Chapter 28 Pertahanan Raz

1420 Kata
Bu Laksmi terbangun pagi ini dan tidak menemukan Ryan dimana pun. Sontak saja, wanita tua itu panik. Dia sedikit trauma dan takut kehilangan. “Ryan, kamu dimana? Ryan dimana?” Suara berisik memanggil nama putranya, membangunkan Fizah. Gadis itu menatap ke sekeliling, nyawanya baru saja terkumpul sempurna. "Ada apa, Bu? Ibu mimpi?" Bu Laksmi menggeleng. "Ryan, dia tidak terlihat dimanapun membuat ibu cemas." “Oh itu, mungkin Mas Ryan turun ke kampung untuk membatalkan acara pernikahan. Dia sudah mengatakannya semalam.” Bu Laksmi tidak setuju, dia tetap bersih kekeh untuk melanjutkan pernikahan. Semua itu agar Fizah tidak pergi dari rumah. “Tidak, kenapa harus dibatalkan, Fahmi pasti kembali hari ini, dia pasti datang.” Fizah sedih melihat keadaan calon ibu mertuanya, andai saja harapan itu jadi nyata. “Bu, mas Fahmi belum kembali. Kasian para tetangga yang menunggu kita jika acaranya tidak dibatalkan.” Bu Laksmi menangis terseduh di pelukan Fizah. “Maafkan anak ibu, Fizah. Ibu tidak menyangka semua ini akan terjadi.” Dengan lapang d**a, Fizah mengusap lengan wanita itu. “Fizah nggak apa-apa, Bu. Ibu jangan khawatir.” Tangis Bu Laksmi terus mengalir. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. “Bagaimana kalau Ryan saja yang menggantikan abangnya? Mereka sama-sama baik, Nak. Mereka akan menjagamu dengan baik.” Fizah tercekat, ucapan Bu Laksmi membuatnya mematung. “Ibu nggak mau kehilangan kamu, Fizah. Ibu nggak mau kamu pergi meninggalkan rumah. Ryan anak yang baik dia pasti mau menurut sama ibu.” “Tapi, Bu.” Wajah memelas dari Bu Laksmi membuat Fizah tertegun. “Ibu yang akan bicara dengan Ryan, kau tenang saja.” Bu Laksmi segera keluar dari gubuk, matahari semakin tinggi. Dia menunggu kedatangan putranya dengan tidak sabar. Fizah menyeka airmatanya, sesak dan perasaan aneh bergemuru di rongga d**a, keputusan Bu Laksmi sungguh tak mudah baginya. Dia tidak ingin menikah dengan Ryan. Dia tak memiliki perasaan apapun terhadap pemuda itu. “Ryan. Ryan!” Bu Laksmi berteriak dengan keras di luar sana. Sosok Ryan terlihat sedang menanjak dan sedikit lagi tiba di tebing. “Ryan, cepatlah. Ibu mau bicara.” Fizah keluar dari gubuk untuk melihat apa yang akan dilakukan Bu Laksmi. Ryan semakin cepat melangkah, melihat ibunya di atas sana membuat pemuda itu khawatir. “Ibu, ada apa berteriak seperti itu, Ibu bisa saja jatuh dan tergelincir. Ayo kembali ke gubuk.” Ryan menuntunnya dengan sangat hati-hati. “Ibu mau bicara, Nak. Hal ini sangat penting, ini soal pernikahan Hafizah.” Ryan merasa bingung, dia baru saja kembali dan membatalkan pernikahan yang akan digelar. “Apa maksud, Ibu?” Tangis Fizah jatuh berderai. “Menikahlah dengan Fizah, gantikan posisi abangmu.” Netra Ryan membulat sempurna, pemuda itu tercengang sama seperti Hafizah. “Ibu bicara apa? Bang Fahmi sangat mencintai Hafizah, Bu. Dia akan kembali, Ryan janji itu.” “Tapi dia tak kembali, Yan. Kau juga tidak tahu dia kemana? Lalu bagaimana bisa kau mengatakan jika dia akan kembali? Ibu tidak mau kehilangan Hafizah. Ibu tidak mau dia pergi dari rumah.” Bu Laksmi menjerit dan memukul d**a putranya. Hafizah merasa tersentuh, dia sadar akan besarnya kasih sayang Bu Laksmi yang ditujukan untuknya. “Dia tidak akan kemana-mana, Bu. Dia akan tetap di sini sama ibu, sampai Bang Fahmi kembali.” “Lalu bagaimana jika dia tidak kembali?” Bu Laksmi tampak putus asa. Setiap warga yang hilang di hutan tak pernah kembali hidup-hidup. “Ryan akan menikahinya jika harapan itu tidak ada lagi.” Tatapan Ryan dan Fizah bertemu, Fizah shock mendengar penuturan pemuda itu. “Ibu ayo istrahat, jangan pikirkan hal yang tidak-tidak.” Ryan menuntun Bu Laksmi kembali ke gubuk, saat itu hal yang tak terduga terjadi. Suara aneh terdengar dari puncak gunung tertinggi, suara melengking membuat semua hewan melata ikut bersuara. Ryan terkejut dan segera membawa Fizah dan ibunya ke dalam. “Apapun yang terjadi jangan keluar dari gubuk.” Tatapan Ryan waspada. Ular berbisa berdesis dan keluar dari lubang persembunyiannya. “ACH!” Fizah menjerit ketakutan dan segera berlindung pada Ryan. “Apa yang terjadi, Yan. Kenapa banyak sekali ular dan cacing keluar ke permukaan tanah?” Bu Laksmi meringis melihat kejadian itu. Ryan menatap ke sekeliling, berharap Krayn dan anak buahnya tidak meninggalkannya. “Ryan nggak tahu, Bu. Ryan pun belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya.” Ular-ular itu bergerak menuju ke dataran tinggi. “Lihat!” Fizah menunjuk ke arah puncak gunung dimana istana Raz berada. Tiba-tiba saja, lempengan batu yang berdiri kokoh setelah sekian lama, bergeser menjadi bentuk kepala serigala. Ryan dan ibunya seketika terkejut. “Ibu baru pertama kali melihat ini, walau dulu ibu pernah mendengar jika gua yang ada di sana tempat abadi bersemayamnya sang manusia serigala.” Bulu kuduk Ryan berdiri. Auww, auww auww. Suara serigala menggema. Ryan bingung, dia tidak tahu harus bagaimana sekarang. Semua orang merinding ketakutan saat melihat, matahari yang cerah tiba-tiba berkabut dan menjadi gelap. “Masuk, Bu. Fizah tolong nyalakan api dan pasang obornya.” Fizah yang ketakutan, segera menuruti perintah Ryan. “Sepertinya telah terjadi sesuatu, tutup pintu ini jangan keluar sebelum aku perintahkan.” Ryan mendorong ibunya dan meraih daun pintu. “Apa yang kau lakukan? Masuklah, Nak.” “Tidak, Bu. Ryan akan berjaga di luar sini, Ryan akan jaga ibu, tolong mendengar lah. Aku lebih mengetahui apa yang harus aku lakukan.” Fizah menatap cemas. Keadaan ini sungguh membuat mereka bergidik. “Fizah, aku percaya padamu.” Ryan menutup pintu dan menguncinya dari luar. Dia terus mencari dimana anak buah Krayn tapi tidak ada satu pun yang menampakan diri. ** Di Istana Raz. Lempengan batu di puncak gunung serigala, simbol kekuasaan Raz bergeser. Suara lenguhan aneh terdengar membangunkan Fahmi dari tidur lelapnya. Suara langkah kaki terdengar riuh dari luar. Zean, Malik, Juna dan seluruh penghuni istana keluar melihat keadaan. “Ada apa ini?” tanya Fahmi dan berdiri di tengah kerumunan. Bahkan Wa Pasang pun hadir dengan mimik wajah cemas. “Dia telah datang?” Fahmi menatap dengan alis berkerut. “Siapa? Apa yang Datuk bicarakan?” Pasukan Raz tampak siaga di depan sana. “Raksana, pasukan Raksana memasuki daerah kuasaan ku. Aku telah menyegel tempat ini berikut dengan desamu. Jika mereka melangkah masuk maka peringatan akan terdengar.” Fahmi terkesiap. Hatinya merasa was-was. “Lalu dimana mereka? Apa mereka akan kesini?” “Harusnya, iya. Dia hanya mengincar kita,” ucap Zean. Fahmi sedikit gemetar mendengarnya, dia bukan seorang petarung. Ilmunya pun tidak sehebat anak-anak Wa Pasang. “Tuan, saya datang untuk melaporkan.” Krayn duduk berlutut di hadapan Raz dan Fahmi. “Katakan, apa yang kau dapatkan?” Krayn menatap Fahmi sekilas, dia ragu menyampaikan informasi yang baru saja di terimanya. “Kenapa kau diam saja? Cepat katakan?” ucap Raz tidak sabar. “Lawan memasuki daerah kita, tapi mereka tidak mengarah ke istana.” Wa Pasang dan anak-anaknya heran mendengar itu. “Apa maksudmu? Tidak mungkin mereka nekat memasuki kawasan ku jika hanya numpang lewat saja,” ucap Raz dengan tatapan angkuhnya. “Me-mereka, … .” Krayn sekali lagi menatap Fahmi. “Katakan!” “Mereka menuju ke gubuk ditepi tebing.” Fahmi tercengang. “M-maksudmu? Mereka menuju ke tempat dimana Ibuku dan Ryan berada?” Krayn mengangguk lemah. Wajah Fahmi berubah berang, tangannya mengepal dan dia tidak bisa tinggal diam. “Tenang, Fahmi. Jangan mudah terpancing, mungkin ini hanya jebakan.” Raz menahan langkahnya. “Aku tidak peduli ini jebakan atau apapun. Tapi, jika dia menyentuh keluargaku maka itu berarti ini adalah pertarungan ku.” Tanpa pikir panjang. Fahmi bergegas dan merubah wujudnya menjadi manusia serigala, tak ada keraguan di hatinya, Fahmi bergegas untuk menyusul saudaranya. “Aku akan mengikutinya,” ucap Zean. Wa Pasang terkejut dan menahan langkah anak perempuannya. “Kau gila, kau tidak boleh kemana-mana, kau adalah calon ratu dan ibu bagi para keturunan pemilik darah suci.” Zeana menatap Raz dan Datuknya bergantian. “Bagaimana bisa aku menjadi ibu jika calon suamiku sedang bertarung mengantarkan nyawanya.” Zean bergegas dan mengabaikan peringatan. “Zean jangan, Nak!” Serigala dengan bulu coklat ke emasan itu melompat mengikuti langkah Fahmi yang sudah jauh dari pandangan. “Kami juga akan menyusulnya, ini bukan hanya karena tugas, tapi Ryan dan Fahmi sudah seperti saudara bagi kami.” Malik dan Juna segera menyusul. Krayn menunggu perintah dari tuannya. “Aku memiliki firasat yang buruk, lakukan penjagaan di istana, dan kirim pasukan mu untuk menjaga mereka terutama calon pengantin kita.” Krayn tertunduk hormat. “Baik, Tuan. Akan saya laksanakan.” Matahari tenggelam oleh pekatnya awan. Seolah sebentar lagi akan terjadi gerhana. "Bersiaplah, Wa Pasang. Kita harus turun tangan dan siap untuk situasi apapun."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN