"Akhir-akhir ini, semakin banyak yang datang ke spesialis penyakit dalam, Dam. Terlebih sub spesialis penyakit tropik-infeksi sepertmu, Dam. Di rumah sakit besar seperti di sini tentu saja sangat dibutuhkan. Apa yabg membuatmu memutuskan untuk masuk ke sub spesialis ini, Dam? Banyak dokter yang justru menghindar dan memilih yang mudah dan digandrungi masyarakat seperti spesialis kulit."
Ia sedang berjalan bersama dokter senior di sini yang tertarik dengan latar belakangnya. Ya memang masih sedikit yang berminat. Tidak semua rumah sakit besar juga memilikinya. Ia sebetuknya hendak membuka klinik sendiri nantinya tapi khusus untuk penyakit yang satu ini.
"Almarhum kakak saya dulu terinfeksi HIV dari suaminya, dok."
Maka itu sudah cukup menjadi jawaban. Kakak yang ia maksud adalah kakak sepupu sepersusuannya. Jadi rasanya benar-benar seperti saudara kandung. Perempuan baik itu harus meninggal secara tragis hanya karena salah memilih jodoh. Jodoh memang hal yang sangat krusial di dalam keluarga mereka. Dengan latar belakang yang juga sangat agamis.
Si dokter senior ini memgangguk-angguk. Bisa paham bagaimana perasaan Adam.
"Sampai saat ini belum ada vaksin yang bisa menyembuhkan penyakit ini. Saya pikir selain karena ketidakmampuan manusia, ini juga yang diinginkan Snag Pencipta. Ya agar tak menyianyiakan hidupnya."
Menderita HIV seumur hidul itu sungguh mengerikan. Hingga saat ini, belum ada yang benar-benar bisa sembuh dari penyakit ini.
"Kebanyakan orang yang terkena penyakit ini tidak akan menyadari hingga semalin lama menggerogoti tubuh mereka. Kita mungkin tidak bisa menyelamatkan mereka. Tapi setidaknya bisa membantu memperpanjang kualitas hidup agar tunuh dapat sehat meski sedang sakit. Walau itu rasanya juga seperti mustahil."
Ia sadar keterbatasannya sebagai seorang dokter. Ia di sini hanya sebagai perantara untuk mengobati. Sisanya ya diserahkan kepada Yang Maha Kuasa. Ia tak punya kekuasaan apapun. Hanya melakukan semampunya.
Bahunya ditepuk-tepuk. "Begitu lah dokter, Dam. Kadang ada gemasnya dengan pasien. Tapi kalau kita ada di posisi mereka, belum tentu juga akan kuat, Dam. Apalagi kalau divonis suatu penyakit yang teramat serius."
Dan itu juga hal terberat bagi Adam ketika ia akhirnya bertemu dengan pasien HIV pertamanya. Sejujurnya, ia dokter yang unik. Karena ounya dua spesialisasi. Tapi spesialisasi utamanya ya di bagian ini.
Ia berpisah dengan si dokter senior. Ia berjalan menuju kantin untuk mengisi perut. Maklum lah. Pekerjaan dokter sepertinya tentu banyak sekali. Apalagi harus berpindah ke rumah sakit lain dan memegang spesialis jantung. Bayarannya memang besar. Ia memang berencana mengumpulkan uang untuk bisa membangun kliniknya sendiri suatu saat nanti.
Bagaimana dengan tawaranku?
Itu pesan dari Wirdan. Tentu saja masih mengincarnya untuk turut berpartisipasi di LSM Wirdan. Ia tak mencari uang di sana meski Wirdan menawakan. Tapi ia belum punya waktu yang cocok.
Minggu ini aku gak bisa, bang. Ya abang tahu lah. Mungkin minggu depan. Itu pun kalau tak ada operasi.
Sibuk kali adikku ini
Ia terkekeh. Ya mau bagaimana lagi kan? Sudah tugasnya menjadi seorang dokter. Ia tak membalas dan memilih fokus pada piringnya. Eh tak lama malah muncul lagi pesan dari Wirdan.
Aku sebenarnya punya proyek bagus di sini.
Proyek apa?
Ada banyak pasien HIV di sini.
Kau pasti sudah punya banyak dokter yang berpengalaman di bidang ini kan?
Ya. Tapi aku butuh kau juga.
Wah parah. Aku akan bilang pada kak Mira!
Wirdan melongo membaca pesannya lalu mengerjab-erjab. Begitu paham, ia tertawa. Ia masih berkutat di depan layar. Masih bersama sang jenius untuk mengurus urusan mereka di Muara Angke.
"Ada kabar dari Adam?"
Istrinya muncul. Ini sudah malam tapi ia masih sibuk di depan layar laptop. Mira sudah tak heran dengan rutinitasnya. Protes sudab sering dilayangkan tapi percuma. Lelaki ini harus menyuruhnya untuk ngambek dulu baru paham perasaannya yang kesepian kalau ditinggal bekerja meski ada di rumah.
"Belum. Tapi aku masih mencoba terus untuk memaksanya."
"Aku sudah tak sabar ingin mengenalkannya dengan Khayra."
Wirdan terkekeh. "Aceh itu sempit. Bisa jadi Khayra sudah kenal. Bisa jadi juga enggak."
"Tapi aku pernah nanya. Dia gak kenal. Emangnya Khayra bener-bener gak pernah mau kumpul sama sesama orang sana?"
"Kamu yang paling tahu kalo soal itu."
Ya sih. Mira juga baru menyadarinya. Tapi setahunya dulu, Khayra tak pernah menutup diri. Ia selalu percaya diri meski memikiki masa lalu yang rumit dan memalukan. Ya aib paling mengerikan kalau kata orang.
@@@
"Demi pengembangan vaksin sialan!"
Fadlan sampai menggebrak mejanya. Berjam-jam ia berada di depan komputer dan akhirnya menemukan penyebab benang kusut dari permasalahan yang sedang terjadi. Meski terjadi di tempat yang terpisah.
"Yakin hanya vaksin, kak?"
"Sejauh ini memang itu. Bahkan gue dapat daftar pengusaha yang tergabung mengirim donasi itu. Kebanyakan memang dari farmasi."
"Vaksin apa?"
"Ya seperti yang pernah kita bicarakan. Kemungkinan besar ya HIV."
Ia tak lihat ada pilihan lain. Virus jauh lebih cepat menyebar.
"Dan begitu gue lihat peta keberadaan kalian, seperti di pesiar elu sekarang, Gan, ada pesta prostitusi di sana. Di Papua juga di mana bang Feri memgirim tim pesawat tempur. Begitu pula dengan elu, Wir."
Fadli terpaksa memberhentikan mobilnya di pinggir jalan. Ia sudah menemui beberapa pejabat untuk melobi urusan mereka. Yang jelas mereka tak masalah dan tak mau ikut bertanggung jawab kalau terjadi sesuatu. Fadli mengiyakan. Ia tahu kalau memang ini resiko yang harus ia tempuh.
"Gue akan cek semua tempat-tempat prostitusi."
Fadlan memutuskan untuk mengerjakan hal itu. Tampaknya akan lebih mudah kalau ia bisa memetakan targetnya. Ia bisa menebak kalau ada banyak acara prostitusi dalam beberapa bulan ke depan. Karena semakin meningkat pasien HIV, bagi orang yang hobi mencari keuntungan ya hanya menilai dengan uangnya saja.
"Karena kalian sudah di sana, gue saranin untuk cari dalang acara di sana dan gagalkan apapun yang terjadi."
Mereka semua mengiyakan. Tentu saja mematuhi perintah Fadlan. Lalu segera bergegas untuk menuntaskan pekerjaan. Regan mulaj bergerak untum mencari tahu dalang acara di atas kapal pesiar ini. Siapa inisiasinya? Karena dengan begini, mereka bisa menemukan organisasi yang mencoba untuk melakukan ini.
Fadlan sebetulnya hanya bjsa menebak-nebak. Tapi kalau sudah ada rencana pembuatan vaksin maka dapat dipastikan kalau penyakit itu sedang disebarkan secara luas dengan berbagai cara. Bahkan....
"Ya....ya.....? Sorry gak kedengeran!"
Ia mengeluh. Padahal ia sendiri yang berada di dekat sumber keriuhan itu. Ia berjalan menuju pintu. Ya barangkali bisa sedikit membuatnya agak tenang. Walau ya ketika keluar, suara gaduh masih sangat bisa didengar.
"Maaaam!"
Itu suara perempua yang sangat ia kenal. Perempuan yang pernah digilai para lelaki. Tapi tak sembarang memilih lelaki. Siapa?
@@@