Pencarian

1026 Kata
Mentari pagi ini enggan muncul, mendung hitam membuat mereka berempat masih terlelap dalam tidur. Gadi terbangun dari tidurnya, perlahan ia membuka mata dan mendapati sebuah tangan memeluk tubuhnya. Ia pun memandang wajah yang tepat berada di atasnya. Wajah seorang wanita yang bersandar pada dinding gua dengan mata yang masih terpejam. Sesaat ia baru tersadar bahwa dia tidur di atas pangkuan Kinan. Tangan gadis itu memegang erat tangan Gadi yang masih berlumur darah, dan dia pun juga menyadari ada kain putih yang membalut tubuhnya. Pria itu pun tersenyum karena menyadari kain yang di gunakan sama persis dengan milik wanita yang berada di dekatnya. Pria itu mencoba berdiri, dengan rasa nyeri yang masih terasa. “Auw!” Pekikan lirih itu membuat Kinanti terbangun. Namun, saat ia hendak berdiri, kedua kakinya terasa nyeri. “Auuw!” “Ada apa?” Gadi terlihat khawatir mendengar rintihan dari bibir Kinan. “Kakiku kaku!” Merasa bersalah karena tidur di pangkuan Kinan, dengan cepat tangannya pun membantu memijat untuk merenggangkan otot-otot yang tegang. “Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Kinan. “Entahlah, tapi sepertinya kita baru pertama kali bertemu di sini.” “Maaf kalau semalam sudah merepotkanmu. Aku kira ini hanya luka ringan, gak taunya bisa buat aku pingsan.” Gadi tertawa sambil membenarkan celananya yang miring dan ia pun baru menyadari jika ada yang salah dengan celananya. “Kamu juga yang mengenakan celana ini?” tanya Gadi. “Iya, memang ada yang salah?” jawab Kinan dengan santai. “Kamu gak malu?” Kinan hanya menatapnya sambil menggelengkan kepala. Ia pun beranjak berdiri dan menatap Gadi dengan mengempaskan napas kasar. “Sudah banyak pria yang aku lihat, jadi jangan pasang wajah takut seperti itu. Lagian aku sudah terbiasa!” Kinan melangkah pergi dengan melirik wajah Gadi yang masih tidak percaya dengan apa yang dia ucapkan. Gadi masih terdiam menelaah perkataan Kinan. Rasa penasaran yang tinggi membuatnya terus mengejar Kinan hingga ke sungai. “Kamu kenapa mengikutiku? Pengen liat aku mandi lagi. Jangan harap, ya!” “Siapa yang mau lihat. Aku hanya penasaran dengan perkataan kamu tadi. Kamu bilang pernah melihat punya banyak pria?” “Iya memang kenapa? Itu memang sudah pekerjaanku. Kenapa kamu heran seperti itu.” “Pekerjaan! Pekerjaan kamu apa?” Gadi yang mengira Kinan adalah pekerja malam masih penasaran dengan kebenaran yang gadis itu katakan. “Saat sunatan masal aku selalu aktif mengikuti. Jadi ya sudah biasa menurutku.” Gadi baru ingat bahwa kapal teluk penyu membawa 50 tenaga medis. Dan ia pun tertawa sendiri sambil mencuci muka. “Kalau bisa kita segera ke pantai. Pasti mereka akan mencarimu!” ajak Gadi. “Biasanya tiga hari lagi mereka akan turun. Kecuali ada perahu kita bisa menyusul ke tengah mencari kapal. Karena kapal itu tidak akan bisa pergi ke mana-mana.” “Aku harus mencari cara agar kita bisa keluar dari tempat ini,” ucap Gadi dengan membasuh kembali wajahnya. “Yang harus kita cari tahu adalah kenapa mayat-mayat terkubur itu bisa hidup kembali!” “Mayat terkubur!” “Hanya mayat yang terkubur itulah setiap malam bangkit kembali. Sementara mayat yang tergelatak dia hanya akan menjadi bangkai.” “Yakin dengan yang kamu katakan padaku.” “Aku pernah melihat beberapa hari yang lalu saat belum mengetahui tentang pulau ini. Tepat saat matahari tidak tampak, kuburan itu membuka dan para penghuninya bergentayangan.” “Pasti mantra pembangkit itulah yang menarik kita kemari.” Gadi mengira-ngira kejadian tanpa melihat sendiri yang terjadi. “Sejak mayat hidup itu membunuh teman kami. Hanya Kapten Egi dan beberapa tentara lainya turun untuk mencari sumber makanan,” jelas Kinan. “Kita harus bergerak cepat. Karena untuk mencari bahan makanan di hutan sangatlah membahayakan. Kita tidak pernah tahu kapan mereka datang dan menyerang kita.” Kinan terdiam karena dia tidak tahu harus berbuat apa. Sebagai seorang dokter ia hanya bisa memilih diam dan pasrah. “Sebentar lagi hujan turun sebaiknya kita segera kembali ke goa.” Kinan pun beranjak berdiri dan berlari kecil untuk berjalan sejajar dengan Gadi. “Mas. Semalam mas itu selalu menyebut nama Kinan. Yang jelas aku tahu itu bukan namaku yang kau sebut.” “Dia kekasihku!” jawabnya singkat. Kinan hanya mengangguk-angguk dan tidak menanyakan lebih detail lagi. *** “Ndan. Siang ini kita turun sebentar untuk mencari Dokter Kinan.” “Kita bertiga lebih baik turun bersama. Jika sampai pukul empat tidak ketemu kita harus mundur dan kembali ke kapal.” Egy memerintahkan pasukannya untuk segera bergerak. “Saya ikut bersama kalian!” ucap Shinta. “Tidak! Kamu harus tetap di sini!” seru Egy. “Dia hanya akan bikin kacau kalau ikut!” ucap Ratna. Setelah persiapan selesai. Kali ini Egy turun sendiri untuk menemukan Kinan. Langit mendung menyelimuti Blood Island. Meskipun mereka tahu hujan akan turun, Egy tetap mengeluarkan perintah untuk mencari keberadaan Kinan, anak angkat dari sahabat ayahnya. Rintik hujan pun mulai turun, Egy tetap menelusuri jalan setapak berlumut menuju hutan. Tak jarang mereka memanggil nama Kinan, hingga mereka lelah dan berhenti di sebuah pohon rindang. “Ndan sebaiknya kita kembali.” “Aku harus mencarinya, jika terjadi sesuatu pada Kinan, ayahku pasti akan marah besar nanti.” “Kinan!” teriak Egi bersahut-sahutan dengan yang lain. “Lihat ada bercak darah manusia!” seru Ratna menunjuk daun yang terdapat tetesan darah. “Ada manusia lain yang berada di sini selain kita.” Egy berucap dengan menatap jalan sekitar untuk mencari jejak darah yang lain. “Ndan ini ada darah lagi.” “Kita ikuti jalan ini, siapa tahu bisa menemukan Kinan.” “Tapi Ndan, kalau ternyata ini binatang buas bagaimana?” Shinta berhenti melangkah, ragu dengan yang Egy pikirkan. “Senjata kamu ada pelurunya! “Ada, Ndan!” “Tembak mati kalau melihat.” “Siap!” Dengan langkah penuh waspada Egi menyusuri jalan setapak. Sesaat dia berhenti untuk melihat dan mencari bercak darah yang tertinggal. Tiba-tiba tangannya gemetaran ketika Egi mendapati sesosok mayat yang penuh dengan belatung "Ahmad!" ucap Egy. Ratna menatap dengan kedua tangannya menutup mulut untuk menahan rasa mual akibat bau busuk yang menyengat. Ratna dan Egy menyadari bahwa mayat itu adalah anggota dari KRI teluk penyu, Ahmad yang meninggal di hari pertama mereka terdampar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN