Chapter 63 Hari pembalasan

1097 Kata
Langkah Putri Azura semakin cepat untuk meninggalkan istana. Beruntung Malik segera menghadangnya dan menutup pintu masuk. "Tolong, biarkan aku keluar. Ayahku dalam bahaya!" Azura berusaha menggapai pintu, tapi Malik terus menghadangnya. Wanita itu tak kehabisan akal dan mencari jalan keluar yang lain. Keributan yang terjadi membuat penghuni istana berkumpul di tengah-tengah. Wa Pasang dan yang lainnya bingung melihat sikap sang putri. "Ada apa ini?" tanya Wa Pasang. Fahmi tiba dan menghentikan wanita itu. Dengan sedikit kekuatan, Fahmi mengguncang tubuh Azura hingga wanita itu sedikit limbung. "Hey tenangkan dirimu. Lihat, kau membuat semua orang cemas." Azura terisak, penglihatannya begitu mengerikan dan dia tidak mau mengambil resiko kehilangan sang ayah. "Aku ingin ayahku, aku mohon. Tolong bebaskan aku." Putri Azura mohon di kaki Fahmi. Semua yang hadir hanya menyaksikan pemandangan yang penuh haru itu tanpa berani menyela. "Ayahmu akan segera datang, Malik akan segera menjemputnya, tenanglah, oke." Orang yang baru saja di sebut namanya, tampak terkejut. "Yang benar saja, aku baru saja beristirahat," keluhnya. Azura kembali menangis, isakan nya semakin kuat membuat Malik menutup telinganya dengan jari telunjuk. "Biar aku yang pergi, Malik bisa istirahat dan kau mendapatkan keinginanmu. Anggap saja ini balas budi. Karena kau telah menerawang tempat tinggal saudariku," sela Juna. Keberanian pemuda itu ditolak mentah-mentah oleh Fahmi. "Tidak, kau mendapatkan misi yang jauh lebih penting dari sekedar menemui Raja di perbatasan." "Apa maksudmu?" tanya Tuan Raz. Sikap Fahmi membuat semua orang bertanya-tanya. Mau tidak mau dia pun menceritakan penerawangan yang dilakukan putri Azura. Semua orang mendengarkan. Bu Laksmi dan ibunda Zeana tampak terharu dengan netra berkaca-kaca. "Jadi begitulah yang terjadi, Juna dan beberapa orang lainnya, akan menyusup ke Gunung Bayangan saat Rogiles dan anak buahnya meninggalkan tempat itu." Juna mengangguk antusias. Dia menerima perintah itu dengan senang hati. "Baik, aku akan langsung melaksanakannya. Aku akan berusaha membawa mereka dalam keadaan selamat." Bu Laksmi terharu dan berjalan mendekat. "Kami mengandalkan dirimu, Juna. Lindungi kedua menantuku." Juna mengangguk sopan. Misi ini tak.mudah baginya. Tetapi, satu-satunya yang tahu tempat persembunyian itu hanya lah dirinya. "Kalau begitu aku akan segera ke perbatasan untuk meminta Raja Falen ke istana," seru Malik. Putri Azura sangat berterimakasih atas bantuan yang diberikan. "Terimakasih, aku akan menganggap ini hutang budi." Semua orang bergegas melaksanakan tugasnya masing-masing. Wa Pasang juga Tuan Raz saling memandang dan menuju ke bagian depan istana. Mereka akan mengatur formasi untuk pertahanan prajuritnya. "Fahmi, bawa semua wanita ke tempat yang aman. Tempat yang tidak akan di temukan oleh Rogiles," ucap Tuan Raz sebelum menghilang. Fahmi mengangguk dan membawa Ibunya beserta ibunda Zeana maupun Putri Azura ke sebuah ruangan. Semuanya menatap linglung, bagaimana tidak. Tempat itu terkesan tak terduga. "Putri, aku tahu kau bisa di andalkan. Jaga mereka untuk kami. Jangan biarkan ada yang keluar sebelum aku kembali," ucap Fahmi berharap Putri Azura akan menyanggupi. "Tapi, Nak." Bu Laksmi sangat cemas, dia sangat berharap bisa menyambut kedatangan Hafizah. "Situasinya tidak memungkinkan, ibu harus mendengarkan semua perkataan putri azura. Aku harus pergi sekarang untuk membantu pasukan bersiap." Dengan berat hati, Bu Laksmi melepas kepergian putranya. Tempat persembunyian yang dipilih Fahmi adalah gudang penyimpanan makanan. Tempat dimana makanan kering di simpan sebelum di olah menjadi masakan. Kedua wanita tua itu memandangi putri Azura yang menawan. Dia sangat cantik walau pakaiannya sangat lusuh karena terkurung di menara. Deru suara berlari di sisi istana terdengar hingga ke tempat itu. Mereka hanya bisa saling melirik dan terus menduga apa yang terjadi. ** Sesuai penerawangan Putri Azura. Musuh datang memasuki perbatasan. Anak buah Raz yang mengintai dari ketinggian memberi aba-aba. "Kehadiran musuh telah terpantau, seluruh pasukan bersiap untuk menyerang!" Fahmi dan yang lainnya lebih dari siap menyambut musuhnya. Langkah kaki yang begitu kuat menggetarkan tanah, Rogiles tiba dengan ribuan pasukan. "Tuan," ucap Fahmi terkejut. Sebelumnya dia tak pernah melihat pasukan sebanyak itu. Raz menoleh padanya. "Inilah pertarungan mu, Fahmi. Jangan biarkan mereka lolos terutama Rogiles, pertarungan ini untuk memusnahkannya." Fahmi mengangguk mantap. Suara serigala mengaum, terdengar dengan jelas. "Auw! Auww auww auww." Perbatasan telah dilumpuhkan begitu cepat. Anak buah Raz tumbang dengan sekali serangan. Raja Falen dan Malik bekerja sama melawan musuh sedang Rogiles lebih cepat menuju ke istana. "Rupanya, kalian bersembunyi di sini. Pengecut!" Caci nya dengan lantang. Rogiles memandang remeh mereka. "Kau datang mengantarkan nyawa lebih cepat dari hari yang kau tentukan. Rupanya sudah bosan hidup, baguslah. Kita tidak perlu bersusah payah menunggu terlalu lama," balas Raz dengan cibiran nya. Hati Rogiles dipenuhi amarah, sekuat tenaga dia berusaha tenang dan menyampaikan maksud dan tujuannya. "Kau mulai berani membalas ku, apa karena Raja Falen kini berada dipihak mu? Hah! Tidak usah banyak basa-basi, aku datang untuk mengambil apa yang aku inginkan. Pergi dari sini dan aku akan mengampuni kalian." Raz menertawakan lelaki itu. "Haha haha haha. Rupanya selain licik kau juga tidak tahu malu. Mimpikan saja hal itu, karena kerajaan ini takkan pernah jadi milikmu!" Di luar dugaan, Rogiles terkejut melihat betapa percaya dirinya lawan mereka. "Benarkah, kalau begitu tahanan itu- ...." "Berhenti mengancam, kaulah sang pecundang dalam situasi ini. Tunggu apalagi! Serang mereka dan jangan beri ampun." Fahmi, Wa Pasang beserta pasukannya berubah menjadi serigala. Bulu putih bersih yang dimiliki Fahmi tampak bersinar di antara serigala-serigala buas itu. Fahmi memulai dengan melompat menyerang Rogiles dari arah depan, lawannya tak tinggal diam dan menghindar dengan mudah. "Kau tidak lebih hebat dari siapapun dan terimalah ajal mu!" Pertempuran hebat terjadi, ribuan pasukan dari kedua kubu saling beradu. Raz mengawasi dari tempatnya. Wa Pasang dan Fahmi menyerang secara bergantian, Rogiles yang sakti memukul mundur Wa Pasang dengan pelemah sukma. Lelaki itu kehilangan kekuatannya dan hampir di serang dengan ajian cakar maut. "Rasakan ini! Matilah kau!" ucap Rogiles. Fahmi yang melihat itu bergegas menolong dan menyerang Rogiles dengan ajian yang sama. Pemuda itu berhasil melindungi wa Pasang tepat pada waktunya dan meninggalkan luka cakaran di wajah musuhnya. Deg. Rogiles terkejut melihat jurus yang baru saja di kuasai oleh Fahmi. Grrmm. "Rupanya kau melakukan persiapan yang cukup matang," Fahmi meminta wa pasang mundur. Lelaki tua itu terkulai tak berdaya. Tetap disana hanya membuatnya dalam masalah. "Kenapa? Kau pikir kau bisa membunuhku dengan mudah! Tidak akan, Rogiles. Kau harus di musnahkan," kilatan amarah terpancar netra pemuda itu. Fahmi dan Wa Pasang mundur dan menunggu Rogiles tumbang. "Ajian ini diciptakan oleh leluhurku, jadi jangan bermimpi jika aku akan tewas dengan ajian ku sendiri, aku memiliki penangkalnya!" Rogiles maju dan menekan Fahmi dengan serangannya. Raz dan Wa Pasang termangu dengan wajah tak percaya. "Jurus itu, apa kau mengajarkannya dengan benar? Kenapa Rogiles tetap baik-baik saja?" tanya Tuan Raz pada wa Pasang. Kedua lelaki itu bingung, Rogiles seolah tak mempan dengan serangan Fahmi. "Kita tidak akan bisa membunuhnya, dia sangat kuat! Kita harus saling bekerja sama!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN