KRI Jaya Wijaya

1518 Kata
“Letnan Sukma!” panggil seorang kowal saat Sukma melintas bersama. “Iya, ada apa?” jawab Sukma sambil balik bertanya. Wanita itu hanya tersenyum, merasa bahagia karena panggilannya dijawab oleh sang idola hati. Di sisi lain, Kapten Gadi tersenyum, menyadari bahwa adik letingnya mulai punya penggemar. “Sepertinya ada yang ikut senang kalau lihat orang lain susah!” sindir Sukma. Meskipun berbeda pangkat, Sukma dan Gadi adalah teman sekolah di Jogja dulu. Namun, saat mendaftar di akademi, Gadi terpilih berkat peringkat kelasnya. Tanpa terasa, mereka sudah tiba di kantor. Hendra sedang asyik menggoda Hylda, sementara Sukma menunggu Gadi di luar. “Pagi, Ndan!” sapa Gadi kepada Kapten Bayu. “Gimana, sudah siap bawa satu kompi besok sore?” tanya Kapten Bayu. “Siap gak siap, inilah kita! Oh iya, pagi ini kita berangkat duluan, mereka menyusul besok. Surat perintahnya sudah di tangan,” ujar Gadi sambil menatap keluar jendela. “Surat jalan juga sudah ada, satu jam lagi kita berangkat. Siapkan pasukan yang ikut!” perintah Kapten Bayu, pemimpin KRI Jaya Wijaya. Dengan semangat, Gadi keluar ruangan menemui Sukma dan Hendra. “Bang Gadi!” sapa Hylda. “Siang, Hylda. Kenapa kamu di sini? Bukannya kamu dinas di rumkit?” tanya Gadi, menarik baju Hendra. “Abang ini, dikangenin adik malah ngeles. Tuh, kan, sejak kapan adik dinas di rumkit?” ucap Hylda. “Gadi, dia tim infanteri,” bisik Sukma di telinga Gadi. “Baca surat perintah, ada nama dia!” Gadi tersenyum malu karena salah duga. Padahal Hylda sudah menyukai Gadi sejak SMA. KRI Teluk Penyu, yang membawa 50 tenaga medis untuk wiyata bakti di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, mengalami kecelakaan karena ombak besar di perairan Masalembo yang terkenal angker. Berita hilangnya KRI Teluk Penyu membuat Presiden RI memerintahkan TNI sigap mencari keberadaan kapal. Pemerintah mengirim satu kompi pasukan TNI-AL untuk mencari kapal yang hilang. KRI Jaya Wijaya, di bawah Kapten Bayu Setia Aji, membawa enam pasukan inti untuk melakukan peninjauan di Laut Jawa sebelum operasi besar dilaksanakan besok. Hari ini pun kapal TNI yang berada di dermaga sekitar pun sudah melakukan pencarian. “Ndan, di depan ada ombak tinggi!” seru Sukma. “Tanya Kapten Aji, apakah ombak itu berbahaya!” perintah Kapten Gadi. Selang beberapa menit, Sukma kembali bersama Hylda. “Aman, Ndan! Ombak ini sudah biasa,” ucap Hylda. “Kamu jadi paranoid, ya, sejak kasus Kapal Egy yang hilang?” “Mungkin. Semalam aku mimpi, kru-nya persis seperti ini—ada aku, kamu, Hendra, Hylda, Joko, dan Arip.” “Itu cuma pikiranmu saja, tertekan karena harus menemukan mereka!” jawab Sukma. “Saya yakin Bang Gadi akan menemukan Teluk Penyu,” kata Hylda, kemudian berbalik ke kabinnya. Di atas dek, mereka mengawasi laut yang luas. Setelah beberapa jam berkeliling di Laut Jawa, kapal bersiap untuk menepi. “Ndan, kapal akan menepi,” ucap Arip. “Menurutmu, besok kita bisa menemukan Teluk Penyu?” tanya Gadi, tatapannya tajam ke arah laut. “Jujur, saya ragu, Ndan. Tapi kalau bersama Kapten Gadi, saya percaya kita pasti menemukan mereka, walau...” “Walau hanya jasadnya saja,” potong Hendra. “Kamu itu ngomong seenaknya,” Sukma memukul kepala Hendra. “Bisa gak, jangan pukul kepala!” protes Hendra, hendak membalas Sukma, tapi Gadi menengahi. “Daripada ribut, mending kalian berdua terjun ke laut,” ujar Gadi kesal. Hendra dan Sukma terdiam, sementara Arip mengikuti Gadi ke anjungan. “Sore, Ndan!” sapa Gadi kepada Kapten Bayu. “Insha Allah kapal aman, besok sore kita mulai misi penyelamatan!” seru Kapten Bayu. “Baik, kita menepi sekarang, persiapan untuk besok harus lengkap,” perintah Gadi. “Siap laksanakan!” sahut Kapten Bayu Setia Aji. Ketika Kapten Bayu memutar kapal menuju pelabuhan Masalembo, Gadi terus memandang laut tanpa bergerak. “Sukma, kamu percaya sama aku?” tanya Gadi pada Sukma yang sibuk membuat simpul tali. “Percaya apa, Ndan?” “Kalau kita akan segera menemukan Teluk Penyu!” “Saya suka optimisme mu Ndan. Itu yang bikin saya setia,” jawab Sukma sambil menarik tali simpulnya. “Di sana ada pulau tersembunyi, tak terlihat oleh mata. Kita harus mencari cara untuk masuk ke sana,” Gadi tampak berpikir keras, mencari akses ke portal gaib yang dihadapinya. “Jadi, Teluk Penyu masuk ke alam lain, Ndan?” Sukma penasaran, meninggalkan tali simpulnya. “Iya, karena itulah kenapa saya meminta izin untuk berangkat terlebih dahulu.” Sukma dan Gadi berdiri berdampingan, menatap laut luas, tanpa tanda-tanda pulau. “Kalau mimpiku benar, sebentar lagi langit mendung dan badai datang, tapi ini bukan badai biasa. Ada kekuatan lain yang menggerakkan,” Gadi mengambil tasbih dari tangan kirinya. Hanya Sukma yang tahu kekuatan gaib Gadi. Sementara yang lain bercanda, Gadi menarik perhatian penghuni Laut Jawa. “Apa yang kau inginkan dariku?” tanya seorang wanita berpakaian ungu. Hanya Gadi yang bisa melihatnya. “Maaf, Kanjeng Putri Gandasari, saya mohon izin untuk masuk portal gaib menuju pulau di alam lain.” “Siapa kau, kenapa yang mendampingimu sangat kuat?” tanya Putri Gandasari. “Saya penerus keluarga Rekmodirejo dari selatan.” Mendengar nama Rekmodirejo, Putri Gandasari memberikan izin masuk portal, tapi berpesan bahwa ia hanya bisa membukakan pintu, tidak bisa membawa mereka kembali. “Cuma kamu yang bisa menemukan jalan pulang, aku tak bisa membantumu,” kata sang Putri sebelum menghilang. Gadi yang terbiasa bertemu makhluk lain tetap tenang. “Dewi Lanjar, Ndan? Anginnya tadi kencang sekali,” tanya Sukma. “Bukan!” jawab Gadi singkat. Gadi tetap diam sejenak setelah wanita berpakaian ungu menghilang dari pandangannya. Sukma, yang belum mengerti sepenuhnya apa yang baru saja terjadi, menatap Gadi dengan penuh tanya. Ombak di sekeliling kapal masih tenang, namun Gadi merasakan sesuatu yang berbeda. “Jadi, apa langkah kita selanjutnya, Ndan?” tanya Sukma, suaranya sedikit berbisik, menyadari bahwa apa pun yang mereka hadapi ini bukan hal biasa. “Kita akan masuk ke dalam portal itu,” jawab Gadi sambil memasukkan tasbihnya kembali ke pergelangan tangan. “Tapi ingat, ini tidak seperti misi-misi sebelumnya. Ini bukan hanya tentang kekuatan fisik, tapi juga mental. Kalau kita tidak hati-hati, kita mungkin tidak akan kembali.” Sukma menelan ludah. Seumur hidupnya, dia selalu mendukung Gadi, percaya pada kemampuannya. Tapi kali ini, ada sesuatu yang membuat hatinya bergidik. Ia tidak tahu pasti, apakah itu karena keanehan situasi ini atau karena firasat buruk yang terus menghantuinya. “Ndan, bagaimana dengan yang lain? Apa mereka tahu soal ini?” Sukma melirik ke arah Hendra, Arip, dan yang lain yang masih sibuk bercanda, tidak menyadari ketegangan di antara Gadi dan Sukma. “Belum. Aku tidak ingin mereka panik duluan,” jawab Gadi sambil menghela napas. “Kita perlu memastikan terlebih dahulu bahwa portal ini memang benar-benar ada. Kalau ternyata salah, kita kembali dan menjalankan misi seperti biasa.” Sukma mengangguk. “Baik, Ndan. Kalau begitu, apa yang harus saya lakukan?” “Kamu tetap tenang, jangan tunjukkan pada yang lain kalau kita akan menghadapi sesuatu yang berbeda. Saat waktunya tiba, aku akan beri tanda.” Setelah percakapan itu, Gadi berjalan ke arah anjungan, memeriksa instrumen navigasi kapal bersama Joko dan Kapten Bayu. Sementara itu, Sukma kembali ke dek, memperhatikan Hylda yang sedang berdiri memandang laut dengan serius. “Hylda, kamu kenapa?” tanya Sukma mendekat. Hylda menoleh, tampak ragu sejenak sebelum akhirnya bicara, “Sukma, kamu pernah dengar cerita tentang Segitiga Masalembo?” Sukma mengernyit. “Segitiga Masalembo? Maksudmu daerah yang konon angker itu?” “Iya... Aku selalu berpikir itu hanya mitos. Tapi sekarang, setelah mendengar berita tentang Teluk Penyu yang hilang, dan melihat ombak yang tadi tiba-tiba muncul, aku jadi ragu,” kata Hylda pelan. “Aku merasakan sesuatu yang aneh, Sukma. Sesuatu yang... tidak bisa dijelaskan.” Sukma terdiam. Ia tahu betul bahwa insting Hylda jarang salah, terutama ketika menyangkut hal-hal yang berbau mistis. “Kamu merasakan apa, Hylda?” “Ada energi lain di sini, Sukma. Energi yang kuat, dan itu bukan berasal dari laut ini. Sepertinya... sepertinya kita tidak sendirian,” jawab Hylda, suaranya semakin rendah. “Aku khawatir, jangan-jangan Teluk Penyu benar-benar masuk ke dimensi lain.” Sukma menatap Hylda, lalu beralih memandang laut yang semakin gelap. Awan mendung mulai berkumpul di langit, persis seperti yang dikatakan Gadi sebelumnya. Gadi terbukti benar, dan kini Sukma merasa ketegangan semakin memuncak. “Ndan Gadi bilang kita akan segera menemukan sesuatu... Sesuatu yang mungkin berasal dari alam lain,” kata Sukma dengan suara yang nyaris tak terdengar. Mata Hylda melebar. “Apa maksudmu? Apa Gadi tahu sesuatu yang kita tidak tahu?” Sebelum Sukma bisa menjawab, Gadi tiba-tiba muncul dari anjungan. “Sukma, Hylda, semuanya kumpul! Kita akan bergerak menuju koordinat baru,” serunya. Hendra, Arip, Joko, dan yang lain segera berkumpul di dek, tatapan mereka penuh rasa ingin tahu. “Koordinat baru? Kenapa tiba-tiba berubah?” tanya Joko sambil melihat ke arah kompas. “Karena aku yakin, Teluk Penyu ada di sana,” jawab Gadi singkat, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Sukma dan Hylda saling berpandangan. Ada sesuatu yang Gadi sembunyikan, dan mereka tahu waktunya semakin dekat untuk mengungkap misteri di balik hilangnya kapal itu. “Bersiaplah,” kata Gadi, tatapannya penuh tekad. “Karena setelah ini, tidak ada jalan kembali.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN