Sebuah tangan menahanku ketika aku menarik tangan yang sempat dengan konyolnya mencoba untuk menyentuhnya, kulihat Sam tersenyum tipis menahan posisi tanganku yang masih di bagian itu.
"Apakah kamu menyukainya, Sayang?"
"Hah?" gelengan kepala dan wajah tersipu malu tak menyurutkan Sam yang tersenyum dan menarikku ke pelukannya.
"Kau milikku, dan akupun milikmu!" seru Sam.
Kecanggungan yang di rasakan mendengar pertanyaannya, aku tersipu malu. Bahkan tidak pernah terpikirkan jika Sam akan mengatakan hal seperti itu dengan wajahnya yang sama sekali tidak merasa canggung menatap dengan senyuman tampan mencerahkan pagi hari yang cukup menyegarkan.
Jika kami tidak tersadar hari sudah pagi mungkin akan terjadi hal yang sama seperti semalan, namun kami teringat dan membuat kita berdua bergegas bangun dari duduk meski sekilas teringat kejadian yang terjadi tadi malam.
"Aaw!"
Sekujur tubuh bagai remuk terhempas dari atas dinding dan rasa sakit di bawah sana, membuat getaran hebat di kedua kaki. Juga saat tangan menyentuh pinggang yang terasa patah Sam menarik tanganku hingga ke pelukannya.
"Apakah itu sangat sakit? Maafkan aku, lain kali aku akan melakukannya dengan hati-hati dan jauh lebih baik."
Ucapan Sam membuatku tersipu malu seakan-akan hal itu akan terjadi lagi dengan lantang dia mengatakan nya. Dia tersenyum tipis mengacak rambutku dengan lembut.
"Cepat kenakan pakaianmu, sepertinya mereka sudah kering! Aku akan melihat cuaca di luaran sana," seru Sam di balas anggukan.
Saat mengenakan pakaian dengan rasa penasaran masih ingin melihat keberadaan Sam yang ternyata juga mengenakan pakaiannya. Tapi tidak ku sangka dia menoleh ke arahku tersenyum tipis membuat debaran jantungku berdetak sangat kencang hingga rasa malu di wajahku nampak sangat jelas.
Ketika aku kembali fokus mengenakan pakaian tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangku memeluk erat hingga Sam juga menempelkan dagunya di bahu, jika dia dapat mendengar detak jantungku pastinya Sam akan menertawainya dengan sangat jelas.
"Rasanya aku tidak ingin hari berlalu begitu saja, apalagi seperti malam yang kita habiskan yang sangat panjang seperti tadi malam. Benar-benar membuatku merasa bahwa cinta sangat begitu indah apalagi saat kita sedang bercintä."
Ucapan Sam benar-benar membuatku tertegun masih dalam diam tidak tahu harus menjawab apa dengan di bicarakannya itu, dia menoleh kearah wajahku saling bersitatap dengan rasa canggung yang ku rasakan kali ini. Malah semakin membuat Sam menempelkan kembali bibirnya dengan bibirku, sentuhan lembut dari ciuman yang sangat memabukkan.
Hingga aku terbuai dan memejamkan kedua mataku membiarkan Sam dengan bebas mencium dan menelusuri mulutku tanpa ragu-ragu. Hal yang paling tidak kuduga ketika dia menaikkan kedua tangan nya tepat di atas kedua gundukan yang baru saja ku rapihkan.
"Kenapa aku merasa mereka berdua semakin membesar? Apakah kamu menginginkannya, Sayang?" bisik Sam disamping wajahku.
"Tidak ada, sebaiknya kamu fokus mengenakan pakaian mu! Lagi pula terik matahari sudah terlihat di luaran sana!" protesku.
Sam hanya tersenyum dan mengangguk membenarkan apa yang diucapkan oleh ku. Kini kami kembali mengenakan pakaiannya pada kenyataannya, detak jantungku dan rasa kecewa yang aku rasakan ketika Sam menghentikan aksinya.
Ada sedikit rasa kecewa namun bercampur aduk dengan rasa malu jika harus melakukannya untuk yang kedua kalinya. Selesai mengenakan pakaian duduk di tempat di mana kita menghabiskan malam penuh cinta membuat rasa canggung dan debaran jantungku masih saja begitu hebat, tapi saat melihat Sam berjalan menghampiri membuat diriku merasakan bahwa apa yang terjadi adalah sebuah kenyataan.
"Apakah kamu sudah bisa berjalan? Jika tidak sebaiknya kita menunggu saja waktu sampai siang," tanya Sam membuatku mengangkat sebelah alis.
"Jika antara aku dengan dirimu masih tetap saja hanya berdua disini, tidak akan memungkiri apa yang terjadi diantara kita berdua nanti!" gerutuku.
"Memang apa yang akan terjadi, Sayang?" goda Sam.
"Tidak ada," elak ku.
"Apakah di luaran sana masih hujan? Sebaiknya kita kembali ke kemah, aku rasa akan jauh lebih baik jika kita kembali lebih awal!" ajakku.
Sam tersenyum mengangguk dia membenarkan apa yang aku ucapkan, berdiri dari duduknya menoleh dan tersenyum ke arahku saat mengulurkan tangannya membuat diriku terasa lebih istimewa, ketika pria tampan di hadapanku mengulurkan tangan kekar dan lembutnya di iringi debaran jantung yang masih saja tidak bisa ku kendalikan.
Kali ini kami berjalan keluar dari rumah yang menjadi tempat awal pengalaman yang sama sekali tidak pernah terpikirkan olehku dan juga tidak pernah terpikirkan oleh Sam. Menghirup udara segar di pagi hari, namun udara selesai hujan memang terasa sangat dingin ketika menembus ke sekujur tubuh membuat tanganku refleks menggosok tubuh yang terasa dingin.
Berdiri di belakang memeluk dan merangkul kedua tanganku, Sam menggosok kedua tangan dengan pelukan menghangatkan rasa dingin yang begitu menyejukan.
"Apa sudah hangat?"
"Heem."
"Aku akan melakukannya jika kamu butuh kehangatan."
"Apa kamu punya api?" tanyaku.
"Tentu saja!"
"Hah?"
"Korek api yang nyala di saat melihat tubuhmu yang cantik membuatnya terbangun hingga memakanmu," ucapan Sam mengejutkan dan membuatku terdiam.
Berbicara seperti itu dengan raut wajah tidak bersalahnya, membuatku ingin memukulnya. Namun dia kembali lagi dengan tenaga kuatnya menarik wajahku agar menoleh dan mencium bibirku untuk yang ke sekian kalinya. Dengan rakus Sam melumát menghisap terasa saat bibirku berada tepat di dalam mulutnya. Tersenyum tipis menatap wajah merah mudaku Sam melepas ciumannya.
"Bibir yang sangat manis!" seru nya.
"Ya, kamu terlalu manis."
"Benarkah? Kamu menyukainya Sayang?" dia tampak bersemangat.
"Hmmm."
"Kamu mau mencobanya lagi, Sayang?"
"Tidak."
"Kenapa? Yang semalam lebih aku sukai?"
"Kau mau membunuhku!"
Perdebatan kami berdua tidak pernah putus membahas apa yang terjadi semalam sepanjang perjalanan. Cukup menyenangkan ketika membicarakan hal seperti itu bersama dengan pria yang begitu nyata mencintai dan kucintai, perjalanan yang begitu panjang terasa sama sekali tidak membuat lelah bagi kami berdua.
Namun saat di tengah-tengah perkebunan teh dengan matahari yang sudah berdiri tepat di hadapan kami membuat rasa hangat yang menyegarkan di sekujur tubuh, berdiri di tengah-tengah perkebunan ini dengan hamparan luas yang sangat nyata. Sam yang berdiri di belakangku dia merentangkan kedua tanganku membuat kedua mataku terbuka hingga dagunya berada di bahuku di samping menutup kedua matanya tersenyum tipis. Aku ikut merentangkan kedua tangannya menikmati terpaan matahari yang menghangatkan tubuh.
"Pejamkan kedua matamu, Sayang dan rasakan sapaan dari matahari pagi yang menghangatkan tubuh kita. Setelah diterpa air hujan semalam dan juga keringat cinta kita yang begitu nyata terjadi tadi malam!"
Ucapan Sam berawal terdengar sangat masuk akal, namun juga terdengar begitu konyol ketika dia menceritakan tentang apa yang terjadi tadi malam di antara kami berdua. Meski terdengar sangat lucu, namun aku tetap mengikuti arahan nya merentangkan kedua tangan di bawah tangan yang dan menutup kedua mata menghirup udara segar di pagi hari membiarkan matahari menghangatkan tubuh kami berdua.
Hanya melakukannya sekitar 15 menit aku membuka kedua mata setelah mendapati Sam melingkarkan kedua tangannya di pinggangku menahan dagu nya di bahu, namun hal yang sama sekali tidak pernah kuduga ketika dia menyibakkan rambut yang menutupi jenjang leherku hingga dia mengecup di bagian sensitif membuatku membulatkan kedua mataku hingga 1 buah kecupan tertinggal di sana.
Mengetahui aku yang hanya berdiam diri saja, Sam yang ada di sampingku menaikkan kedua tangan mendaratkan keduanya tepati gundukan yang sangat disukai olehnya sedari tadi. Tersenyum tipis dia berulang kali mengecup pipi kiriku.
"Entah kenapa aku sangat menyukai mereka berdua, terasa menyenangkan setiap kali menyentuh nya. Apakah boleh aku melihat mereka berdua lagi?" bisik Sam membuatku terkejut.
Dia menatapku hingga memutar tubuh dan menatap dirinya dengan sangat tajam.
"Tidak lihat kah kamu matahari seharusnya sudah membuatmu merasa malu, tapi masih dengan tidak tahu malunya kamu mengatakan hal seperti itu dan memintanya lagi?" gerutuku jari telunjuk menekan dahi kekasihku itu.
Dia hanya tersenyum tipis menyentuh dan menarik tanganku hingga ke pelukannya namun hal yang sama sekali tidak kamu duga saat terjatuh ke belakang menerbang jalanan setapak membuat kami berdua tertawa mendapati apa yang terjadi duduk di atas tubuh saham benar-benar membuatku canggung.
Namun membuatku terkejut saat aku merasakan tempat dimana aku terduduk di atas tubuh Sam, dan melihat raut wajah kekasihku itu tersenyum puas menatapku.
"Kamu menggodaku dan membangunkannya Sayang!" seru Sam.
"Hah, siapa? Dia ...."
"Ya, dia yang berkenalan denganmu tadi malam. Sepertinya menginginkanmu lagi," sela Sam setengah berbisik.
"Hah, emmm."
Ciuman dari bibir Sam kembali dia lakukan membuatku tak mampu protes lagi. Poisi duduk di atas tubuh Sam dan juga Sam yang meraih pinggangku terasa begitu canggung namun tak meluputkan aksinya yang begitu bergairâh lagi. Rasa ingin protes terhenti saat ciuman lepas dan sentuhannya beralih ke leher jenjangku dan meraup kedua hal yang dia sukai sedari awal.
Bercintà di tengah-tengah perkebunan teh yang sepi belum ada pemetik teh disana, melancarkan aksi Sam menjamah tubuhku lagi.
Dia seakan kecanduan dan sudah ahli dalam satu malam kali ini dia melakukannya dengan ritme yang beralunan tanpa menyakiti lagi. Tidak menunggu lama, dia sudah mengakhirinya lagi. Tubuh yang lemas tadi kini berubah jadi bersemangat saat mengejang hebat di atas tubuhnya.
"Aku ...."
"Lakukan saja, Sayang!" sela Sam.
Saling membalas satu sama lain, kami kiti mengakhirinya hingga membenarkan pakaian kembali seperti semula.
"Apa kamu masih bisa berjalan, Sayang?"
"Istirahat sejenak bisakan?" pintaku.
"Ya."
Sam mengacak lembut rambutku tersenyum penuh cinta di balas senyuman olehku melihat luas hamparan kebun teh menjadi saksi cinta kita, ciuman sebagai penutup yang kini aku dan Sam tentang hubungan kami berdua yang terasa nyata kali ini. Hingga terdengar sebuah teriakan tidak jauh dari mana kami berada.
Sam berdiri dari duduknya dia melambaikan kedatangannya untuk menandakan kepada orang-orang yang mencari kami berdua untuk menghampiri kami.
"Sebaiknya kita yang berjalan menghampiri mereka!" ajakanku dibalas anggukan oleh Sam.
Kini kita berdua berjalan dengan beriringan tidak luput dari bergandengan tangan yang begitu lembut Sam mempererat pegangan tangannya, hingga berjalan beberapa menit saja kami sudah sampai dan bertemu dengan teman-teman yang ternyata berusaha mencari kami berdua.
"Kemana saja kalian ini benar-benar membuatku sangat khawatir!" teriak Nadira memeluk erat tubuhku membuat dirinya ketakutan hingga air mata menetes di pelipisnya.
"Hujan semalam benar-benar sangat mengerikan, kami begitu khawatir kepada kalian berdua. Maafkan kami tidak langsung datang mencari kalian!" seru Alex.
Tidak ada balasan dari Sam, dia masih dengan wajah acuhnya kepada mereka namun terlihat bersemangat dan cerah ceria ketika semua orang memperhatikannya saat kami semua melepas kerinduan tiba-tiba sebuah suara dibalik perutku membuyarkan mereka semua. Rasa ingin menghilang seketika ketika hal itu benar-benar terjadi di hadapan mereka sehingga membuat teman-teman Sam dan juga Nadira tertawa terbahak-bahak mendapati diriku yang kelaparan.
"Kau bersama dengan kekasihmu, tapi ternyata tidak menjamin perutmu begitu kenyang ya!" teriak Nadira.
"Jika bukan karena tenaga yang terkuras habis olehnya aku tidak akan mengalami hal seperti ini! Lihatlah dia, bahkan tersenyum puas kearahku!" batinku.
Setelah benar-benar bersama dengan teman-teman yang lainnya, kami kembali ke tempat kemah makan dan minum air hangat yang disediakan oleh teman-teman Sam, hingga mereka memberikan surat kelulusan kami dan juga pemberitahuan ijazah yang akan dikirimkan oleh pihak sekolah.
"Wah ternyata kita benar-benar sudah lulus, biar aku cari tahu apa rencana kalian kedepannya!" teriakan Alex membuat kami semua mengangguk menyetujui pertanyaannya.
"Aku akan pergi ke luar negeri melakukan studi sesuai permintaan kedua orang tuaku," ucap Alex.
"Wow, benar-benar keren. Bisa pergi ke luar negeri!" puji ku.
"Apanya yang keren, aku juga akan pergi melakukan studi di luar negeri. Dia belum seberapa dibandingkan aku sendiri yang mengajukan permintaan itu kepada kedua orang tuaku itu jauh lebih keren, dibandingkan dengan dorongan kedua orang tua seakan-akan merasa terpaksa," balas Nadira.
"Hei kau! Apa kau sedang menyindirku?" protes Alex.
Di saat mereka sedang berdebat satu sama lain dan membicarakan tentang masa depan yang akan mereka lakukan setelah kelulusan ini. Sam menatap ke arahku tersenyum tipis tidak dapat diartikan raut wajahnya yang terdiam di hadapanku itu.
Meski aku tidak tahu hal apa yang akan terjadi di masa depan nanti, namun aku sudah bisa melihatnya ke arah mana apa yang akan terjadi dan akan aku lakukan kali ini, berdiam diri di rumah keluarga kakek dan nenekku beserta dengan uwa Umiya yang bersedia menampung ku.
Tidak ada diantara mereka yang menanyakan hal-hal apa yang akan dilakukan oleh ku, hanya tertawa bersama hingga kami memutuskan untuk pulang. Namun Alex yang memiliki mobil pribadi dan juga sama yang dijemput oleh sopir mempermudah kami untuk kembali dari tempat perkemahan.
Duduk disamping Nadhira di kursi penumpang aku kali ini, Sam duduk di kursi depan berulangkali dengan senyum di wajahnya mencoba untuk melihat ke arahku melalui kaca mobil depan yang mengarah ah ke arahku.
"Kalian ini, sudah menghabiskan waktu yang sangat panjang bersama. Masih saja mencuri-curi pandang!"
Seruan dari Nadira membuat aku dan Sam tersadar dan tertawa tertahan.
"Memiliki teman cerewet sepertimu adalah keberuntungan yang sial!" acuh Sam.
"Bukan kau yang jadi temanku pun!" balas Nadira.
Menahan tawa mendengar perdebatan mereka berdua memang menyenangkan ketika setiap kali melihat mulut mungil Nadira berbicara tanpa henti dengan wajah kesalnya di hadapanku kali ini.
"Kau begitu bahagia ya, jika kekasihmu itu mengejekku!" protes Nadira menatapku di balas gelengan kepala yang hanya bisa kulakukan dengan mencoba menyetabilkan mimik wajah yang tidak bisa menahan tawaku.
Gelak tawa kami saat di dalam mobil perjalanan yang cukup panjang membuat kami sama sekali tidak merasakan lelah meski memakan waktu yang cukup lama untuk sampai di rumah.
Rasa sakit di dalam tubuh ku berubah menjadi semangat setiap kali mendengar gelak tawa Nadira di sampingku dan juga pandangan mata yang begitu lembut dari Sam ke arahku juga perhatiannya di sepanjang perjalanan.
Hingga dia menyiapkan beberapa makanan untukku saat berhenti di sebuah supermarket, aku sama sekali tidak keluar dari mobil hanya Nadira dan Sam yang pergi masuk ke dalam sana. Entah apa yang ada di dalam pikiranku yang tidak ingin terlalu berlama-lama menatap mata kekasihku itu, rasa ingin memeluknya berulang kali terus menghianati mulutku saat aku terkejut ketika seseorang membuka pintu mobil di sampingku.
Senyuman lembut Sam kembali terlihat tetap berada dihadapanku memberikan beberapa makanan dan juga minuman untuk kuhabiskan membuatku tersenyum tipis terbalik menghindari pandangan nya.
Saat kulihat Nadira juga sudah masuk ke dalam mobil kembali juga yang sudah duduk di kursinya Nadira memakan makanan yang ada di tangannya, begitu pun hal yang sama kulakukan.
Berbicara bercerita tentang apa yang akan kita lakukan di masa depan, aku hanya bisa mendengarkan apapun yang hendak dilakukan oleh Nadhira di luar negeri nanti bersandar di kursi menutup kedua mataku.
Setelah merasa kenyang memakan makanan yang diberikan oleh Sam tadi. Ikut bersamaan dengan Nadira dan juga bersandar di sampingku membuat kami berdua tertidur sepanjang perjalanan.
Rasa nyaman saat aku tertidur membuat tanganku meraba sesuatu yang seharusnya tidak kusentuh saat itu, namun semakin terasa keras apa yang ku sentuh itu membuat kedua mataku terbuka menoleh perlahan ke samping seseorang yang benar-benar duduk di samping adalah Sam yang tersenyum tipis menatapku.
"Apakah kamu benar-benar sangat menyukai bagian itu, Sayang sampai-sampai dan tidur pun kamu menyentuhnya?"
Pertanyaan Sam membuatku terkejut hingga aku melihat ke arah mana tangan ku berada, sekilas aku menoleh dan dengan cepat menarik tangan yang sempat berhenti disebuah tonjolan yang sensitif bagi seorang pria, pacuan jantung yang berdetak semakin kencang dan rasa malu di wajahku begitu membuat diriku sangat ingin mengubur diri saat itu juga.
Aku semakin terkejut ketika aku sama sekali tidak menemukan Nadira disamping. "Kemana Nadira pergi kenapa aku tidak menemukannya?" tanyaku menoleh ke arah Sam.
"Dia sudah dijemput oleh keluarganya kami bertemu di tengah-tengah jalan tadi," jelas Samuel.
Masih dalam diam menanggapi ucapan Samuel, pria itu tersenyum tipis dan menarikku agar jauh lebih mendekat di samping nya.
"Jangan terlalu jauh denganku! Aku tidak tahu kapan lagi kita bisa bertemu dan bersama seperti ini," ucapan Sam membuatku tertegun.
Seakan-akan sebuah tamparan kenyataan menyentuh dadà hingga terasa sesak membuatku tidak bisa berkata apapun untuk menjawab ucapan dari Samuel tersenyum tipis menatap wajahku dengan sentuhan tangannya yang sangat lembut.
"Berjanjilah kepadaku Jika kamu hanya akan menjadikan aku laki-laki, satu-satunya dan yang sangat kamu cintai!" seru Samuel.
Dengan perasaan tertegun tanpa ragu-ragu aku membalas ucapan Samuel dengan anggukan juga dengan sebuah kecupan di bibirnya, kulakukan sebagai jawaban dari permintaannya. Pria itu tersenyum tipis terlihat sangat bahagia ketika aku memberikan jawaban yang memuaskan dirinya hingga mobil berhenti dan membuyarkan tatapan kami berdua.
"Sepertinya ini alamat yang diberikan oleh tuan muda dan sudah sampai Tuan," ucapan sopir di balik sekat mobil yang awalnya sama sekali tidak ada pembatas di mobil itu nama membuatku tidak percaya jika Sam akan melakukannya.
Menciumku untuk yang kesekian kali setelah mendengar ucapan sopirnya.
"Pulanglah dan jangan lupa merindukanku!" seru Samuel dibalas anggukan dan senyuman tertahan oleh ku membuatnya kembali mengacak rambut ku yang sedikit berantakan dia rapihkan sebelum turun dari mobil.
Saat aku turun dari mobil itu Samuel menarik kembali tanganku, namun kali ini aku tahan agar tidak terlalu dekat dengannya.
"Jangan terlalu sering bersama pria lain dan tetaplah menjadi milikku kali ini untuk kesekian kalinya!"
Samuel memperingati ku membuat ku hanya bisa tertawa tertahan dan melepas tangan yang beberapa hari itu menggenggam tanganku dengan sangat erat dan lembut. Menoleh kearah di mana Sam berada aku kini melangkah menjauh dari mobilnya hingga mobil itu kembali melaju dengan kecepatan sedang terlihat mobilnya kini sudah melewati gang di mana rumah di mana tempatku tinggal kali ini.
Berjalan dengan perasaan senang dan lega memiliki seorang pria yang dapat mencintaiku dengan sangat tulus seperti Samuel, memang benar-benar membuat siapapun melupakan dunia kenyataan yang begitu kejam yang kali ini aku akan menghadapinya setelah menyelesaikan kelulusan dari sekolahku.
"Assalamualaikum!" sapaku.
"Waalaikumsalam."
Seorang gadis yang sama sekali tidak pernah kuduga berteriak menyambut kedatanganku dengan wajah cerianya, Naya tampak merindukanku hingga dia memeluk tubuhku dengan sangat erat.
"Entah kenapa kau pergi sekitar 2 hari tapi membuatku begitu merindukanmu!" gerutu Naya.
Belum sempat aku membalas gerutuan saudariku itu tiba-tiba tante berjalan dari arah ke rumah sebelah menghampiri kami berdua.
"Sepertinya kamu bersenang-senang dengan waktu yang sangat singkat, tapi terasa begitu lama ya? Tidak tahukah kamu jika di sini kamu bukanlah seorang putri harusnya kamu tahu diri!" seru tanteku.
Aku hanya bisa terdiam menanggapi ucapannya namun tidak kusangka ketika Naya berbicara dengan lantang membalas ucapan tantenya.
"Memangnya kenapa jika kita sebagai anak-anak tidak tahu diri? Bukankah orang tua harus mencontoh kakaknya dengan sangat baik, agar kami bisa meneladani orang tua seperti kamu?" balas Naya.
"Lancang, kau ini benar- benar membuatku kesal mentang-mentang kamu kesayangan ibumu. Kamu menjadi berani kepadaku seperti ini!" protes Tante.
"Memangnya kenapa jika menjawab ucapan tante dianggap sebagai sebuah kelancangan? Lalu apa yang diucapkan oleh tante apakah jauh lebih baik dariku?" balas Naya.
Saat saudari Umiya mau membalas ucapan Naya, tiba-tiba Adam datang menghampiri kami dan menghentikan perdebatan antara Naya dan juga tantenya.
"Ayo masuk! Bukankah seharusnya kau begitu lapar setelah melakukan perjalanan begitu jauh? Oh iya, aku ingin tahu apakah hasil dari perpisahan yerakhir mu?"
Ucapan dan pertanyaan dari Adam membuat aku dan Naya mengacuhkan tante hingga wanita itu merasa kesal diacuhkan dan pergi dengan gerutuan di mulutnya masih terdengar samar oleh kami. Kami tertawa tertahan begitupun dengan Adam mereka bekerja sama untuk membuat tantenya itu geram kepada kami.
Namun aku merasa jika tanteku itu justru sama sekali tidak menyukai diriku dibandingkan kepada Adam dan Naya. Meski seperti itu aku tidak akan memikirkan tentang orang lain selain orang-orang yang memperdulikanku dan memperlakukan ke dengan sangat sulit sekali ini.
Dua hari setelah kelulusan dan kakek nenekku begitu bangga akan nilai yang kudapat kali ini Begitu pun dengan Umiya yang dia merasa bahagia setiap kali melihat nilai-nilai di surat SKHU yang aku tunjukkan kepada mereka. Namun dalam 2 hari itu juga aku begitu merindukan sosok pria yang sempat menyentuh tubuhku.
Hingga saat aku merendam tubuh di bak mandi masih terlihat samar bekas kecupan yang tertinggal di sekujur tubuhku dari Samuel tersenyum dan tersipu malu ketika aku mengingat setiap sentuhan darinya. Aku merasa bahagia dan memiliki aku rasakan kali ini bersamaan dengan hari dimana Adam dan saudara-saudaranya kini pergi keluar kota untuk merantau.
Membuatku dengan Naya merasa sedih saat mereka memutuskan untuk pergi bekerja di luar kota merajut asa dan meraih mimpi. Meski aku sama sekali tidak pernah menunjukkan bahwa aku peduli kepada mereka, namun setiap hal bersama-sama dihabiskan dengan saudara dan saudari ku setiap harinya memang membuatku melupakan kedua orang tua yang telah membuangku begitu saja.
Orang tua yang tanpa menoleh ataupun merasa ragu meninggalkanku dengan perasaan yang benar-benar tega meninggalkan seorang gadis seperti diriku begitu saja, di rumah kedua kakek dan nenekku jika bukan karena Umi ya mungkin aku bukanlah seorang gadis Ia memiliki sebuah ijazah sebagai pegangan ku kali ini.
Usiaku memang hampir menginjak usia 20 tahun namun masih terhitung sekitar 19 tahun jika untuk bekerja di sebuah perusahaan sehingga tidak ada perusahaan yang dapat menerimaku dengan tangan kosong tanpa sebuah pengalaman.
Melihat saudara-saudaraku dengan mudah mendapatkan pekerjaan meski di luar kota dengan bangga, mereka berani mempertaruhkan masa masa remajanya untuk bekerja dan mencari sesuap nasi dan melatih diri mencari jati diri di luar sana.
Sudah sekitar 1 minggu setelah kepergian saudara-saudara ku pergi merantau. Aku bersama dengan Naya saling membagi tugas rumah dengan gelak tawa dan juga canda kami lakukan setiap kali berada di dapur. Bersama menyiapkan sarapan pagi, makan siang dan juga makan malam. Membersihkan rumah juga kami bagi berdua saja sembari merawat adik kecil Naya yang baru saja berusia 3 tahun.
Kini berada di kamar yang sama kami saling bercerita satu sama lain berbaring di atas tempat tidur, aku membaca sebuah n****+ yang cukup menarik untuk dibaca. Mengingat tentang sebuah cerita cinta seorang CEO dengan seorang gadis sederhana yang ternyata adalah seorang putri dari mafia terbesar di Amerika berjudul Dilema Cinta CEO.
Ada sebuah hal kisah yang menarik dari cerita itu membuat ku merasa berada di perasaan yang sama dengan pemeran utama wanita di dalam cerita, di mana perasaan dicintai dan juga setiap sentuhan dan cumbuan mengingatkanku akan sentuhan dari Samuel satu minggu yang lalu terasa begitu nyata ketika aku membacanya.
"Kau ini menjadi gila setiap kali membaca n****+ percintaan seperti itu? Sebenarnya membuatku sangat lelah jika harus membaca dalam jangka waktu yang sangat lama tapi kau tetap saja terlihat senyum-senyum seperti orang gila setiap kali membuka n****+ itu!" gerutu Naya.
Dia memang selalu mengkritikku di setiap kali aku membaca buku sembari tersenyum senyum tanpa ragu, bahkan terasa bahagia juga merasa kebingungan setiap kali membaca permasalahan dan juga jalan percintaan mereka kamu tidak tahu saja di sebuah n****+ ini.
"Kita dapat memetik bagaimana cara menghadapi pasangan kita meski awalnya sebuah penghianatan. Tapi rasanya begitu menyenangkan, ketika ada seorang pria yang bucin kepada kita," jelasku.
"Ya, tapi di dunia nyata sangat jarang sekali ada pria sampai bucin seperti itu!" seru Naya.
Aku hanya bisa terdiam untuk menanggapi ucapan Naya itu di usianya yang masih kecil, tidak akan memahami sebuah cinta yang begitu melekat hingga membuat seseorang dapat melakukan hal bodoh seperti apa yang dilakukan oleh Samuel kepadaku. Dia melakukan semua hal persis seperti apa yang dilakukan oleh pemeran utama pria di n****+ yang saat ini k*****a.
"Sudahlah, sebaiknya kau lanjutkan aktivitasmu membaca n****+ itu! Aku ingin mengambil beberapa makanan setelah aku pikir menyelesaikan tugas sekolah, aku memerlukan sebuah tenaga untuk aku berpikir benar-benar melelahkan ketika guru matematika aku memberikan tugas yang sangat rumit hingga membuatku ingin membakar dan meminumnya kertas itu!" gerutuan Naya membuatku tersenyum tipis tiap kali gadis itu protes tentang tugas sekolahnya.
Seketika aku terdiam mengingat tentang Samuel yang sudah beberapa hari ini sama sekali tidak bisa kutemui bahkan terasa rindu melanda diriku kali ini. Sentuhannya sudah melekat di dalam tubuhku dan membuat hatiku begitu merasa merindukannya.
Aku tersadar tidak bisa menghubungi semua yang selama sebuah ponsel pun aku tidak memilikinya benar-benar sebuah kebodohan ketika aku memiliki seorang kekasih tapi tidak memiliki nomor teleponnya sama sekali.
Jika rasa rindu seperti ini aku rasakan hal apa yang mesti kulakukan untuk membayar rasa rindu ini hingga berhari-hari dan berlalu begitu saja saat hampir setengah bulan aku berjalan ke sebuah toko sembako di di mana Umiya memerintahkanku untuk membeli beberapa kebutuhan pokok di rumah yang sudah hampir habis.
Saat aku berjalan dengan belanjaan di tanganku tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di sampingku membuatku terkejut dan mendengar teriakan dari seseorang yang tidak asing bagi diriku.
"Cha, kau tidak tahu kah jika Samuel pergi ke luar negeri?" teriak Alex.
"Sam pergi ke luar negeri? Bukankah kamu yang akan pergi ke luar negeri?"
Gelengan kepala Alex seketika membuat aku terdiam dan bertanya sesuai naluri.
"Kau ini begitu bodoh, perjalanan ke luar negeri membutuhkan waktu dan aku perlu mempersiapkan semuanya tapi lain dengan Samuel. Dia itu orang berada dan sangat mudah bagi keluarganya jika hanya untuk pergi ke luar negeri saja aku dengar dia dipaksa oleh kedua orang tuanya untuk melakukan studi di luar negeri dan melanjutkan perusahaan milik keluarga," jelas Alex membuatku terdiam tidak percaya jika hal itu benar-benar terjadi.
"Apakah dia benar-benar sudah pergi?"
Pertanyaanku mulai memelankan suara ku menahan gejolak hati yang tidak bisa ku utarakan rasa tidak ingin mendengar berita yang diberikan oleh Alex.
"Dia sudah pergi 2 hari yang lalu, aku pikir dia pergi terlebih dahulu menemuimu tapi sepertinya tekanan dari keluarganya tidak bisa membuat Dia memiliki kesempatan untuk menemuimu dan memberitahumu sebaiknya kau bersabar dan tetap bersemangat ya Cha!"
Ucapan Alex seakan-akan tahu tentang perasaan ku kali ini.
"Cha!"
Teriakan Alex membuyarkan keheningan ku, aku tersenyum tipis mengangguk dan memilih untuk berpamitan kepadanya tanpa mencoba untuk bertanya lagi atau pun meminta sesuatu hal yang dapat digunakan untuk menghubungi Samuel lagi.
Tapi pada kenyataannya Samuel bukanlah seorang pria yang dapat kuraih begitu saja apalagi mendengar pernyataan dari Alex yang mengatakan bahwa Samuel bukanlah orang sembarangan yang dapat didekati oleh orang-orang seperti diriku.
Berjalan meninggalkan Alex yang terlihat khawatir saat aku pergi begitu saja meninggalkan dirinya langkah tanpa arah dan tenaga. Kini pikiranku dan perasaanku tidak dapat aku utarakan saat mengetahui bahwa Samuel kali ini berada jauh tanpa dapat terjangkau.
Bahkan sangat tidak mungkin sekali jika berharap bertemu dengannya kali ini, terasa sakit di dalam d**a dan juga tetesan air mata jatuh begitu saja membuat genggaman tanganku untuk keranjang belanjaan hampir saja terlepas begitu saja.
Namun aku tersadar kembali dan mencoba untuk menenangkan diri dan tegar bukan hanya persoalan Samuel yang dapat membuatku aku seakan seorang diri saja kali ini.
Tapi memang sedari awal tidak ada satu orang pun yang menganggap diriku ada, saat kedua orang tuaku pergi begitu saja tanpa mencoba menganggap dan menghargai keberadaan ku begitu pun dengan Sam yang meski aku tahu bukanlah sebuah keinginan dirinya untuk melakukan perjalanan ke luar negeri.
Namun setidaknya dia masih memiliki seorang kekasih yang harus dia beritahu tentang kepergiannya, luka yang kualami kali ini begitu sesak di dadâ hingga saat sampai di rumah, Naya yang berteriak berbicara tanpa henti di sampingku seakan dia tidak bersuara sama sekali. Umiya yang tersenyum lembut juga menyambut kedatangan ku terasa hanyalah sebuah angan dan mimpi yang akan hilang begitu saja.
Melakukan semua pekerjaan rumah membantu memasak dan juga membersihkan halaman rumah, aku lakukan dengan perasaan hancur lebur ketika tersadar bahwa Samuel memang tidak akan dan tidak patut menjadikan aku sebagai kekasihnya. Sentuhan darinya dan juga perhatian terasa sekejap dan menghilang begitu saja ketika kepergian Samuel sudah berlangsung sekitar 1 minggu.
Namun kondisi tubuhku mulai berubah ketika saat aku merasakan gejolak di dalam dadà dan juga kepalaku begitu sakit hingga aku terjatuh di atas tempat tidur begitu saja. Terdengar samar teriakan Naya protes dengan aku yang tertidur begitu saja, padahal setengah sadar aku tahu dia menggerutu sedari tadi, tapi tubuhku tidak bisa ku gerakan aku memilih untuk menenangkan diri dan terdiam.
Dengan waktu yang cukup lama menjalani hari-hari tanpa semangat hidup, memang benar-benar membuat dunia terasa sempit hingga perasaan ingin mengakhiri kehidupan sekilas selalu terselip di benakku. Andai bila aku sama sekali tidak bertemu dengan Sam hari ini tidak akan terasa seperti ini.
Namun rasa rindu yang itu melekat di dalam hatiku ingin berteriak seperti apa yang dilakukan oleh seseorang di dalam sebuah n****+ yang k****a. Tapi pada kenyataannya aku tetap harus menjalani kehidupan dan tidak menunjukkan bahwa aku sedang dalam kesulitan susah hati di depan keluargaku.
Hingga saat aku pergi ke pusat perbelanjaan bersama dengan nenek yang sudah rentan dan Tua saat kami bergegas pulang dari pasar bertemu dengan anak nenek sekaligus tanteku bernama mahar dengan tatapan membencinya terlihat jelas ke arahku.
"Owh, Bu ... Jadi gadis ini yang membuat Ibu sampai tidak ingin mengirim aku beberapa uang lagi?" teriak Ibu Mahar di hadapan nenek.
Ingin sekali aku melawan nya, namun ku lihat nenek masih dalam diam tanpa berbicara ataupun menanggapi ucapannya dan aku menarik tangan nya dan berjalan melewati ibu Mahar.
Dengan wajah kesal itu Mahar mengejar kami menarik nenekku hingga nenek terjatuh begitu saja, membuatku terkejut menatap tajam kearah seorang anak yang kejam di hadapanku.
"Tidak malukah Tante ini menarik tangan Ibu mu sendiri dengan sangat kasar seperti itu?!" tatap ku.
"Siapa kamu? Kau bahkan tidak terlihat oleh kedua orang tuamu sendiri, bagaimana aku sampai tidak menyadari jika ada anak sepertimu!"
Balasannya benar-benar membuat hatiku teriris begitu saja, saat aku hendak terbangun membalas ucapan yang tiba-tiba Nenek merasa sesak di dàda membuatku sangat khawatir bergegas aku meminta pertolongan kepada beberapa warga yang ada di sana untuk membawa nenek kembali ke rumah.
Saat kami membopong nenek aku mencoba untuk menoleh kearah putrinya itu.
"Anda seorang manusia tapi berwajah iblis!"
Dia yang mendengar ucapanku seakan geram. Namun aku acuhkan dan pergi begitu saja benar-benar sebuah jal yang membuatku sangat sedih ketika kejadian itu adalah hari dimana terakhir aku menemani nenek dan dia kali ini sudah tenang dibawa gundukan tanah dengan siraman bunga warna-warni di atasnya.
Terasa begitu sesak dan juga singkat membuat duniaku seketika gelap hening begitu saja namun hal yang paling membuatku sangat sedih ketika kudengar anak-anak nenekku saling berteriak mempermasalahkan tentang harta warisan yang akan di berikan oleh nenek.