Berpisah

3155 Kata
Sudah sekitar 2 hari dari surat ajuan perceraian berada di tanganku. Alex selama itu juga dia tidak pulang ke rumah meski hanya sebuah pesan dia tidak melakukannya. Setelah perlakuan lembut yang selama ini berikan kepadaku dalam pernikahan yang sangat singkat, tidak bisa ku pungkiri ketika Alex pergi begitu saja tanpa kata, tanpa perpisahan, pernyataan cinta yang tidak pernah henti dia lakukan kepadaku seakan-akan hanyalah sebuah angin lalu dengan surat pernikahan yang ada di tanganku. Berdiam diri di rumah bukanlah solusi yang baik untuk diriku. Mencoba untuk mendapatkan sebuah penjelasan dari Alex, bukanlah hal yang tepat dan ternyata ini bukan kali pertama seorang pria memperlakukanku seperti itu. Perlakuan dari Alex mengingatkan diriku tentang Samuel yang sempat memperlakukanku seperti ini, melimpahkan deretan cinta dengan ungkapan dan perlakuan tapi, tidka mencoba untuk mempertahankan diriku apalagi melimpahkan cinta yang sesungguhnya hingga hari tua nanti. Mungkin aku tidak memiliki nasib yang baik tentang sebuah percintaan lebih tepatnya semua hal buruk selalu terjadi kepadaku tanpa ada yang membuat kehidupanku jauh lebih tenang. Apalagi memiliki seseorang yang mencintaiku setulus hati. Ingin sekai aku menangis tapi, sepertinya aku tidak memiliki kesempatan untuk mengisi semua hal yang terjadi kepadaku. Saat aku terdiam, dering ponselku berbunyi hingga sebuah nomer baru yang sama sekali tidak ku kenal. Menelponku berulang kali hingga membuatku bosan mendengar dering ponsel yang menyala sedari tadi. "Benar-benar hal yang sangat tidak mudah untuk menghubungimu!" seru seseorang di balik telpon setelah aku mengangkatnya, membuatku mengangkat sebelah alis hanya terdiam untuk menanggapi ucapannya. "Icha! Kau ini pergi kemana? Kenapa hanya mengangkat panggilan telpon dariku saja begitu membuatmu malas melakukannya. Padahal kau hanya cukup menekan jari tangannya yang kecil itu untuk mengangkat panggilan telponku." Suara yang familiar di telingaku sempat membuatku terdiam dan mengingat-ingat seseorang dengan nada suara seperti yang kudengar saat ini. "Kau tidak percaya jika aku adalah Yudi. Bahkan untuk mendapatkan nomer telponmu ini membuatku sangat kesulitan hingga aku harus bertengkar dengan Maya terlebih dahulu. Hey, gadis cantik! Apakah kau sedang bermalas-malasan di rumah hingga mengangkat panggilan telpon pun tidak membuatmu tampak bersemangat." Kali ini ucapan Yudi terdengar jelas olehku, hingga aku menyadari bahwa dia adalah Yudi. "Ada apa?" tanya ku. "Aku berbicara panjang lebar sedari tadi tapi kau hanya berkata seperti itu. Hanya bertanya ada apa?!" protes Yudi. "Seingatku pria yang bernama Yudi sangat irit berbicara! Kau siapa?" Aku mencoba untuk berpura-pura tidak mengenali pria yang saat ini sedang menelponku. "Lakukan panggilan video agar kau percaya bahwa ini adalah aku!" tegas Yudi. "Tidak mau!!" balas ku dengan acuh, hal yang tidak mungkin aku menunjukan raut wajah tidak bersemangatku kepada pria yang sempat membantuku akhir-akhir ini. "Baiklah-baiklah! Temanku katanya memiliki lowongan pekerjaan yang cukup bagus dengan bayaran upah yang tinggi!" seru Yudi. "Benarkah, bagaimana ... pekerjaan apa, di mana? Apakah aku memerlukan persiapan untuk lamaranku?" Aku tampak bersemangat hingga bertanya tanpa mencoba untuk mendengarkan penjelasan Yudi hingga selesai. "Kau setelah mendengarkan sebuah pekerjaan, langsung saja berbicara begitu panjang," gerutu Yudi. "Seingatku temanku Yudi tidak pernah perhitungan," balas ku. "Baiklah-baiklah! Kau datang saja ke kafe yang kemarin kita datangi. Dia akan menunggu kita di sana!" tegas Yudi. "Kita? Maksudmu ... aku dengan kamu?" Aku tidak percaya ketika Yudi mengatakan hal itu. "Iyaa, setidaknya aku bisa memastikan kau benar-benar bertemu dengannya. Setelah itu kau bebas mau mengusirku atau tetap mempertahankanku di sampingmu." Ucapan Yudi tampak terdengar tidak asing. Namun membuatku merasa ambigo ketika mendengarnya. Meski seperti itu aku tetap menyetujui ajakan Yudi untuk bertemu hingga memastikan kebenaran ucapannya. Bergegas, bersiap-siap untuk menyelesaikan aktivitas mandi ku. Sempat saat aku mengambil beberapa berkas sesuatu terjatuh ketika aku melihat berkas ajuan perceraian dari Alex masih belum ku tanda tangani, membuatku terdiam seketika mengingatnya. Ku ambil berkas itu dan menopangnya. "Apakah aku harus menandatanganinya? Tapi, aku masih ingin bertemu dengan dia dan memastikan semua hal ini. Dan alasan dia mengajukan gugatan perceraian kepadaku. Tapi, sepertinya Alex sama sekali tidak menginginkan untuk bertemu denganku. Apakah aku harus tetap bertahan dengan ego ku?" Aku bergumam seorang diri, kebingungan harus melakukan hal apa hingga aku memilih untuk menyimpan kembali berkas itu di dalam laci dan bergegas pergi keluar dari kamar. Rumah yang tampak begitu luas terasa asing tanpa ada jejak kehidupan di sana. Saat menuruni tangga, seorang pelayan yang bertugas membersihkan rumah. Berjalan menghampiriku dan menyapa. Dia juga sudah menyiapkan sarapan untukku hingga aku memilih untuk menghabiskan sarapanku terlebih dahulu. Ini adalah hari minggu dan semua orang berlibur. Tapi, tidak dengan pelayan di rumah ini. Mereka memiliki tanggung jawab yang penuh untuk mengurus rumah. Setelah selesai sarapan aku keluar dari rumah hingga pergi berjalan kaki, meski begitu banyak orang yang memperhatikan diriku di area kompleks. Duduk di halte bus saat menunggu bus datang, seseorang mengendarai motornya dan mengenakan helm, dia berhenti tepat di hadapanku, membuka kaca helm hingga dia membuka sepenuhnya helm yang dia kenakan. "Hay gadis cantik! Kau sedang menungguku?" Pertanyaan dia membuatku mengangkat sebelah alis, tidak percaya jika pria acuh dirinya kali ini terlalu banyak berbicara kepadaku. "Kau percaya tinggi sekali berasumsi kalau aku menunggumu," "Yaa yaa, cepatlah naik! Aku sudah membuat temanku itu menunggu sedari tadi. Dia sudah berada di dalam perjalanan untuk bertemu kita!" tegas Yudi, ku balas anggukan hingga kami kini berada di kendaraan yang sama melakukan perjalanan menuju kafe tang sudah ditentukan untuk pertemuan kami bersama. Hanya membutuhkan waktu sebentar untuk sampai di sana. Kali ini aku bersama dengan Yudi sudah berada di kafe dan memesan beberapa makanan juga minuman untuk menemani kami yang sedang menunggu. "Kau bilang dia sudah berada di jalanan? Tapi, sampai saat ini masih belum datang juga," protes ku. "Sabarlah, mungkin macet di jalan," balas Yudi. Dia meminum jus yang ada di tangannya. Tapi, aku sama sekali tidak menginginkan minuman yang ada di hadapanku. Yang ku inginkan adalah sebuah kejelasan. Termasuk kejelasan Alex yang tiba-tiba saja menggugat perceraian kepadaku hingga membuatku menghela nafas berulangkali membuat Yudi menyadarinya. "Kau sedari tadi membuang nafas yang sangat berharga itu. Ada apa? Apakah masalahmu itu terlalu berat, setelah kau menganggur hanya dalam satu hari saja?" tanya Yudi. "Entahlah, sepertinya semua hal terjadi dan menekan diriku yang kecil ini," jelas ku. "Maksudmu ... kau sedang dilanda segala masalah keluarga atau suamimu?" "Keluarga dan suami, sama saja. Kau bertanya hal yamg sama sekali tidak ku pahami," balas ku. "Iya yaa yaa, aku memang tidak berpengalaman untuk hal itu. Tapi, aku cukup banyak pengetahuan tentang orang-orang yang sudah berumah tangga dan mengalami hal-hal yang sama sekali tidak di inginkan oleh mereka!" tegas Yudi. "Terserah! Kemana temanmu itu? Kenapa dia sama sekali tidak bisa datang tepat waktu." Aku mengalihkan pembicaraan antara kami berdua dan bertanya tentang temannya yang bahkan sudah 1 jam lamanya masih belum datang juga, hingga saat aku mulai merasa bosan. Seseorang menelpon ponsel Yudi. "Sebentar, aku akan mengangkat telpon dari temanku ini." Ku balas anggukan untuk ucapannya. "Kau di mana? Aku sudah berada di sini 1 jam!" Terdengar Yudi juga merasa bosan dengan waktu yang sudah siang sedari tadi. Yudi terdiam, dia tidak lagi berbicara ketika temannya itu menjelaskan hal apa yang menimpa dirinya. Meski aku tidak mendengar jelas ucapan dari teman Yudi. Tapi aku yakin bahwa dia tidak memiliki kesempatan untuk datang menemui kami. Terlihat Yudi tampak kecewa, dia juga merasa bersalah menatap kearahku. "Sorry, dia katanya tidak bisa datang. Ada pelanggan yang tiba-tiba saja membuat dia kesulitan untuk datang kesini. Lain kali dia akan mengubungi langsung. Apakah kau tidak apa-apa kita membatalkannya?" Alu hanya bisa mengangkat sebelah alis sembari menopang dagu di atas meja untuk menanggapi penyesalan dari Yudi. Hingga aku hanya menggidikan bahu untuk menjawab ucapannya. "Aku sudah terbiasa menunggu. Tapi penjelasan dari temanmu itu jauh lebih baik di bandingkan menunggu tanpa sebuah kejelasan." Yudi hanya terdiam saat mendengar ucapanku yang mungkin dia tidak memahaminya. "Baiklah ... sebagai ucapan maaf ku. Bagaimana kalau kita pergi ke bioskop sebentar saja, untuk menghilangkan rasa penat di benakmu dan juga melupakan masalah yang menimpa dirimu, kau mau?" tawar Yudi. "Entahlah ... rasanya aku tidak ingin melakukan hal apapun," balas ku. "Kau tidak perlu melakukan apapun, hanya cukup duduk dengan manis dan menonton saja. Aku yang akan menyiapkan semuanya!" tegas Yudi. "Baiklah, terserah kamu," balas ku. Meski rasa malas menyerang diriku untuk melakukan banyak hal. Tapi aku tetap mengikuti kemana arah Yudi mengajakku, hingga kami sudah berada di sebuah bioskop. Duduk berdampingan dengan minuman dan camilan di hadapan kami termasuk menonton sebuah serial di bioskop sesuai kesukaan Yudi. Dia sempat bertanya, hal apa dan drama apa yang ku sukai yang bahkan aku sama sekali tidak bisa di memberitahunya apa yang membuatku bisa memiliki sesuatu hal favorit dalam dunia intertaiment. Hingga aku memilih untuk mengikuti saja dan tetap duduk di sampingnya, menghabiskan waktu yang tidak tau aku sendiri harus melakukan hal apa untuk menanggapi banyak hal yang ku hadapi kali ini. "Cha?" suara Yudi mengejutkanku. "Hmm," tanggapku. "Apa kau sedang dalam banyak masalah dan pikiran? Apa itu pekerjaan?" tanya Yudi. Seketika aku tersadar bahwa ada seseorang yang menemaniku saat ini. Tapi aku malah sibuk dengan segala pikiranku, apalagi segala hal dan masalah yang melanda diriku saat ini mencoba untuk menarik nafas dalam-dalam dan memperbaiki perasaan dan mimik wajah ku, hingga aku mencoba untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa di dunia ini tidak ada hal yang tidak bisa diatasi oleh seseorang jika masalah itu menimpanya. "Yudi, bisakah kamu memastikan temanmu itu memberiku pekerjaan sepertinya aku memang sangat membutuhkannya. Selain faktor ekonomi aku juga membutuhkan tempat tinggal untuk aku tempati kedepannya." Akhirnya aku menceritakan kepada Yudi tentang masalah yang sedang kupikirkan termasuk gugatan perceraian yang diajukan oleh suamiku sendiri. Yudi yang awalnya tampak bersemangat dia terdiam mengerutkan dahi dengan cara pikir dirinya yang tidak bisa ku mengerti dengan perubahan raut wajah dia sedari tadi menanggapi cerita ku. "Apakah kamu sudah menandatangani surat perceraian itu?" tanya Yudi ku balas gelengan kepala untuk menjawab pertanyaannya. "Bagaimana kalau kamu pastikan terlebih dahulu kepada suamimu itu memikirkan dengan baik-baik tentang gugatan perceraiannya. Setahuku, kalian baru saja menikah, kenapa dalam sekilas sudah mau berpisah?" ucapan dan saran Yudi mewakili pertanyaanku kepada Alex. Namun hal itu sudah menjadi sesuatu hal yang tidak mungkin bagi diriku untuk mengajukan pertanyaan seperti itu ketika keberadaan Alex pun sama sekali tidak aku ketahui. Apalagi Mia hanya memberikan waktu beberapa hari untuk menanggapi berkas yang dia berikan kepadaku jika aku tidak menandatanganinya berkemungkinan besar semua akan berakhir di pengadilan nanti. "Setidaknya aku masih memiliki waktu besok dan aku sudah harus segera memiliki tempat tinggal baru untuk kutinggali sementara waktu, sebelum aku bisa bekerja lagi," tegas ku. "Maaf ya Cha, aku tidak tahu jika masalahmu begitu berat dengan tubuhmu yang kecil ini ternyata ada begitu banyak masalah yang sedang menimpa pundakmu. Kau tenang saja, aku akan memastikan temanku memberimu pekerjaan yang layak. Bagaimana kalau kita keluar dari sini? Sepertinya kau tidak nyaman dan tidak menyukai lebih tepatnya ini bukanlah ide yang bagus untuk suasana hatimu yang tidak baik-baik saja saat ini?" ajakan Yudi keluar dari bioskop kubalas anggukan membenarkan ucapannya. Hingga kami kini sudah berada diluar meski tidak menyelesaikan serial yang kami tonton hingga selesai. "Maafkan aku Yudi, bukan maksudku untuk membuatmu kecewa dengan ajakanmu saat ini," ucap ku. "Hahaha, seharusnya aku yang minta maaf kepadamu karena dalam keadaan seperti ini kita tidak membutuhkan hiburan seperti itu. Sebaiknya aku mengajakmu ke suatu tempat yang cukup baik untuk membuat suasana hatimu jauh lebih baik dibandingkan kau yang hanya berdiam diri seperti ini saja." Aakan Yudi kali ini ini hanya membuatku patuh begitu saja hingga kami berada di tepi kota melihat pinggir jalan dengan lautan yang luas tidak pernah kusadari jika bisa berada di tempat seperti saat ini. Duduk ditepi pantai ditemani seorang pria yang selama ini ku anggap adalah pria acuh yang adalah hal yang tidak mungkin, jika dia begitu banyak berbicara hari ini di sampingku dia jauh lebih perhatian di kala mendengarkan segala cerita dan keluh kesah diriku segala hal yang kupendam kuceritakan kepadanya. Hingga aku tidak tahu harus melakukan apa untuk menyelesaikan segala masalah yang sedang kuhadapi kali ini. "Cha ... Maaf, bolehkah aku tahu pekerjaan suami mu itu apa?" tanya Yudi. "Jujur saja, aku sendiri tidak tahu dia bekerja seperti apa. Tapi yang aku tahu dia adalah pewaris utama dari keluarganya," jelasku. "Mungkinkah ... kamu ...." Jawabanku membantu terpikirkan jika Alex memiliki alasan tersendiri ketika dia memilih untuk mengajukan perceraian dan berpisah dengan ku tanpa mencoba untuk berbicara terlebih dahulu. "Apakah Kau juga pernah bertemu dengan keluarganya?" tanya Yudi lagi kubalas gelengan kepala untuk kebenaran yang menjadi pertanyaan dari Yudi. "Kemungkinan besar suamimu itu memiliki alasan yang sangat kuat dan bukan berarti dia tidak mencintaimu, sebaiknya kau turuti permintaannya dan dan hidup dengan baik tanpa tekanan seperti saat ini. Aku melihat kau begitu terbebani dengan segala masalah yang saat ini terjadi dan aku juga tahu kok memiliki seorang anak, setidaknya setelah mendapatkan pekerjaan lah lagi nanti kau akan jauh lebih baik,' ucap Yudi. Aku hanya bisa mengangguk untuk membalas ucapan Yudi kebenaran yang dia katakan berkemungkinan besar, adalah kenyataan yang sedang dihadapi oleh Alex dan hal yang tidak mungkin bagi diriku mempersulit dirinya bersama dengan segala keputusan keluarganya. Pada akhirnya saat aku diantar pulang oleh Yudi perasaanku sudah jauh lebih baik dari sebelumnya setelah aku aku mau bicarakan semua hal yang membebani diriku kepada Yudi, hingga aku berjalan masuk ke dalam rumah-rumah yang begitu besar. Namun tanpa kehidupan hanya ada aku di dalam rumah itu, dia membuat diriku semakin merasa asing tinggal di sana. Aku berjalan perlahan menaiki tangga hingga aku meyakinkan diriku sendiri untuk menerima segala hal yang akan terjadi kepada kehidupanku termasuk sebuah perpisahan antara pernikahan diriku dengan Alex. Pagi hari setelah aku keluar dari kamar mandi terdengar ketukan di balik pintu membuatku mengerikan dahi, selain Alex, hanya ada pelayanan yang bertugas untuk membersihkan rumah dan penjaga yang tinggal di rumah ini mereka hanya keluar pergi dari rumah untuk datang dan melakukan tugasnya. Tapi kali ini, ada seseorang yang berani untuk mengetuk pintu kamarku yang sudah mengenakan pakaian berjalan menghampiri pintu dan membuka pintu kamar. Mengejutkan diriku ketika Mia berdiri tepat di hadapanku dengan senyum ramahnya pakaian formal yang menjadi ciri khas seorang pekerja di kejaksaan, terlihat tampak elegan saat ia berdiri tepat di hadapanku dengan senyum ramahnya. "Selamat pagi Nona, saya ke sini hanya untuk memastikan apakah Anda sudah menandatanganinya atau belum!" seru Mia. "Sebentar ya, aku akan mengambil berkasnya," anggukku. Aku berbalik arah masuk ke dalam kamar mengambil berkas yang tersimpan di dalam laci hingga kami berjalan bersama keluar dari kamar menuruni tangga saling bertanya keadaan satu sama lain hingga duduk di sofa ruang tamu. Dan ternyata pelayan sudah menyiapkan minuman untuk kami berdua. Terlihat Mia tersenyum mengangguk, setelah dia melihat pernyataan perceraian dari Alex sudah ku tandatangani hingga Dia memberikan sebuah amplop beserta isinya saat aku lihat ada beberapa kunci yang asing bagi diriku termasuk sebuah kartu hitam membuatku bertanya dengan isyarat kepada Mia. "Itu semua adalah kompensasi yang diberikan oleh Tuan Muda Alex untuk Anda dan kehidupan Anda kedepannya. Uang yang ada di sana jauh lebih cukup untuk kehidupan anda selanjutnya," jelas Mia. "Sepertinya memang sudah tidak memiliki kesempatan untuk bisa bertemu dengan Alex lagi," ucapku. Aku yang menerima bingkisan amplop yang ada di hadapanku hingga aku meremasnya dengan perasaan kesal meski rasa sedih melanda diriku, tapi tetap kuterima untuk menyambung hidup kedepannya. "Maaf Nona, tuan muda Alex memang tidak bisa ditemui oleh Anda,' ucap Mia dengan penuh menyesal. "Baiklah terima kasih atas kerjasama mu. Apakah aku tidak perlu pergi ke pengadilan untuk gugatan perceraian seperti ini?" tanyaku. "Anda hanya perlu datang satu kali saja dan semua hal dibereskan oleh kami," balas Mia. Aku hanya bisa mengangguk Setahuku urusan perceraian dan pengadilan sangatlah rumit untuk dilakukan oleh orang-orang biasa seperti diriku. Tapi tampaknya lain bagi orang-orang penting seperti Alex yang memiliki pengaruh yang cukup besar di kota untuk menyelesaikan segala masalah yang sedang dihadapi olehnya termasuk hanya sebuah gugatan perceraian menikah dan berpisah sebuah hal yang mudah bagi seorang pria bernama Alex dengan limpahan uang dan kekuasaan yang dia miliki. Termasuk tanpa memiliki rasa menghargai diriku membiarkan Mia berpamitan begitu saja, aku juga ikut serta membersihkan pakaianku. Meski aku tahu Alex memberikan sebuah rumah di suatu tempat yang sudah tertuliskan dan dengan alamat lengkap juga kunci rumah yang tidak asing bagi diriku. Hingga aku memilih untuk membereskan pakaian tanpa mencoba untuk mencari kejelasan kepada Alex lagi sepertinya sudah menjadi hal biasa bagi diriku ditinggalkan oleh seseorang. Meski aku tidak sepenuhnya mencintai Alex. Namun sudah aku ketahui bahwa Alex sama sekali tidak menghargai diriku sebagai istrinya. Hal yang sangat sulit bagiku sekarang untuk bertemu dengannya meski sebuah pesan, tidak pernah berani aku lakukan apalagi dia yang menghubungiku. Berat saat aku memasukan pakaianku dan juga merapihkan semua yang akan aku bawa kali ini. Merasakan sebentar saja tinggal hidup dengan nyaman di rumah besar bukanlah hal yang baik untuk kehidupanku hingga aku tetap saja harus keluar dan tinggal di duniaku yang sesungguhnya. "Nona, Anda ...." Penjaga dan pelayan berjalan menghampiriku saat tahu kalau aku akan keluar dari rumah ini saat ini juga. "Nona, apa harus saat ini juga Anda pergi?" tanya pelayan. "Setidaknya sampai makan malam tiba dulu, Nona!" tambah nya. Perasaan dunia mengerikan berubah seketika ketika masih ada orang yang mau bertanya tentang kemana aku akan pergi. Bahkan bertanya tentang makan malam. "Terimakasih atas kalian yang selalu baik dan mau memperhatikan aku, maaf selama ini aku tidak baik-baik dengan kalian," ucapku. "Nona bicara apa? Anda begitu baik dengan kami, malah kami senang punya majikan seperti Anda!" seru pelayan di balas anggukan yang lainnya. Saat aku mencoba untuk menanggapi ucapan mereka tiba-tiba ponselku di dalam tas berbunyi membuatku beralih merogoh tasku, hingga saat aku memegang ponsel terlihat kontak nama Yudi melakukan panggilan telepon kepadaku. Aku beralih melihat ke arah para pelayan dan juga penjaga meminta izin kepada mereka untuk mengangkat panggilan teleponnyanya. "Ada apa Yudi?" tanyaku. "Aku sudah ada di depan! Apakah kau sudah siap?" balas Yudi. "Baiklah, aku akan segera datang!" Setelah aku menutup panggilan telepon dari Yudi Aku beralih ke arah mereka yang tampak tidak rela membiarkan diriku keluar dari rumah ini. "Terima kasih atas perhatian kalian dan terima kasih selama ini sudah bersedia untuk melayani ku dan melakukan pekerjaan dengan sangat baik. Aku sudah tidak memiliki hak untuk tinggal di rumah ini lagi, bahkan tuan muda kalian pun tidak ingin bertemu denganku saking tidak baiknya diriku ini berada di rumah ini aku titipkan segala keperluan Alex kepada kalian dan terima kasih," penegasan diriku dan juga sekalian aku berpamitan kepada mereka dibalas anggukan oleh mereka, yang juga tidak rela membiarkan diriku untuk pergi begitu saja. Namun aku tetap berjalan dan keluar dari rumah yang sudah memberiku sedikit kenyamanan selama ini, terlihat Yudi sudah berada di depan pintu gerbang melambaikan tangannya, hingga dia berjalan menghampiri diriku kali ini dia mengenakan mobil untuk mengantar aku ke sebuah rumah yang sudah disediakan olehnya. "Apakah kamu sudah mendapatkan rumah kontrakan untukku, setidaknya untuk sementara waktu aku akan tinggal di rumah yang kau carikan?" tanya aku. "Aku sudah mendapatkan rumah yang layak untukmu dan juga nanti siang kau bisa bertemu dengan temanku itu dia sudah bersedia untuk bertemu denganmu dan menjelaskan pekerjaan untukmu," jelas Yudi dibalas anggukan oleh ku hingga kami kini sudah berada di dalam mobil dan melaju dengan kecepatan sedang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN