Ryan dan Zean menjelaskan semuanya pada Fizah, wanita itu memilih percaya dan memakai penutup mata demi keselamatan bersama. Mereka tertidur dengan nyenyak. Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki bergerak cepat di luar gua.
“Cari mereka! Jangan sampai mereka kabur keluar dari kawasan ini!” teriak pemimpin pasukan itu.
“Baik!”
Rogiles murka setelah mengetahui para tahanannya telah kabur.
“Bodoh! Apa saja yang kalian lakukan! Bagaimana bisa mereka menggali terowongan sepanjang itu tanpa kalian sadari.”
Para pengawal hanya bisa diam menerima amukan dari Tuannya.
“Cari mereka, cepat! Aku tidak mau rencana yang telah di susun rapi gagal dan berantakan hanya karena ini,” tekannya.
“Baik, Tuan.”
Seluruh pasukan menyebar ke kawasan Gunung Bayangan, mereka mencari ke semua tempat tapi tidak menemukan apapun.
"Gawat! Sepertinya mereka telah keluar dari perbatasan," sahut salah satu di antaranya.
Para pasukan itu termenung.
Nekat mencari keluar resikonya adalah nyawa. Seluruh negeri melakukan pencarian. Dan setiap perbatasan di jaga ketat.
Ryan mendengar keresahan mereka dari dalam, suara sekecil apapun memantul dan terdengar nyaring di dalam gua.
“Cari mereka, cari dengan teliti!"
Fizah dan Zean terbangun setelah mendengar suara keributan. Fizah panik dan replek membuka penutup mata.
“Jangan, kau jangan lakukan itu.” Ryan menahannya.
Zean menutup pintu gua itu dengan batu besar. Kedatangan pasukan itu membuat semua orang gemetar.
“Apa mereka akan menemukan kita?” bisik Fizah.
Zean segera mengambil tempat di sampingnya.
“Tidak. Mereka tidak mungkin menemukan kita secepat itu. Tenanglah, kau bisa kembali berbaring.”
Zean menggenggam tangan Fizah dan mendengarkan semua keluhan prajurit yang menggema di dalam gua.
"Temukan mereka sebelum kesabaran Tuan Rogiles habis!"
Zean menatap Ryan, jauh di lubuk hatinya dia sangat cemas. Ryan sendiri tidak yakin jika tempat itu tidak akan di temukan.
“Semuanya akan baik-baik saja, percayalah.”
**
Utusan Raja Lucifer dan Raja Falen tiba di istana. Fahmi dan Malik menyambutnya dengan wajah datar. Tuan Raz sendiri tampak kacau karena memikirkan tenggak waktu yang akan berakhir sebentar lagi.
"Kami datang untuk menyampaikan pesan dari pemimpin kami," ucap keduanya berlutut dengan hormat di hadapan Raz.
"Katakan."
Raz duduk di singgah sana dengan hati yang kacau. Dia berharap ada berita baik yang dapat menumbuhkan harapannya.
"Tuan, kami telah memeriksa ke semua wilayah dan tidak menemukan apapun. Anak buah Rogiles bagai menghilang di telan bumi."
Semua orang yang ada di istana menghela napas.
"Raja Falen, memohon kemurahan hati Tuanku agar tidak menyiksa putri Azura."
Fahmi sangat kecewa mendengar ucapan Prajurit itu.
"Purnama sebentar lagi, katakan pada Raja kalian untuk berkumpul di sini besok pagi," ucap Raz.
"Baik, Tuan. Kalau begitu kami undur diri."
Raz mengangguk lemah. Kini lelaki itu mulai pasrah dengan keadaan.
"Pasang, jika tahta ini di rebut oleh Rogiles. Satu-satunya tempat yang bisa kita tuju adalah Gunung Bayangan. Minta seseorang untuk menyiapkan hunian yang layak terutama bagi Fahmi dan keluarganya. Mereka manusia yang tidak terbiasa hidup di alam bebas."
Malik dan Juna mendengarkan.
"Baiklah, aku akan meminta prajurit kesana."
Wa Pasang maupun Raz sama-sama tidak bersemangat.
"Wa, bagaimana jika aku dan Malik yang pergi kesana. Prajurit mungkin tak bisa masuk jika kita hanya mengutusnya."
Wa Pasang tanpa ragu menyetujui usul putra bungsunya.
"Baiklah, Juna. Buat Raja terkesan dan rapikan dengan baik."
"Tentu, Wa."
Juna mengajak Malik pergi tanpa berpamitan dengan Fahmi.
Saudaranya itu menatap kesal.
"Kenapa kau mengajakku? Aku harus mencari Zean dan yang lainnya."
Juna tersenyum dan menyerahkan sebuah pedang.
"Kau telah bekerja keras, tidak ada salahnya rehat sebentar. Lagi pula, kita telah meninggalkan rumah lumayan lama. Apa kau tidak rindu berada di sana?"
Malik mengerling.
"Dasar bocah!"
Mereka pun berangkat saat itu juga. Sedang Fahmi, dia justru menemui Putri Azura yang berada di puncak menara.
Wanita itu tampak lusuh dan berpenampilan seperti tahanan pada umumnya.
Kedatangan Fahmi membuat Putri Azura terkejut.
"Kau- mau apa kau disini?" ucapnya parau.
Fahmi menatap wanita itu, dalam ruangan yang layak saja dia tampak kacau lalu bagaimana dengan istrinya sekarang.
"Kalian, pergilah."
Para penjaga yang berada di ruangan itu meninggalkan menara. Fahmi duduk bersila dan bersandar pada dinding.
"Ayah dan juga calon suamimu, baru saja memberi kabar."
Azura menatapnya takut, wanita itu mundur untuk melindungi diri.
"Mereka tak menemukan istri dan juga adikku. Kau tahu apa yang akan terjadi jika sampai malam purnama mereka tak di temukan?"
Azura menggeleng lemah.
"Seluruh negeri ini akan menjadi milik Rogiles, begitu juga dengan para tahanan."
Azura terbelalak. Wanita itu segera memohon pada Fahmi.
"Tolong bebaskan aku, aku mohon. Aku janji akan mencari mereka sepenuh hati."
Fahmi tersenyum kecut mendengarnya.
"Kedua penguasa itu saja tak mampu menemukan mereka, apalagi dirimu. Yang hanya wanita lemah."
Nada suara Fahmi tetap tenang, Azura memelas dengan sorot mata sayu.
"Apa kau tahu? Aku ini seorang penerawang. Aku bisa melihat apa saja dari benda yang sering di gunakan oleh target yang ingin ku ramal."
Fahmi kini tertawa bodoh. Hal itu terdengar sangat lucu.
"Kau mencoba memperdayai aku, itu takkan mempan. Lagi pula, aku dan Tuan Raz tidak mungkin menyerahkan dirimu pada Rogiles. Kami masih memiliki hati untuk melepaskanmu sebelum malam purnama."
Azura tersentuh. Dia menatap takjub pada lelaki yang ada dihadapannya.
Fahmi bangkit dan akan pergi dari sana.
"Tunggu!"
Azura memegang tangan lelaki itu. Fahmi yang terkejut, menghentak tangan Azura tapi wanita itu tidak melepaskannya.
"Aku melihat bayangan tapi sekilas, ada sesuatu yang kuat yang mengikat dirimu dengan seorang wanita."
Fahmi tampak biasa saja.
"Kau bercanda, lepaskan aku!"
"Pertempuran mu di percepat, mereka tidak menunggu malam purnama." Azura membuka mata dengan perasaan yang kacau.
Dia melihat p*********n dan shock karena melihat ayahnya pun berada di sana.
"Ada apa?" tanya Fahmi.
Azura melepaskan tangannya.
"Kau tidak menjawabku?"
"Kau harus menyiapkan pasukan mu. Entah cepat atau lambat. Mereka akan datang dari arah tak terduga."
Fahmi meninggalkan Azura dengan segala keanehannya. Dia pun segera menemui Raz dan meninggalkan menara.
"Jaga dia!" ucap Fahmi pada penjaga.
"Baik, Tuan."
Langkah Fahmi kian cepat dan tiba di ruangan pribadi Raz.
Brak.
Pintu di buka dengan kasar.
"Ada apa?"
Pandangan keduanya bertemu. Fahmi ragu mengatakannya tapi rasa penasaran terus menuntutnya.
"Apa putri Azura memiliki kekuatan tersendiri?" tanya Fahmi pada akhirnya.
Raz melangkah mendekat ke arahnya.
"Ya, dia seperti Datuk Pasang, tapi Azura tidak suka menggunakan kekuatannya. Dia tak bisa dipaksa dan hanya meramal saat dia mau."
Wa Pasang datang terburu-buru dengan napas tersenggal.
"Aku baru saja melihat jika Rogiles kehilangan mereka."
Belum habis keterkejutan Fahmi tentang Azura, berita yang di bawah Wa Pasang membuatnya tercengang.
"Apa maksudmu?" tanya Tuan Raz.
"Pagi ini, aku melihat terowongan. Dan melihat kemarahan Rogiles. Ruangan itu kosong dan para penjaganya mencari ke semua tempat. Bisa jadi, Ryan, Zean maupun Fizah telah berhasil kabur."
Tuan Raz bernapas lega.
Fahmi tidak puas dengan ketidak pastian itu.
"Apa kau tahu mereka dimana?" tanya Tuan Raz lagi.
Saat itu wajah Wa Pasang berubah pias, kedua orang yang ada di hadapannya, menatapnya bingung.
"Dimana? Cepat katakan."
"Aku melihat mereka di Gunung Bayangan."
Hal yang tak terduga sebelumnya. Fahmi dan Tuan Raz terkesiap
"K-kau! Kau tahu kedua putramu mengarah kesana!" ucap Tuan Raz gemetar.
Malik dan Juna telah berangkat dari tadi.
Wa Pasang tertunduk lemas.
"Ya, mereka dalam perjalanan."
Tangan Raz mengepal sempurna.
"Penjaga! Kirim pasukan untuk menghentikan Malik dan Juna. Minta mereka kembali secepatnya! Sekarang!" titah Raz menggema di udara.
Pengawal yang berdiri di depan pintu segera bergerak.
"Baik, Tuan!"
Fahmi meremas rambutnya.
"Jadi selama ini mereka ada di sana? Mereka bersembunyi dalam kawasan mu dan kau tidak mengatakan apa-apa!"
Fahmi menatap berang. Dia tak habis pikir dengan wa Pasang.
"Putrimu di sekap, dan kau hanya diam."
Raz menghentikan Fahmi sebelum amarahnya di luar kendali.
"Aku tak bisa menerawang ke tempat itu sebelumnya karena Rogiles menutup penglihatanku."
"Alasan!"
Fahmi kecewa dan pergi dari sana.