Jalan hari

1834 Kata
Ini adalah hari pertama aku sudah sah menjadi istri Alex, pagi sekali aku tidak di perbolehkan bangun olehnya bahkan hanya sekedar membuat sarapan untuk kami. Dia meminta seorang grabfood untuk mengirim makanan untuk kami. Padahal aku sendiri pandai memasak, tapi dia tidak mengizinkan aku untuk melakukan apapun. Memeluk aku dia lakukan sepanhang hari hingga rasa panas dan bosan aku terbangun dari atas tempat tidur. "Mau kemana?" tanya Alex. "Mandi," jawab Ku. "Ikut!" seru Alex. "Hah, ikut?" "Ya," angguk Nya. "Hmm, baiklah." Alex tersenyum dan juga ikut berjalan ke kamar mandi denganku. Hal yang sama sekali tidak ku duga. Ketika sepasang suami istri berada di kamar mandi berdua, tentu yang terjadi bukan hanya sekedar mandi saja. Tapi juga aktivitas panas yang sering dilakukan aku dan dia disana. "Kau benar-benar tidak membiarkanku sebentar saja." Mendengar gerutuan ku. Alex berbalik ke arahku hingga dia tersenyum dan menarik tanganku ke pelukannya. "Kau tahu Sayang ... aku sebenarnya tidak mempercayai apa yang terjadi kali ini. Benar-benar bisa memilikimu sepenuhnya sebagai istriku. Maka dari itu, bukankah sebelumnya aku mengizinkanmu untuk bekerja. Tapi ... aku juga tidak rela mengizinkanmu berada jauh dariku. Rasanya aku ingin selalu seperti ini memelukmu." Ucapan Alex membuat diriku merasa hangat dan nyaman hingga membalas pelukannya dengan erat. Tapi, saat aku mendongakkan kepala menatap kearahnya terlihat mata yang tidak bisa aku artikan tatapannya meski tidak mengurangi kelembutan Alex. "Hmm ... kau menginginkan panggilan seperti apa dariku?" Aku mencoba mengalihkan suasana meski merasa tidak bisa memahami apa yang terjadi saat ini. Dengan ucapan Alex yang bahkan pada kenyataannya kami bersama kali ini. "Iyaa, kau bebas memanggilku seperti apa. Seperti sayang atau suamiku, itu juga jauh lebih manis," balas Alex. "Emmm ... entahlah, kita lihat nanti saja. Perutku sidah keroncongan sedari tadi, apalagi apa yang kau lakukan benar-benar menguras tenagaku." Alex tersenyum, dia mengecup bibir merajukku dengan lembut hingga dia menarik tanganku dan membiarkan diriku mengenakan pakaian setelah kami mandi bersama. Bukan hanya aku yang mengenakan pakaian tapi, dia juga sudah mengenakan pakaian meski sesekali dia menggodaku apalagi di bagian yang sangat dia sukai kedua bukit indah milikku yang dia katakan menjadi kesukaanya. Entah hal bodoh apa yang ku pikirkan tapi, aku merasa senang saat dia mengatakannya. Hal konyol yang Alex katakan setiap kali kami berhubungan intim, apalagi ini adalah hari pertama kita sebagai pasangan suami istri. Sempat sesekali jika aku tersadar tentang pernikahan kami berdua, aku selalu terpikirkan tentang putri kecilku. Tapi, semua fasilitas yang diberikan Alex juga diberikan untuk putri kecilku di sana. Berjalan bersama keluar dari kamar, menuruni tangga meski sesekali Alex menggenggam erat tanganku hingga pesanan makanan datang. "Makanan sudah siaaap! Kemarilah kita makan bersama sayang," ajakan Alex ku balas anggukan hingga ki duduk diruang makan dengan deretan makanan uang cukup banyak di atas meja. "Makanan ini memang enak. Tapi, bukankah jauh lebih baik jika membuatnya sendiri ...." Alex menghentikan aktivitasnya makannya setelah mendengar pertanyaan. "Yaa, tapi aku tidak tega membuat kamu kelelahan hanya untuk menyediakan makanan untuk kita. Jika kita mampu membelinya apalagi bukankah kamu berniat untuk bekerja," balas Alex. "Sayang, walaupun aku bekerja di luaran sana. Bukan berarti aku kehabisan tenaga dan tidak bisa memasak, apalagi kita hanya makan untuk berdua saja." "Woow! Ternyata kamu memiliki tenaga penuh. Berarti jika aku melakukannya berulang kali pun ... apakah kau tetap memiliki tenaga penuh, sayang?" Pertanyaan Alex sama sekali tidak pernah aku duga disaat-saat kami membicarakan tentang makanan. "Pikiran kamu itu tidak berhenti-hentinya mengarah kesana," protes ku. "Haha ... ia entahlah, aku benar-benar kecanduan dengan tubuhmu itu. Apalagi setelah kau menjadi istriku, aku ingin sepuasnya menjamah dirimu bahkan sepanjang hari bersamamu pun aku tidak akan menolaknya," jelas Alex. "Apa-apaan sepanjang hari! Memangnya kamu tidak bekerja? Dan juga kita sama-sama disibukkan dengan pekerjaan. Sebaiknya kita atur waktu untuk melakukannya setiap hari tapi, jika berkemungkinan tidak ada salahnya jika kita melakukannya setiap hari." Alex tersenyum mengangguk membalas ucapanku, dia tampak bersemangat kali ini. "Alu tidak masalah jika kamu bekerja dan tidak membuatmu lelah. Lagi pula aku tidak kekurangan jika hanya untuk menghidupimu. Oh yaa sayang ... kalau kamu mau membuatkan sarapan dan makan malam untuk kita, aku tidak keberatan menemanimu belanja," ucapan Alex tampak menyenangkan kali ini ketika dia menyetujui apapun yang ku katakan. "Iyaah, itu jauh lebih baik. Bagaimana jika kita pergi besok?" tanya Alex. "Besok ... bukankah aku bekerja? Hari ini aku masih cuti, sebaiknya kita lakukan hari ini juga untuk persiapan memasak dan nanti jika aku tidak sempat untuk belanja bisakah kamu menyediakannya untuk kita." Alex tersenyum mengangguk, dia menyetujui apapun yang ku katakan. Selama ini aku tidak pernah menyangka jika ada seseorang yang menghargai segala yang lu ucapkan. Perasaan bahagia yang berlipat kali ini ketika sebuah pernikahan dan juga seorang pria yang begitu pengertian seperti Alex, dia bahkan sempat-sempatnya menyuapkan makanan kedalam mulutku meski aku sendiri memiliki makanan di hadapanku. Perlakuan lembut pria yang berstatus suamiku ini sama sekali tidak pernah terbayangkan olehku, apalagi setelah perlakuan suamiku yang dulu. Aku tidak ingin mengingat tentang masa lalu dan ingin menghabiskan waktu bersama pria yang ada di hadapanku yang sepanjang hari memperlakukanku dengan sangat baik. Setelah sarapan pun dia tetap mencoba bertanya hal apa yang ku inginkan. Meski aku sama sekali tidak menjawab setiap pertanyaannya, Alex sama sekali tidak pernah protes dia selalu menemaniku dan ngajak diriku ketempat yang jauh lebih menyenangkan di kediamannya. Terutama kami menghabiskan waktu beberapa menit di taman halaman rumah setelah sarapan di pagi hari. "Alex, bolehkah aku bertanya tentang keluargamu? Bagaimana mereka bisa menganggap dirimu sebagai anak angkat?" Aku mencoba untuk bertanya tentang hal yang selalu terpikirkan dalam benakku. Hal yang tidak mungkin jika aku tidak mencari tahu tentang kehidupan suamiku sendiri. "Sayang ... bukankah sudah pernah aku jelaskan? Aku sendiri tidak tau, aku ini anak siapa. Tapi yang ku tau orangtua angkatku saat ini adalah kehidupanku. Meski mereka selalu berada jauh dariku tapi, dukungan ada selalu ada dan nyata. Percayalah kepadaku ... tidak ada hal yang ku tutupi dari segala yang ku ketahui," jelas Alex. Aku tersenyum mengangguk untuk memahami ucapan Alex. "Terima kasih sudah mau mengerti keadaanku. Tapi, yang mau ku katakan padamu hari ini adalah ketika aku memang sangat bahagia memiliki istri seperti dirimu. Dulu ... aku sebenarnya sangat mengagumimu, gadis acuh dan memiliki tempramen sangat kuat seperti dirimu adalah tipeku. Tapi, saat ku tau kau berhubungan dengan sahabatku sendiri sempat membuatku terpuruk tapi, aku tetap yakin bahwa aku bisa memilikimu tanpa harus menyakiti temanku sendiri dan ternyata benar-benar kau menjadi istriku. Terima kasih sayang." Mendengar ucapan dan penjelasan Alex membuatku terkejut jika pria yang menyebalkan dulu saat di sekolah, ternyata mengagumi diriku bahkan dia memperlakukanku dengan sangat baik di kehidupan kali ini. Benar-benar sebuah rahasia Tuhan ketika kita boleh menilai orang lain dari luarnya saja, melainkan sepenuh hati memahami apa yang dirasakan oleh mereka, terutama perasaan Alex yang sama sekali tidak pernah aku duga ketika dia sering kali membuatku kesal tapi ternyata malah menjadikan diriku sebagai istrinya. Bahkan wanita yang dia tuju untuk menjadi teman hidupnya. Mengetahui semua itu membuatku tidak tau harus berbicara apa yang bisa aku lakukan hanya memeluknya dengan sangat erat kali ini. Perasaan nyaman yang ku rasakan sama sekali tidak pernah ku dapatkan dari suamiku yang dulu, terkecuali dari pria bernama Samuel yang menjadi cinta pertamaku. Meski alu tidak tau ini sebuah cinta atau bukan ketika aku bersama Alex, perasaanku merasa nyaman dan seakan-akan memiliki seseorang yang dapat melindungi diriku dalam hal apapun terutama kesulitan diriku dalam ekonomi. Berjalan-jalan di pagi hari, siang hingga do sore hari kami baru berencana untuk pergi keluar untuk mencari bahan-bahan keperluan di rumah yang sama sekali tidak di miliki oleh Alex. Pria hidup seorang diri di dalam rumah yang cukup besar memang tidak memiliki kebutuhan yang sama persis seperti apa yang di butuhkan oleh seorang wanita. Tumpukan dan deretan keperluan wanita memang sangat jauh dari kehidupan dari seorang pria. Apalagi Alex, dia selalu mengutamakan hal-hal yang mudah untuk dilakukan dan tidak mencoba untuk mempersulit dirinya begitupun dengan orang lain. Maka dari itu adalah hal yang sangat tidak biasa bagi Alex membiarkan diriku menyiapkan segala hal apalagi melakukan pekerjaan rumah seperti apa yang harus dilakukan oleh seorang istri. Namun Alex memperlakukan diriku dengan sangat baik, menemani belanja pergi ke super market ke pusat perbelanjaan dan juga menemani hari-hariku yang cukup melelahkan. Kali ini kami sudah berada di sebuah restoran untuk mengisi perut kosong dan lelah. "Mau makan apa, Sayang?" tanya Alex. Perlakuannya semakin manis saat dia bertanya dengan nada lembut menunjukan rasa sayangnya. Meski merasa canggung dan malu di perhatikan pelayan. Namun tidak ada salahnya jika aku merasa sedikit bangga, bisa memiliki seorang pria yang bisa memanjakan diriku dengan terbuka tanpa merasa malu mengakui diriku sebagai istrinya. "Aku makan apa aja." "Baiklah, kita pesan yang biasa kita makan saja," angguk Alex. Terlihat pria yang berstatus suamiku tampak dengan wajah berseri nya, seketika aku teringat dengan segala pertanyaan yang sempat tertunda untuk Alex. "Kanu belum menceritakan kepadaku saat kamu sakit kemarin? Apa yang terjadi denganmu?" Saat aku bertanya tentang apa yang dialami oleh Alex, pria itu itu hanya terdiam dan menatapku sembari senyum simpul terukir di wajahnya. "Sebenarnya saat itu aku sedang tidak baik-baik saja, selebihnya bukankah sebelumya kita pernah hujan-hujanan dan tubuhku tidak bisa menerimanya." Meski penjelasan dari Alex cukup tidak masuk akal. Namun berkemungkinan benar adanya. "Hmm, lain kali kau tidak boleh sakit!" tegas Ku. "Apa kau mengkhawatirkanku?" tanya Alex. "Siapa yang tidak khawatir melihat kamu tertidue tanpa menggangguku!" seru Ku. "Baiklah, tapi kamu sangat cantik, Sayang," ucap Alex menatapku. "Kamu sudah mengatakannya seharian ini," balas Ku. "Aku akan mengatakannya setiap hari," ucap Alex. Aku tidak memungkiri tentang ucapan manis dari suamiku yang memperlakukanku dengan sepenuh hati hingga ya saat aku mencoba untuk membalas ucapannya beberapa pelayan datang menghampiri kami dan menyajikan pesanan yang sudah kami pesan. Makan bersama tanpa memikirkan untuk makan malam lagi, saat ini juga perutku sudah kekenyangan dengan limpahan makanan yang dipesan oleh Alex untuk kami tadi. "Apa kamu menyukai makanannya, Sayang?" tanya Alex. "Siapa yang tidak suka dengan makanan seperti itu? Tapi kamu mau buat perutku meledak karenamu!" "Haha, mana mungkin aku menyakiti istriku sendiri," tawa Alex. "Apa kita langsung pulang?" tanya Ku. "Apa kamu masih mau ke suatu tempat?" balas Alex. "Tidak, kamu kebiasaan malah berbalas bertanya." "Baiklah, kita pulang saja!" ajak Alex. Hari ini mungkin adalah hari yang melelahkan bercampur menyenangkan selain sepanjang hari hanya berkeliling. Tapi juga merasa senang dan bahagia ketika bisa pergi bersama dengan pria yang memperlakukan diriku dengan sangat lembut. Bahkan membiarkan diriku melakukan apapun yang kuinginkan, termasuk berbelanja sepenuh hati apapun yang kuminta Alex memenuhinya tanpa ragu-ragu, apa lagi tidak banyak bertanya, semua diberikannya tanpa protes. Terkadang yang aku merasa heran dengan Alex yang memilih diriku menjadi istrinya. Kami memang kenal sejak lama, tapi sama sekali tidak pernah terbayangkan jika akan sedekat ini bahkan jauh lebih dekat dari yang kubayangkan menjadi istrinya dan dia menjadi suamiku hal yang sama sekali tidak pernah di duga, jika pria yang dulu kuanggap acuh. Tapi ternyata malah sebaliknya memperlakukanku dengan sangat baik termasuk memegang erat tanganku sembari dia mengemudi di dalam mobil. Sempat aku bertanya mengapa dia melakukannya, Alex hanya menjawab bahwa dia menginginkannya memegang tanganku setiap saat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN