" tanya nya lagi.
"Hmm, tidak. Aku ... Mari kita duduk dan menunggu!" aku mencoba mengalihkan pertanyaan Sam.
Meski aku tahu dia tersenyum menyeringai melihat tingkahku. Tapi akan jauh lebih baik jika berada sedikit jaga jarak dengannya yang akan membuat jantungku semakin berdetak kencang dan akan ada kemungkinan berhenti sejenak.
Dan benar saja, dia ikut duduk di sampingku bahkan menolehpun tidak berani aku lakukan. Di tambah dngan debaran jantung yang sama sekali tidak bisa aku kontrol perasaaan yang tidak bisa mngatur nafas yang terasa sesak ini. semakin aku merasakan jika Sam mendekatiku yang sedari tadi tidak membiarkan nya untuk menatapku.
Semakin aku merasakan jika dia mencoba untuk mendekatiku, namun saat aku tngah mencoba untuk menghindarinya percikan air membuyarkan keheningan di antara kami berdua.
Saat mencoba untuk menoleh ke arah Sam, sebuah tangan meraih tanganku, menarik aku untuk berlari dan meninggalkan tempat dimana kita seharusnya menunggu yang lainnya untuk kembali. Rintikan air hujan awalnya memang membuat kami berlari namun semakin tidak kami duga jika hujan malah deras kami rasakan.
Berlari dengan seorang pria berstatus kekasih sangatlah lazim bagi pasangan kekasih, tapi kali ini ada Sam di depanku dengan wajah tampannya berlari sembari pegangan erat di tangannya tidak lepas sama sekali selama kami berlari tanpa arah.
Hingga tiba di sebuah gang yang sangat sepi, Sam menarikku lagi untuk berjalan dan memauki sebuah gedung tua usang yang tak terawat. meski takut yang aku rasakan, namun akan jauh lebih baik jika tidak mencoba untuk masuk ke dalamnya.
"Hmmm."
"Jangan takut, ada aku! Hujan sangat deras di luar dan sepertinya membutuhkan waktu untuk reda!" ucapan Sam segera ku balas anggukan dan berjalan mengikutinya.
Suasana sore yang menegangkan dengan cuaca yang gelap bercampur kilatan petir, mengharuskan kami berteduh masuk ke dalam rumah kosong tak berpenghuni. Jalan masukpun mempersulit kami dengan kurangnya penerang disana. Namun secercah harapan dan perasaan lega, ketika Sam menyalakan pematik api yang sempat dia bawa dan gunakan untuk berjaga-jaga.
"Aku bukan perokok, pematik ini aku bawa memang untuk keperluan camping," jelasnya.
Melihat pria yang menggunakan tangan lembutnya berharap menemukan sesuatu yang dapat dia gunakan untuk menyalakan api. Sam tersenyum dan berseru ketika dia menemukan beberapa kayu di bagian dapur.
Sempat ada perasaan takut ketika dia membiarkanku seorang diri di ruangan yang sangat gelap. Kilatan petir dan juga hujan yang deras masih berlangsung. Akan semakin kecil peluang untuk kembali ke tempat camping.
"Apa kamu takut?"
Pertanyaan Sam yang berbisik mengejutkan dan refleks memeluknya dengan erat.
"Ada apa?" Sam mempererat pelukanku dengan pertanyaannya.
"Kamu ...."
Bibir rapat terdiam ketika menyadari pelukan erat kulakukan padanya. Mencoba melihat jelas tubuh di hadapan mendongakan kepala tepat di bawah bibir Sam yang tipis merah muda membentuk simpul senyum tipis, pelukannya masih erat terasa.
"Takut?"
Tatapan lembutnya begitu perhatian di balas anggukan intens olehku.
"Kemarilah, kita istirahat disini! Sepertinya ini paling aman!" tuntunan tangan Sam mengarah ke sebuah ruangan yang cukup luas untuk kami berdua.
Melihat sekitar rumah yang tak terurus itu, memang hanya berbahan dasar kayu. Sam menyalakan pematik api yang dia bawa untuk berjaga-jaga membuat api unggun kecil sebagai cahaya dan penghangat ruang yang gelap. Di luar sana, hujan pun belum henti juga malah semakin mengerikan ketika gelap malam mulai menyulitkan pandangan.
Nyala api di hadapan mulai menghangatkan, Sam bergeser dan menghampiri dengan senyum yang tak luput darinya.
"Hangatkan tanganmu sini!" seru Sam.
Menjulurkan tangannya dan juga tanganku, dapat meringankan rasa dingin yang menyelimuti kami. Cukup lama, berada disana. Namun hujan tak kunjung berhenti, pakaian yang yang sedari tadi basah menyulitkan kami.
"Kamu dingin, Cha?" tanya Sam.
Meski aku sudah menggelengkan kepala untuk menjawabnya, namun Sam tetap membuka sweaternya dan memasangkannya pada tubuhku, padahal tetap sama saja dingin jika jaketnya pun basah. Tapi niat baiknya tidak bisa ku tolak selama memang membutuhkan jaketnya.
Duduk berdua dengan pria yang berstatus kekasih menegangkan dan membuat suasana menjadi jauh lebih berbeda dari seharusnya terjadi di antara aku dan Sam, yang semestinya tidak terjadi di antara kami.
Berdua saja kali ini di sebuah rumah tua dalam gelap, derasnya hujan sempat membuat tubuh kita berdua basah karena air hujan menerpa tubuh saat berlari dan tak memberi ruang kering sedikitpun di sisa pakaian kami.
“Pakaianmu basah, mungkin akan mengering jika di jemur di atas api unggun ini,” ucap Sam.
Dia berbicara seakan aku bukanlah seorang wanita melainkan seperti gadis kecil seperti beberapa tahun lalu, tapi dia lupa jika aku sudah bukan gadis di tahun kemarin. Kelulusan ini bahkan usiaku sudah 19 tahun, tapi dia bicara seakan aku gadis yang tidak merasa canggung mendengar ucapannya.
Sam menatap ke arahku yang hanya diam tanpa menanggapi ucapannya kali ini. Seakan menyadari sesuatu, Sam terdiam dan mendekat duduk di sampingku.
“Maaf, aku selalu terbiasa kalau kita … tapi aku lupa jika kamu seorang wanita.”
Ucapan Sam membuatku membulatkan kedua mata dan memukul tubuhnya yang basah hingga dia memohon ampun agar aku menghentikan aksiku, yang memukulinya sedari tadi merasa kesal dengan dirinya, bahkan Sam berbicara dengan wajah datarnya.
Seketika saat kami mulai merasa lelah Sam menatap wajahku dengan genggaman erat tangannya, di hadapanku dengan jarak yang sangat dekat, membuat detak jantung tak beraturan dengan alunan dan deru nafas Sam yang terasa di wajahku.
Tatapan wajah dan arah mata Sam menuju sangat dekat dengan bibirku.
“ Cha ….”
Degup jantung yang begitu kencang semakin membuatku tidak karuan mendengar suaranya yang memanggil namaku dengan sangat lembut.
‘Hmm.”
‘’Aku mencintaimu.’’
Sebuah kata yang membuat duniaku berasa berwarna dalam gelap yang tiada terang setelah kedua orang tuaku yang pergi tanpa melihatku yang sebagai putrinya. Tapi pria yang ada di hadapanku meluapkan segala emosi dan perasaanku kali ini. Apalagi setelah sebuah bibir mendarat melumát dengan lembut terasa nyata aku rasakan.
Debaran jantung yang membuatku melayang bagaikan terbang dan merasakan jawaban cinta dan perasaan nyaman yang di rasakan kali ini, membuat ku lupa jika setiap sentuhan seseorang begitu aku butuhkan selama ini dan ungkapan cinta yang saat ini ingin aku dengar dari pria yang memang sudah lama aku sukai.
Namun perasaanku tertutup karena batasan persahabatan yang aku jaga, juga terbayar ketika ungkapan cinta itu keluar sendiri dari mulut Sam, yang kini menelusuri setiap sudut ruang bibirku yang terasa hangat dan memabukan.
“Emmm.’’
Lenguhan terdengar membuatku merasa malu dan panas di tubuh ketika ciuman itu lepas dan turun menelususri setiap inci leher jenjang milikku yang basah karena terpaan air hujan tadi.
Tapi bisa ku hindari dinginnya malam dan air huja jika setiap sentuhan dan pelukan yang Sam lakukan padaku dapat mengurangi rasa dingin akibat hujan tadi di tubuh.
Terbang bagai ke luar angkasa dan perasaan nyaman yang di berikan oleh pria yang berstatus kekasihku saat ini. Membuatku melupakan apa yang di lakukan oleh Sam pada pakaianku kali ini. Pakaian kami yang basah itu sudah berserakan dan hanya tersisa tubuh tanpa helayan benang yang tersisa untuk menutupi.
Sam yang berada di atas tubuhku melumàt habis peluh bibir yang basah. Sebuah hentakan dan juga remasan di area sensitifku terasa begitu nyaman aku rasakan dan lenguhan tak luput di antara kami berdua. Hingga suatu hal yang seharusnya tidak terjadi di antara kami benar-benar terjadi. Apalagi ketika aliran daràh keluar di bagian sensitifku yang membuatku membuka kedua mata dan tersadar jika pria dengan lenguhan dan desahan di atas tubuhku adalah Sam yang sebagai kekasihku.
Wajah semangat dan juga merasakan sakit namun día menahannya demi perasaan yang día rasakan dan juga kegiatan, lajuan yang día lakukan tanpa mencoba menghentikannya. Dia tak melepas pautan antara tubuh kami berdua di malam itu.
Kilat petir dertas hujan dan gelap rumah yang hanya dengan nyala api kecil saja menghiasi percintaaan yang kami lakukan kali ini, membuatku sedikit ketakutan namun juga terbuai akan setiap sentuhan Sam yang begitu lembut meski terasa perih disana, namun tak menyurutkan aktivitas kami.
Hingga ada saat Sam mengakhiri semuanya dengan lenguhan terakhir deru nafas lega setelah melepas hal yang untuk pertama kali kami lakukan dan rasakan saling bersahutan melepas hal yang sangat asing bagi kami. Kecupan di pipiku terasa nyata saat Sam tersenyum menatap wajahku.
‘’Aku tidak menyangka jika mereka begitu membuatku mabuk.’’
Bisikan Sam mengejutkanku sembari sentuhan tangannya mendarat di bagian tubuhku yang nampak nyata di hadapannya dengan bentuk yang cukup besar dia remas. Sam mengecup kembali wajah merahku yang merasa malu ketika dia mengatakannya.
‘’Aku akan bertanggung jawab, Sayang, siapa suruh kamu menggodaku dengan pakaianmu yang terbuka seperti itu. Aku mana tahan dengan tubuh seksimu yang menggãirahkan.’’
Sam semakin membuat wajahku terasa matang menahan malu yang tak dapat aku sembunyikan lagi dari hadapannya, yang membuatku tak bisa mengelak jika aku juga terkagum akan tubuhnya yang kekar dan lembut itu. Apalagi setiap sentuhannya membuatku terbuai seakan melayang tanpa hambatan dan batasan yang membuatku tak sanggup menahan diri.
Berulang kali Sam terus-terusan menjamah tubuh yang lemah ini hingga rasa lelah menyerang kami dan tertidur setelahnya, Hingga pagi tiba, aku terbangun dengan dekapan dan pelukan tubuh Sam yang begitu erat membuatku kesulitan menyingkirkan tubuh Sam.
Aku terkejut melihat deretan tanda merah di sekujur tubuhku yang tak nampak membuatku terdiam, aku duduk bangun dari tidur sekilas terlihat bagian tubuh Sam yang sempat menjadi tombak nyata untuk menyerangku malam tadi, tampak mengerikan. Namun aku penasaran hingga berulang kali melihatnya tangan bodohku menghianatiku dan mencoba menyentuhnya.