Nasib baik tidak berpihak pada Malik, ucapannya beberapa jam yang lalu membuat dirinya kini di curigai oleh Fahmi. Lelaki itu pasrah karena di awasi oleh pasukannya sendiri.
“Antarkan kami pada Raksana, aku tahu kau mengetahui dimana dia berada.” Di anggap sebagai penghianat membuat Malik tak berdaya, dia memilih diam dan melangkah keluar. Lelaki itu sangat berhati-hati demi keselamatan nyawanya.
Pencarian keseluruh wilayah kerajaan Araz kembali dilakukan. Malik tahu percuma membantah Fahmi saat hatinya sedang kacau seperti sekarang. Pergerakan Malik di awasi ketat.
Mereka terus berjalan dan menyisir perbatasan. Para pasukannya kelelahan dan merasa semua itu tak berguna.
“Tuan, bukannya kita telah mencari di bagian wilayah ini, kami telah memeriksanya kemarin,” ucap salah satu prajurit itu.
Fahmi menatap Malik dengan tegas.
“Jangan menatapku seperti itu, kita mencarinya bersama, aku mengatakan tidak berpihak padanya kau pun tidak percaya.”
Fahmi membuang wajah ke arah lain.
“Hanya karena aku pernah satu kurungan dengannya kau sudah mencurigai aku. Lalu bagaimana dengan Fizah. Bahkan Raksana sendiri yang menyiapkan makanan untuknya sebelum dia menjadi musuh bagi Rogiles.”
Emosi yang tertahan semakin membara mendengar penuturan Malik. Fahmi tak suka nama kekasihnya di bawa-bawa dalam masalah ini.
“Dia jelas musuh yang harus aku musnahkan, kau membelanya hingga detik ini, bagaimana mungkin aku tidak mencurigai mu.”
Malik menghela napas panjang dan berlutut di hadapan Fahmi. Tidak peduli dengan harga dirinya, apapun dia lakukan demi membuat lelaki itu percaya.
“Aku tidak mungkin menghianati saudaraku, orangtua dan bangsaku sendiri. Kendalikan dirimu, Fahmi. Saudaraku juga di tahan, aku hanya memikirkan kemungkinan yang masuk akal.”
Fahmi meremas rambutnya kuat. Frustasi dengan keadaan membuatnya kehilangan akal.
“Maafkan aku Malik,” ucapnya lemah.
Wajah Fahmi semakin tirus, semenjak kejadian kemarin tidurnya tak nyenyak dan hatinya di selimuti rasa khawatir.
“Tenanglah, kita akan mencari mereka bersama-sama.”
Malik bernapas lega, karena Fahmi dan kawanannya kembali mempercayainya.
“Kita telah berada jauh dari istana, semua tempat telah di lewati. Tuan, sebaiknya kita kembali,” ucap salah satu prajuritnya.
Malik dan Fahmi mengangguk bersamaan.
“Kalian benar, aku terlalu memaksakan diri, mungkin Rogiles membawanya keluar dari kawasan kita.”
Malik dan Fahmi tiba-tiba memikirkan satu hal.
Raja Falen.
“Kita harus memintanya mencari Rogiles di wilayah mereka. Dia pasti bersembunyi di sana.”
**
Di istana kediaman Raz saat ini, dua Raja dari wilayah berbeda datang untuk bertamu.
“Raja Falen dan Raja Lucifer tiba di istana,” ucap seorang pengawal.
Putri Azura yang berada di puncak menara melihat kedatangan orang-orang terkasihnya dari jendela kecil yang berada di sana.
“Ayah! Ayah datang untuk menjemputku.” Wanita itu sangat bahagia apalagi saat melihat bendera dari kerajaan sang calon suami juga ada di sana.
“Ayah! Aku di sini!” Teriakan Putri Azura terdengar seperti angin.
Bahkan di sekitar menara pun suara wanita itu tak terdengar jelas.
“Bagaimana caranya agar aku bisa membuat ayah menatap ke arahku.”
Putri Azura terus berusaha hingga dia terpikirkan satu rencana. Di sobeknya pakaian bagian bawah dari gaunnya lalu mengikatnya di jendela. Dia berharap ayahnya akan melihat itu dan mengerti akan tanda yang dia berikan.
Di bawah sana. Raja Lucifer juga Raja Falen menunggu gerbang istana terbuka. Tapi, hingga setengah jam lamanya penantiannya tak membuahkan hasil.
“Tuan, ini suatu penghinaan yang besar. Bahkan gerbangnya tak bergeser sedikitpun,” ucap Raja Lucifer tak sabar.
Raja Falen menenangkan hati calon menantunya.
“Bersabarlah, beruntung Raja Araz tidak menahan kita di perbatasan.”
Raja Lucifer mulai gerah, dia menyingkap tirai tandu yang membawanya.
“Hey, kau! Katakan pada Raja mu agar segera membuka pintunya!”
Raja Falen ingin menahan pemuda itu. Namun, jawaban sang prajurit membuatnya tercengang.
“Maaf Tuan, Tuan Fahmi sedang tidak ada di istana, itu sebabnya pintu gerbang tidak di buka.”
Raja Lucifer terdiam di tempatnya.
“Lancang sekali mereka!”
Beberapa jam kemudian, Fahmi dan kawanannya tiba di istana, gerbang yang di tutup pun mulai terbuka.
Fahmi tak menoleh mencari tahu siapa yang datang, tidak pula menyambut dnegan sepenuh hati. Setelah tiba, dia langsung masuk ke istana untuk beristirahat.
Malik yang cerdik, menatap bendera yang berbeda. Tak ingin mendapat masalah, Malik pun segera masuk.
Seorang pengawal menghampiri pasukan Raja Falen dan memperkenankan mereka untuk memasuki istana.
“Maaf membuat kalian menunggu lama.”
Raja Falen keluar dari tandunya di ikuti oleh Raja Lucifer. Mereka berjalan bersisian memasuki istana.
Tuan Ruas menyambut mereka dengan wajah datar.
“Aku tidak tahu harus menyambut kalian dengan cara apa?” ucapnya tenang dan mempersilahkan duduk.
Wajah Lucifer merah padam menahan amarah.
“Apa kau sadar telah menjemur kami di luar.”
Raja Falen menghentikan Lucifer dengan tatapannya.
“Beruntunglah kau sampai di luar, menurut pengalamanku, musuh sudah di serang saat dia berani menyentuh perbatasan.”
Kedua penguasa itu melihat keseriusan di wajah Raz. Tak ada ramah tamah yang dia tunjukan.
“Aku datang karena pesan yang di sampaikan oleh orang kepercayaan ku. Aku sangat menyesal karena telah percaya pada Rogiles.” Lucifer terkejut mendengar pengakuan Raja Falen.
“Aku dan kerajaanku tak ingin menjadi musuh abadi mu. Aku memutuskan akan membantu kalian mencarinya.”
Malik muncul dibalik pintu. Lelaki itu bergabung dengan pertemuan penting para pemimpin.
“Maaf karena kelancanganku, Tuan.”
Raz tak menoleh dan memberinya isyarat untuk bicara.
“Kami telah mencari Rogiles di seantero negeri kekuasaan Araz, tapi sayangnya kami tidak menemukan apa-apa. Lelaki itu bersembunyi tidak dalam kawasan kita.”
Raja Lucifer dan Raja Falen saling menatap.
“Aku telah mengerahkan prajuritku mencari keseluruh negeri, aku tidak mungkin membiarkannya mendiami wilayah ku sementara putriku menjadi sandera.”
Lagi-lagi, Raja Lucifer tercengang.
“Putri, apa maksud Tuanku adalah Putri Azura?”
Raja Falen mengangguk lemah.
“Putra Magadang membawanya sebagai jaminan, tak di sangka. Kedua tawanan itu berikut dengan istrinya di bawah oleh Rogiles.”
Raja Lucifer mulai panik.
“Dia aman, tenang saja,” ucap Tuan Raz.
“Dia sangat manja, ku mohon jangan memperlakukan dia sebagai penjahat yang kejam.”
Malik memotong pembicaraan mereka.
“Tuan Fahmi tak bisa keluar, dia begitu kelelahan dan istrahat di kamarnya. Tersisa hanya di wilayah kalian. Mohon kerja samanya jika ingin semua ini berakhir dengan baik-baik saja.”
Raja Lucifer menggebrak meja.
“Brak.
“Aku telah mengusirnya bahkan tidak membiarkannya menyentuh perbatasan ku setelah kedatangannya beberapa bulan yang lalu.”
Raz dan Raja Falen menatap Lucifer.
“Dia datang mengatakan omong kosong dan memintaku menemui Raja Araz, katanya pemimpin yang baru bukanlah Putra Magadang.”
Raja Falen tertunduk.
“Ya, dan aku tertipu dengan omongannya. Dia menempatkan aku sebagai pelaku kejahatannya.”
Lama mereka merenung, Lucifer pun meminta untuk bertemu dengan Putri Azura.
“Bolehkah aku menemuinya, aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal.”
Tuan Raz menoleh ke Malik, dia tak dapat mengabulkan permintaan lelaki itu.
“Aku akan mengantarkan kalian,” ucap Malik.
Keduanya berdiri membuat tuan Raz melongo.
“Apa kau sudah mendapatkan izin dari Fahmi?”
Malik menggeleng.
“Tidak Tuan, aku hanya mengantar mereka dari jarak jauh.”
Mereka mengikuti langkah Malik, keduanya merasa bingung karena di bawah keluar dari istana.
“Kau mengusir kami?” tanya Lucifer.
Malik tidak menjawabnya dan membawa mereka ke halaman istana. Tak ada apapun di sana, hanya ada alat pelatihan yang di siapkan untuk Fahmi dan Ryan.
“Apa ini? Dimana putri Azura?”
Malik menatap ke atas dan menunjuk menara yang tidak jauh dari tempat itu. Sayangnya ada benteng sebagai sekat yang membuat mereka tak datang menghampiri menara itu.
“Lihat, dia di sana. Tempat agung yang kami miliki.”
Raja Falen menutup mulutnya dengan kedua tangan. Kain itu bergerak ke kanan dan ke kiri. Tangan kecil itu adalah milik putrinya.
“Azura! Apa kau baik-baik saja?” teriaknya.
Azura tak dapat mendengar teriakan sang ayah, dia hanya bisa menangis karena orang yang di cintainya mengetahui keberadaannya.
“Kalian terlalu kejam, kenapa membawanya pada ketinggian!” tanya Lucifer.
Malik tersenyum masam.
“itu lebih baik dari pada dia harus berdesakan di penjara bawa tanah.”
Malik tertegun mendengar ucapannya sendiri.
“Tapi!”
“Maaf aku harus meninggalkan kalian.”
Malik berlari ke dalam istana mencari keberadaan Fahmi. Pintu kamarnya di buka dengan paksa.
“Ada apa? Kenapa kau tidak mengetuk pintu terlebih dahulu?”
Malik memegang bahu Fahmi.
“Apa menurutmu, mereka di kurung di bawa tanah, aku dengar jaman dahulu. Para Raja menyembunyikan tahanan penting di ruang bawa tanah. Hanya khusus untuk tahanan yang memiliki kuasa atau jabatan.”
Fahmi menatap takjub.
“Kau sungguh cerdas, tapi dimana kita akan mencarinya?”