BAB 3

1081 Kata
“Berdirilah di samping wanita ini.” Dengan patuh lelaki itu berdiri mendekat. “Mungkin inilah saatnya untuk membunuh Raja iblis. Lebih cepat lebih bagus. Aku tidak ini tinggal berlama-lama di kastil ini,” batin Eiria. Salah satu tangannya memegang pisau kecil dalam bajunya secara diam-diam. Raja iblis bediri satu langkah di hadapannya. Wanita itu mengambil napas dilam-dalam dan mengitung satu sampai tiga. Saat hitungan ke tiga wanita itu akan melancarkan aksinya dengan menancapkan pisau khusus untuk membunuh Raja iblis. “Austin, bagaimana menurutmu dengan wanita di sampingmu ini? Apa kau menyukainya?” tanya sang Raja iblis. Austin menatap Eiria sejenak. Wajah wanita itu memang cantik. Namun ia tidak tertarik dengan hubungan asmara. Ia lebih suka bersenang-senang saja. “Dia cantik, kok,” kata Austin cuek. Raja iblis tersenyum itu artinya putranya menyukai wanita yang ada di sampingnya. Ia lalu menatap salah satu pelayannya. Memerintahkan untuk membawa para gadis-gadis yang telah di kumpulkan prajuritnya pergi dari ruangan itu. Di ruangan itu tingga mereka bertiga. Raja iblis, Austin dan Eiria. Wanita itu mulai membulatkan tekat dan keberaniannya. “Satu ...” Eirin mulai menghitung. “Dua ...” wanita itu memegang pisaunya dari balik tubuhnya dengan erat dan pada hitungan ke tiga ia akan menusuk lelaki paruh baya di hadapannya. Raja iblis menatap keduanya dengan senyum yang tidak biasa. “Tig_ ”hitungannya tiba-tiba terhenti saat di kagetkan oleh suara lelaki di sampingnya. “Ayah!! Apa yang kau lakukan!” bentak Austin saat itu juga. Sebuah benang berwana merah tiba-tiba melilit pergelangan tangannya dan lelaki di sampingnya. Eiria pun menatap pergelangan tangannya. “Gawat,” batinnya. Sekarang perasaannya mulai tidak tenang. “Kalian berdua akan menikah nanti malam,” jawab Raja iblis. “Apa!!” pekik Eiria dan Austin bersamaan. Rencanya gagal dan ia akan menikah dengan putra raja iblis. **** Kini Eirin duduk cemas di sebuah kamar yang luas. Ia manatap pantulannya di cermin. wajahnya yang cantik sangat cocok dengan gaun yang kenakan sekarang. Gaun berwanan merah marun dan berpaduan dengan warna hitam. “Aku harus membunuh Raja iblis malam ini juga,” batinnya lalu kembali duduk di sebuah ranjang yang ada di ruangan itu. Ia memandangi sebuah benang merah yang ada di pergelangan tangannya. Ia tidak tahu benang apa ini. Yang jelas perasaanya tidak enak dengan benang merah ini.  Berkali-kali ia berusaha untuk memutuskannya. Tapi benang itu tidak bisa putus. **** Tak terasa malam pun tiba. Kastil itu telah ramai dengan sebuah pesta yang telah diadakan. Eiria semakin cemas di ruangannya. Kali ini ia tidak boleh gagal. Jika ia gagal maka ia akan menjadi istri dari anak raja iblis. Wanita itu memegangi sebuah pisau yang telah di beri mantra khusus untuk membunuh Raja iblis. Sebuah pisau yang terbuat dari tulang belulang manusia yang di fermentasi selama ribuan tahun lamanya. Pisau ini adalah peninggalan dari orang tuanya yang telah meninggal saat berusaha mengalahkan raja iblis. Dan sekarang inilah saatnya ia melakukan apa yang di impikan orang tuanya. Wanita itu segera menyembunyikan pisau tersebut di balik gaunnya saat salah satu pelayan masuk di kamarnya. “Ada apa?” tanya Eiria. “Maaf, Nona. Saatnya Nona untuk keluar. Pesta pernikaan telah dimulai.” Eiria mengepalkan kedua tangannya. “Ma ... Pa ... lindungi aku dari atas sana dan semoga kali ini aku berhasil membunuh Raja iblis,” batinnya sebelum akhirnya ia keluar dari kamarnya. **** Eiria berdiri di sebuah pintu yang sangat tinggi. “Silahkan, Nona.” Pelayan yang sedari tadi menuntunnya secara perlahan membuka pintu tinggi itu. Saat pintu terbuka. Wanita itu di sambut oleh sorak-sorakan kagum dari para tamu. Tiga langkah di depannya ia melihat putra raja iblis yang bernama Austin itu berdiri menunggunya dengan wajah dingin. Wanita itu berjalan mendekat lalu mengandeng tangan Austin. “Setelah ini jangan harap aku akan menyukaimu. Aku menikah karena ayahku,” bisik Austin pada Eiria. Wanita itu tersenyum. “Kau tenang saja. Aku juga tidak akan menyukaimu,” balasnya. Setelah itu keduanya pun berjalan ke altar. Di hadapannya sudah ada raja iblis yang menuggu mereka. Saat mereka berjalan di altar sebuah musik mengiringi mereka. Tak hanya itu banyaknya bunga-bunga bertaburan saat mereka berjalan di altar. Sungguh suasanya yang sangat di impikan oleh kaum wanita saat di pelaminan. Tapi tidak dengan Eiria. Pernikahan ini harus gagal dan ia harus membunuh Raja iblis secepatnya. Jika ia gagal kali ini maka ia benar-benar akan menjadi istri putra raja iblis. Salah satu tangan tangan wanita itu memegang pisau yang telah ia sembunyikan di balik gaun pengantinnya. Jantungnya berdebar seiring langkahnya semakin dekat. Kedua mata wanita itu hanya tertuju pada Raja iblis. “Sedikit lagi,” batinnya. Sisa lima langkah lagi. “Empat ... Tiga ...” Eiria menghitung dalam hati seiring ia melangkah. “Dua ...”wanita itu pun mengeluarkan pusainya dan mengarahkannya tepat di hadapan Raja iblis lalu ... Tinn. Terdengar sebuah suara nyaring saat pisau Eiria bertubrukan dengan sebuah pedang. Raja iblis menyeringai menatap Eiria. “Kau pikir aku tidak tahu rencana busukmu,” ujar lelaki paruh baya itu menyeringai. Saat itulah Eiria melepas gandengannya di lengan Austin dan  melompat menjauh. “Sial,” batinnya. Ia menatap kesal Raja iblis. Itu artinya sejak awal Raja iblis sengaja mempermainkannya. “Jadi sejak awal kau menipuku?” “Aku tidak menipumu. Aku hanya membiarkanmu bermain-main. Aku ingin melihat usahamu untuk membunuhku.” “Ammissa est.” Raja iblis mengucap sebuah mantra dan saat itulah para tamu undangan yang sedari tadi Eiria lihat menghilang.  Wanita itu pun mengepalkan kedua tangannya. Jadi sedari tadi itu hanyalah ilusi. Ia telah tertipu. Walau begitu, ia tidak punya jalan lain. Ia harus membunuh raja iblis secara terang-terang. Ia tidak bisa mundur atau pun lari. Wanita itu menyeringai. “Tak kusangka kau berhasil menipuku,” ujar Eirai dingin. Raja iblis hanya tersenyum membalas perkataannya. Raja iblis pun memberikan aba-aba pada pelayannya untuk memberikan pelajaran pada Eiria. Sedangkan Austin ia hanya duduk diam menonton pertunjukkan yang mungkin menarik menurutnya. Beberapa prajurit raja iblis berjalan medekati dan bersiap-siap menyerang begitu pun dengan Eiria. Wanita itu memasang kuda-kudanya siap bertarung. Ia tidak akan kalah ia telah berlatih ilmu pedang dan ilmu sihir sejak ia kecil. Wanita itu mengeratkan pegangannya pada pisau pusaka peninggalan orang tuannya memandang para prajurit raja iblis dengan tatapan siap bertarung. Dan beberapa detik kemudian wanita itu pun berlari dan menerjang tiap-tiap prajurit tersebut cukup mudah. Hanya dalam beberapa detik ia bisa melumpukan semua pasukan Raja iblis. Raja iblis dan Austin terkagum melihat kelincahan wanita itu. Raja iblis menyeringai. “Tidak salah aku memilih Eiria sebagai pasangat seumur hidup anakku,” batinnya. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN