Raja Falen berhasil di kelabui oleh Rogiles, karena kelicikan lelaki itu dia mendapatkan bantuan seribu pasukan yang akan melindungi perbatasannya. Saat iini senyum mengembang tercetak di wajah lelaki itu dan duduk dengan santai di dalam gua miliknya.
“Katakan, apa benar raja yang berkuasa bukan dari keturunan Magadang?”
Ryan dan Malik masih berada di perbatasan. Bungkamnya mereka membuat pemimpin pasukan itu membenarkan informasi yang telah di terimanya.
“Aku rasa, ucapan Rogiles memang benar. Kita harus segera menyampaikan berita ini pada Raja Falen.”
Mengetahui hal itu, Malik segera mencari alasan.
“Dengar, Tuanku Araz masih berkuasa, kenapa tidak kau sampaikan saja pada Raja Falen untuk datang berkunjung secara terhormat.”
Pemimpin serigala itu menatap Malik.
“Siapa kau?”
Malik sangat gugup, ini adalah pengalaman pertamanya bertemu dengan serigala dari belahan timur dan selatan.
“Aku putra tertua Wa Pasang, kami sedang berjalan-jalan dan tidak sengaja tiba di tempat ini.”
“Benarkah? Bukannya kalian sedang mencari Rogiles untuk di musnahkan?”
Ryan melangkah ke depan, keberaniannya itu membuat nyali Malik menciut. Malik menariknya kembali dan memintanya untuk diam.
“Lihatlah, kami hanya bertiga. Tidak ada prajurit atau pengawal yang lain. Menangkap Rogiles bukanlah tugas kami,” ucap Malik.
Pemimpin serigala itu mendekat dan menarik pengawal yang mengikuti mereka dari istana.
“Apa yang kalian lakukan? Lepaskan dia!” Malik mendekat untuk merebutnya kembali. Namun, baru saja dia akan menggapai tangan pengawalnya. Malik pun di dorong kuat oleh pemimpin mereka hingga terjatuh.
Pengawal itu meronta, dua serigala berubah menjadi manusia dan memegang erat pengawal itu.
“Kami tidak akan membebaskan kalian begitu saja, pengawal ini akan menjadi sandera dan bukti pada Rogiles bahwa kami menjalankan tugas.”
“Tidak! Kalian tidak bisa melakukan itu, jika kalian membawanya. Maka sudah dipastikan kerajaan Falen menabuh genderang perang pada kerajaan Araz.”
Reaksi yang ditunjukan Malik tak terduga. Ryan menatapnya dan memperingatkan.
“Wah, reaksi kalian terhadap seorang pengawal membuatku sangat tersentuh.” Pemimpin serigala itu menyeringai.
“Lepaskan dia atau kalian akan melawanku!” Tatapan nyalang dari Malik membuat suasana menjadi tegang.
“Tidak akan, memangnya siapa kau! Kami akan mengembalikannya saat pertemuan pemimpin tiba. Kami juga akan mengundang Raja Lucifer untuk datang.”
Pengawal itu menggeleng dengan wajah memelas. Malik tak bisa melihatnya menderita lebih lama lagi.
“Kalau begitu langkahi dulu mayat ku.”
Netra yang memerah serta urat menegang di leher dan wajah Malik membuat Ryan tercengang.
“Ada apa denganmu? Mereka akan membawanya kembali nanti, tenanglah,” bisik Ryan.
Malik menoleh dengan perasaan bersalah.
“Dia bukan pengawal biasa, dia adikku Zeana.”
“Apa!”
Ryan terkejut bukan main. Pemuda itu merasa cemas. Dia menatap istrinya dalam penyamaran, seharusnya dia curiga saat pengawal itu selalu menyusul paling belakang demi menghindari penyamarannya terungkap.
“Bawa dia pergi!”
Malik melompat menerkam pemimpin serigala itu, pertarungan pun terjadi. Ilmu keduanya begitu kuat dan menjadi tontonan.
“Cukup! Hentikan. Kalian bawa saja aku dan lepaskan pengawal itu.”
Ryan menyodorkan diri membuat Zean dan Malik tertegun.
“Siapa kau? Apa pentingnya kau bagi kerajaan Araz?”
Ryan menatap Malik.
“Jangan buat ricuh di istana, kabarkan semuanya pada Bang Fahmi jika kau kembali. Dia akan mengambil langkah yang tepat untuk membebaskan aku.”
“Kau gila!”
Ryan menepuk bahu sahabatnya itu.
“Kenalkan aku Ryan, tamu sekaligus sahabat dari putra Magadang. Dia tidak berarti apapun dalam kerajaan, sebaiknya lepaskan dia.”
Zeana menggeleng.
“Tidak, bawa aku saja. Kerajaan akan murka jika kau membawanya!”
Pemimpin serigala itu bingung harus mendengar siapa? Akhirnya lelaki itu memutuskan untuk membawa keduanya.
“Diam! Kalian membuat aku pusing. Kalian bawa mereka berdua.”
Ryan dan Zean di bawa dengan paksa, Malik tak bisa berbuat apa-apa dan hanya mendapat tatapan peringatan dari Ryan.
“Sampaikan pada Tuan mu untuk datang membebaskan mereka.”
Pasukan itu berlalu dengan membawa dua sandera. Malik jatuh tersungkur dan lemas di tempatnya.
Mereka di bawah ke jalur yang lain, arah yang berbanding terbalik dengan kawasan milik Rogiles. Tepatnya mereka melakukan perjalanan menuju ke selatan.
“Kalian akan membawa kami kemana?” Ryan mulai cemas karena mereka melewati batas kekuasaan negerinya.
“Kita akan langsung menuju ke selatan tempat dimana Raja Falen berada.”
Beberapa jam kemudian.
Teriknya matahari membuat kerongkongan terasa kering. Ryan dan Zeana merasa kelelahan, karena berjalan kaki, tiba di selatan memerlukan waktu yang lama. Rasa haus di tahannya sekuat tenaga, tidak ada mata air di sekitar tempat itu. Bahkan pasukan itupun merasa kewalahan.
Matahari mulai tenggelam, kumpulan manusia jelmaan itu akhirnya memilih beristirahat dan membuat api unggun.
“Kita rehat dulu, kalian kumpulkan kayu bakar dan cari makanan, selebihnya jaga mereka jangan sampai kabur.”
“Baik!”
Ryan dan Zeana di ikat dengan posisi saling membelakangi, Ryan menggenggam tangan istrinya menyalurkan rasa aman walau pada kenyataannya dia tahu jika Zeana merasa sangat gugup sekarang.
“Kenapa kau diam-diam ikut denganku?” bisik Ryan saat semua orang sibuk dengan tugasnya masing-masing.
Zeana menggeleng dan terisak. Dia menyesal karena menjadi alasan kelemahan bagi suami dan saudaranya.
“Aku tidak tahu, aku hanya khawatir dan tidak tenang jika harus menunggu kau kembali.”
Ryan tersenyum, dalam musibah ini dia menyadari satu hal. Cinta Zeana telah tumbuh semakin kuat.
“ini, kalian makanlah.” Salah satu manusia jelmaan itu meletakkan buah di depan mereka.
“Maaf, tapi bagaimana kami bisa makan jika tangan kami terikat,” ucap Ryan.
“Haha haha haa,” sontak saja semua yang hadir tertawa.
“Itu urusan kalian, berusaha lah sendiri.”
“Kau!” Ryan menghela napas. Tak disangka mereka juga bisa berlaku kejam.
“Berikan sedikit air kami sangat haus,” pintanya. Tetapi pasukan itu mengabaikannya.
Malam ini begitu dingin, udara sangat sejuk menusuk hingga ke tulang. Api unggun itu berada jauh dari mereka.
“Hey, kau. Kau bilang putra Magadang bersahabat denganmu, benarkah itu?” tanya pemimpin manusia jelmaan itu.
Ryan memilih diam, dia hanya memikirkan Zeana yang mungkin merasa haus seperti dirinya.
“Kenapa kau diam saja? Magadang terkenal hebat di masa mudanya, aku penasaran dengan putranya. Apa dia juga sehebat ayahandanya?”
Ryan tidak tahu jika sejarah Magadang sangat dikenal luas dalam klan manusia serigala.
“Aku akan menceritakannya asal kau melepas tanganku. Aku janji tidak akan kabur, Aku hanya merasa haus.”
Manusia jelmaan itu menatap Ryan lekat.
“Kau pikir kami akan percaya? Tentu tidak. Kau bisa saja kabur dan menyusahkan kami.”
Salah satu dari mereka memisahkan Ryan dan Zean lalu mengikat kedua tangannya kedepan.
“Dengan begini kalian bisa makan dan minum sendiri, sekarang ceritakan.”
Ryan tidak tahu harus berkata apa? Namun semua mata tertuju kepadanya.
Pemuda itu membantu istrinya minum lalu meminum air yang tersisa.
“Dia putra Magadang sangat berwibawa, bijaksana dan setia kawan.”
Semua yang hadir mengangguk. Ryan mengambil satu buah dan memberikannya pada Zean.
“Kenapa kalian di pihak Rogiles? Jika kalian sangat mengagumi Magadang dan putranya.”
Pemimpin manusia jelmaan itu melempar setangkai kayu ke dalam api.
“Kami tidak memihak nya, Raja Falen hanya terkecoh mendengar kekuasaan negeri Araz berpindah kepada orang lain.”
Ryan mengambil kesempatan untuk mengorek informasi. Rasa penasaran terhadap kerajaan Falen membuatnya memberanikan diri. Zeana menggigil dan meringkuk di sebelahnya.
“Aku dengar, Rogiles telah mengubah istri putra Magadang menjadi manusia serigala. Dia adalah manusia biasa dan dalam pengaruh mantra Rogiles, apa Rajamu mengetahui itu?”
Berita itu mengejutkan lawannya.
“Apa kau serius?”
Ryan mengangguk.
“Boleh kami tahu siapa nama putra dari Magadang?”
Zean menatap suaminya. Dia merasa pembicaraan ini cukup sampai di sini. Mengerti dengan isyarat yang di berikan, Ryan pun mengelak.
“Aku tidak memiliki hak untuk menjawab itu, dia adalah sahabatku dan melindunginya adalah kewajiban ku.”
Pembicaraan selesai dan Ryan terpejam, anak buah Raja Falen merasa sungkan untuk menganggunya.
“Sebenarnya siapa dia? Beraninya dia tidak menjawab pertanyaan kita!”
Zean menggenggam tangan Ryan.
“Biarkan saja, dia benar. Dia hanya melindungi sahabatnya.”
Malam berlalu dengan kesunyian. Saat semuanya kekenyangan, perlahan mereka terlelap dan Ryan menggunakan kesempatan itu untuk membuka tali yang mengikat tangan istrinya.
Ryan berencana kabur dan segera kembali ke istana.