Bertanya-Tanya

1059 Kata
"Sendiri?" Harusnya ada pasiennya. Tapi yang muncul justru seorang perempuan yang katanya adalah walinya. Ya, Khayra yang beberapa waktu lalu membawa seorang perempuan yang berprofesi sebagai PSK ke sini. Hasilnya sudah keluar. Tapi kenapa pasiennya tak ikut? Khayra berdeham. "Dia takut. Jadi tak mau ikut. Nanti akan saya sampaikan secara langsung." Adam mengangguk. Ya sudah lah kalau begitu. Ia juga tak bisa memaksa kan? Meski seharusnya mereka bisa melakukan pengobatan mulai hari ini. "Bagaimana dengan hasilnya, dok?" Adam mengambil salah satu dokumen yang memang sudah ditaruh di atas mejanya. Kemudian memperlihatkan hasil laboratorium yang menyatakan negatif. Betapa leganya Khayra saat melihat hasilnya. Tapi masalahnya, itu kan hasil dari saat itu ya? Kalau sekarang, tak ada jaminan kalau perempuan itu tak menjaga dirinya. "Saran saya dia harus segera melakukan perawatan di sini. Ya kalau bisa, harus keluar dari pekerjaannya yang berisiko." Tapi ia juga tahu kalau itu mustahil. Apalagi perempuan itu sangat membutuhkan uang. Ya mungkin beruntung sekarabg karena hasilnya negatif dan hanya flu biasa. Seperti yang dokter pernah bilang, perbedaannya cukup tipis. Karena gejalanya seperti flu, banyak yang tidak menyadari. Padahal mereka berisiko. "Nanti datang lagi saja bersama pasien. Saya harus menjelaskan secara langsung pada si pasien." Khayra mengangguk. Hanya itu kan? Ya iya. Tak ada yang lain lagi. Jadi Khayra segera beranjak. Gadis itu meninggalkan ruangan Adam. Suasana kembali hening. Walau ya di kuar ada suara panggilan pada pasien. Khayra mengambil potret hasil itu di luar ruangan praktek dokter tadi. Kemudian mengiriminya pada sang mami. Yang selama ini memang menjadi perantara. Ia juga mengirim pesan agar perempuan itu segera datang untuk ke rumah sakit untuk melakukan perawatan. Dia masih beruntung dan ini hanya mengingatkannya pada ia dulu. Ia menghela nafas. Kenapa ia harus mengingatnya? Ah itu kan tak sengaja. Itu masa kelam yang tak ingin ia bahas lagi. Tak perlu diungkit juga. Ketika ia melanjutkan langkahnya, ia justru terpaku. Mendadak langkahnya terhenti. Seseorang di depan sana juga sama terpaku dengannya. Siapa? Seorang lelaki. Bukan kakaknya Amira yang pernah menyukainya. Karena lelaki itu juga tak tinggal di sini kok. Bukan istrinya juga. Mereka tentu tak di sini. Bukan cowok yang waktu itu juga, yang bertemu di pasar. Lalu siapa? Seseorang yang pernah terlibat di dalam masa lalunya. Ya lelaki yang pernah bersamanya cukup lama. Menjadi pasangan tak resmi? Apa? Ada sebutannya. Apa? Baby sugar. Walau ya lelaki itu tersenyum. Lama tak bertemu dan malah bertemu di sini ya? Tak sengaja. Meski Khayra sudah menutupi diri, ia masih tahu ya? Iya lah. Ia masih tampak muda. Perbedaan usia mereka dulu hingga sekarang? Berapa? Mungkin 13 tahun? Sekarang Khayra sudah 29 tahun dan sebentar lagi 30 tahun. Jadi cowok itu? Tentu saja empat puluhan. "Apa kabar?" Entah lah. Kenapa ia mau diajak bicara di tempat ramai begini? Ya mau sih. Karena memang hubungan mereka berakhir dengan baik. Karena Khayra ingin menyudahinya. Ia lelah hidup seperti itu. Hanya untuk memberontak pada keluarga sendiri dan rasanya tak ada gunanya juga. Untuk apa coba? Pada akhirnya hanya membuang-buang waktu. Ia hanya memgangguk tipis. Aneh saja. Sudah lebih dari sepuluh tahun, mereka tak pernah bertemu. Bagaimana bisa bertemu di sini? Lelaki itu memang tampak menelisiknya. Ia melihat jelas banyak perubahan pada Khayra. Ya ia tahu kalau hubungan mereka tak pantas dulu. Ia adalah lelaki yang hanya ingin bersenang-senang. Merasa jenuh dengan keluarga sebagai alasan. Padahal memang tak mencintai istrinya sejak awal? Namun dengan Khayra memang berbeda. Setidaknya baginya. Kini? Ia hidup sendiri. Anak dan istri? Istri entah di mana. Pasti tak akan mau bertemu dengannya lagi. Anak-anaknya apalagi. Laku? "Saya hendak bertemu dengan dokter di sini." Aaaah. Ia mengangguk-angguk. Ia enggan bertanya atau menjawab apapun. Hanya mendengar dan ya sebentar. Ia tak bisa lama-lama. Kemudian ia buru-buru pamit karena melihat cuaca yang agak mendung. Akan hujan kah? Cowok itu menatap kepergian Khayra. Tadinya sih masih mencari jalan untuk bersama Khayra. Tapi setelah hubungan mereka berakhir, ia tak bisa menemukan Khayra di mana oun dan hari ini ketika ia hampir melupakan segalanya, Khayra muncul lagi. Di belakang sana, ada seseorang yang memerhatikan. Tentu tak mau berprasangka apapun. Apalagi pertemuan itu cukup singkat. Ia mengalihkan pandangan ketika lelaki yang sempat bersama Khayra itu membalik badan. Walau tak bermaksud untuk menatapnya juga. Ia hanya bertanya-tanya. Khayra siapa? Hanya sebatas teman kakak sepupunya? Katanya orang Aceh juga. Ya katanya. Namun minggu lalu ketika ia berkumoul dengan mereka dan ada yang tak sengaja menyebut namanya, namanya tampak tabu. Walau ia tak tahu apa alasannya sih. Hanya membuatnya semakin bertanya-tanya. Siapa perempuan itu sebenarnya? Adam menyelesaikan praktiknya sekitar satu jam kemudian. Ia bergerak menuju parkiran. Masih sempat tak sengaja bertemu lelaki tadi yang tampak mengobrol dengan seorang dokter dari poliklinik jiwa. Ia tak begitu memerhatikan dan langsung bergegas menuju motornya. Ia harus mengantar undangan ke beberapa dokter. Undangan yang harus diantarkan langsung. Karena komplek itu ia lewati dan bisa menembus menuju rumah kontrakannya, ia yang dimintai tolong. Entah kenapa, undangan tak dikirim langsung melalui pesan? Bukan kah bisa? "Beliau profesor, Dam. Ya siapa tahu bisa ngobrol. Orangnya sangat menginspirasi. Beliau juga gak pakek ponsel gitu. Biasanya leeat email untuk hubungi beliau. Tapi sudah beberapa hari ini, gak dibalas-balas. Jadi coba pastiin dan konfirmasi dulu, beliay busa sarang atau enggak." Mau tak mau, ia mengiyakan. Cuaca mendung yang memang sempat hujan. Tapo saat ia keluar, hujannya sudah berhenti kok. Jadi ia bisa bergegas menuju Depok. Ya walau tetap mengenakan jas hujan lengkap untuk berjaga-jaga takut hujan di tengah jalan. Kadang kan ada area yang hujan dan ada yang tidak. Ya namanya juga pembagian awan yang tak merata ya? Ia memasuki sebuah komplek perumahan elit di Depok. Tentu sangat mengenalnya karena dulu ia sering keluar-masuk. Terakhir juga ke sini karena pergi ke rumah Amira dan Wirdan. Kini harus ke salah satu rumah orang penting pula. Namun tenang, ia tak akan lewat rumah Airin kok. Ia tentu tahu. Tahunya sih rumah opa. Ya intinya tak lewat sana. Ia justru masuk ke jalanan depannya. Ya di samping masjid dan ada taman juga lapangankan? Oa berbelok ke sana. Belum begitu jauh dari persimpangan, ia mendadak mengerem karena ada bola yang bergerak ke tengah jalan. Diikuti pula oleh bocah laki-laki yang ketika ia melihatnya berlari, ia tahu itu siapa. Siapa? Anak lelaki yang waktu itu ia lihat bersama Airin. Wajah gantengnya sangat membekas karena agak mirip Airin. "Maaf, ooom!" Minta maaf pula usai mengambil bolanya dan kini sudah kembali ke lapangan untik bermain bersama yang lain. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN