Chapter 57 Pencarian

1041 Kata
Haci- sang pengawal putri Azura kini tiba di kerajaan Falen, lelaki itu langsung melaporkan apa yang terjadi. "Tuan aku telah kembali," ucapnya memberi hormat pada Raja Falen. "Bagus, katakan. Bagaimana keadaan di sana. Apa dua tawanan itu telah kembali?" Haci tertunduk sejenak mengumpulkan keberanian. Firasat Raja Falen mulai tidak enak. "Ada apa? Mengapa wajahmu begitu cemas?" Haci mendongak dan menyampaikan semuanya. "Tuan, kerajaan Araz telah diserang. Seluruh penghuni istana terluka, diduga pelakunya adalah Rogiles." Wajah Raja Falen berubah pias. Dia tahu betul resiko yang akan dia hadapi. "Menurut informasi, Rogiles juga menculik seorang wanita, dia adalah istri dari putra Magadang." Tak habis kejutan yang di sampaikan Prajurit kepercayaannya. Raja Falen pun terjatuh di singgasananya "Tuan, apa kau baik-baik saja?" Haci merasa cemas melihat keadaan Tuannya. "Lalu, bagaimana dengan nasib putriku? Apa ada yang menjaganya di sana?" cecar Raja Falen sangat khawatir. Dengan berat hati, Haci menyampaikan pesan Fahmi. "Maaf Tuan, Putra Magadang tidak mengizinkan kami untuk tetap tinggal mengawal Sang Putri. Beliau sangat marah setelah tahu istrinya telah tiada di istana, kami diutus untuk menyampaikan berita ini, Putra Magadang tidak akan pernah membebaskan putri Azura jika adik dan juga istrinya tidak di bebaskan oleh Rogiles." Tangan Raja Falen mengepal sempurna, dia sangat marah juga merutuki kebodohannya. "Aku menyesal telah percaya padanya, kirim pasukan kita untuk mencari Rogiles di seantero negeri dan jangan kembali sebelum kalian menemukannya," ucapnya lantang. "Baik, Tuan." Haci pun undur diri dan melaksanakan tugasnya. Raja Falen takut masalah ini akan semakin berlarut-larut, dia pun mengutus seorang prajurit untuk menyampaikan pesan pada Raja Lucifer. Dalam suratnya, Raja Falen meminta calon menantunya untuk datang dan bertemu di kerajaan Araz. ** Sementara di tempat lain. Rogiles sangat bahagia. Bagaimana tidak, dalam satu kesempatan dia dapat mewujudkan semua rencananya. Saat ini yang paling penting baginya adalah memancing Raksana keluar dari tempat persembunyiannya. "Aku yakin, dia tidak akan tahan bila mendengar Ryan dan istrinya dibawa kendaliku," ucapnya sambil memainkan minuman di gelas. Dengan kesadaran penuh, Rogiles sengaja mengecoh tiga kerajaan sekaligus, demi mencapai tujuannya. Resikonya, jika dia kalah, maka habislah dia beserta seluruh pasukannya. Dan jika menang. Maka dia akan menjadi satu-satunya penguasa dalam klan manusia serigala. "Sebentar lagi, aku sangat yakin bahwa dia akan datang." ** Keadaan di dalam penjara bawa tanah saat ini. Fizah tak sekalipun bersuara membuat Ryan merasa cemas. "Fizah, apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan suara lemah. Fizah bersandar dan menatap mereka dari jauh. "Fizah, kau tidak menyentuh makananmu. Kau akan sakit jika begini terus." Lagi wanita itu hanya diam. Buah yang di hidangkan tidak mengunggah seleranya. Zeana terbangun setelah mendengar betapa perhatiannya sang suami pada wanita l yang bukan siapa-siapa baginya. "Fizah. Kau harus makan." "Sudahlah! Dia bukan anak kecil. Kenapa kau selalu memintanya untuk makan," ucap Zeana dengan nada kesal. Fizah menghela napas. "Andai saja dia ada di sini," batinnya. Fizah berharap Fahmi hadir di sampingnya. "Dia saudariku sekarang, Bang Fahmi telah menikahinya. Dia sedang hamil sama sepertimu. Wajar bila aku juga mengkhawatirkan dirinya." Fizah dan Zeana terkejut. "Malam itu hanya kita yang menikah, aku ingatkan jika kau lupa!" ucap Zean cemburu. Ryan tampak santai dan menjelaskan kapan acara pernikahan mereka berlangsung. "Mereka menikah setelah kami kembali, setelah Fizah di temukan. Bang Fahmi tidak ingin kehilangan walau keadaannya mengkhawatirkan." Airmata Fizah jatuh berlinang. "Benarkah, kau tidak berbohong kan?" Ryan mengangguk dalam kegelapan. "Aku bersumpah atas nama pernikahanku. Aku sendiri dan Wa Pasang menjadi saksinya. Kau melukai Bang Fahmi saat upacara sakral itu." Fizah sangat bahagia. Dia sangat senang juga terharu. "Aku akan menjaga bayiku dengan baik." Fizah mulai makan, dan begitu lahap memakan makanannya. "Kita tak bisa terus di sini, kita harus mencari jalan keluar," ucap Zean menyadarkan Ryan. Lelaki itu berhenti menatap Fizah dan mencari celah untuk kabur. "Entahlah, aku sendiri tidak tahu kita berada dimana sekarang." Fizah memperhatikan sekitarnya. "Yang pasti, kita tidak di dalam gua. Malik tidak dapat menemukan kita di sini. Ini bukan tempat tahanan sebelumnya." Ryan mencoba merobohkan kayu, yang menjadi penyanggah sekaligus dinding yang mengurung mereka. "Dia sangat cerdik, kita pasti di bawa ke tempat dimana orang-orang tak dapat menemukan kita." Fizah teringat dengan kejadian di gua. "Aku rasa ini akan berhasil," ucapnya. Ryan dan Zeana mendengarkan. Ide Fizah untuk pergi dari sana sangat masuk akal. ** Di luar sana, Malik dan Fahmi membawa pasukan melewati lembah ilusi, dengan semangat membara dia menggiring orang-orangnya menuju ke gua tempat dimana Malik pernah di sekap. "Di sana, aku dan Fizah di kurung dalam gua itu!" Tidak ada pergerakan membuat Fahmi tidak yakin. "Tetap waspada, sebagian pasukan maju perlahan dan sisanya berjaga-jaga di luar." "Baik, Tuan." Tiba di atas puncak tertinggi di tempat itu, Fahmi dan Malik memasuki labirin gua tempat dimana Rogiles pernah berada. Tak ada siapapun di sana, tidak Rogiles maupun seorang prajurit. Fahmi tak menemukan apa-apa, selain bekas kurungan tempat dimana istrinya pernah di tahan. "Dia tidak di sini, kemana lagi kita mencarinya? Seluruh kawasan tak luput dari pengamatan ku," ucap Malik. Fahmi membayangkan tempat dimana Fizah di tahan. "Tempat ini begitu menyeramkan, dia pasti sangat ketakutan." Malik yang mendengarnya hanya bisa menghela napas. "Dia takut dengan serigala, takut dengan gelap. Dia belum menyadari dirinya telah berubah seperti kita. Apa yang terjadi jika mereka di tahan di tempat yang terpisah." Malik mengenggam bahu Fahmi. "Bagun lah, kita harus terus mencarinya. Tidak ada gunanya merenung di sini." Fahmi menatap Malik dengan sorot mata kecewa. "Apa yang bisa aku lakukan, purnama sebentar lagi. Tuan Araz tidak mungkin mau menyerahkan tahta-nya." Malik berpikir sejenak lalu teringat seseorang. "Kita harus menemui Raksana sebelum purnama," Fahmi terkejut mendengar kata itu terucap dari mulut Malik. "Hey, jangan salah paham dulu." Fahmi mundur beberapa langkah demi menghindari tangan Malik yang akan menggapainya. "Kau berhubungan dengannya? Sejak kapan!" Prajurit yang ada menatap keduanya. Mereka adalah pasukan Raz, mendengar nama Raksana membuat pasukan itu melindungi Fahmi dengan spontan. "Mundur!" Malik mengankat tangan, terkejut dengan reaksi tiba-tiba yang dilakukan para prajurit itu. "Aku bukan penghianat, asal kalian tahu! Aku mengatakan ini karena pernah di kurung di sini. Aku bersumpah atas nama ibu dan Datukku Wa Pasang." Wajah Fahmi tak berubah, dia tetap menatap tajam membuat pasukan itu tetap siaga. "Fahmi, hanya Raksana yang tahu dimana mereka di tahan. Raksana pernah menjadi bagian penting dalam golongan mereka." Tetes airmata meluncur begitu saja. "Ya, tentu aku tidak lupa. Dialah pembunuh Magadang. Bapakku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN