BAB 4 PERTARUNGAN BERAKHIR

1260 Kata
BAB 4 Suasana ruangan yang telah di jadikan sebagai arena penikahan tadi itu pun mulai berantakan. Banyak perabotan yang hancur di mana-mana. Raja iblis yang melihat Eiria berhasil mengalahkan semua pasukannya pun tersenyum senang. Keinginan untuk menjodohkan Austin dan Eiria semakin kuat. Ia harus bisa mendapat Eiria dan menjadikan wanita itu milik anaknya. “Austin, lihatlah aku yang akan mengalahkannya. Aku akan mendapatkan wanita itu dan menjadikannya milikmu,” ucap lelaki paruh baya yang merupakan raja iblis kepada Austin. Austin hanya diam di tempat memperhatikan Ayahnya yang akan bertarung melawan Eiria. Eiria dan Raja iblis bertarung dengan sangat apik, keduanya terlihat sangat kuat tak ada yang ingin mengalah. Eiria menggunakan pisaunya untuk bertarung, mengerahkan segela cara agar bisa mengalahkan Reja iblis. Ia sudah berlatih selama lebih dari lima belas tahun untuk kesempatan ini. Ia tak bisa kalah dan melewatkannya. Hanya inilah satu-satunya kesempatan untuk mendamaikan seluruh dunia. Dengan kematian Raja iblis, semuanya akan baik-baik saja tanpa adanya kekerasan dan kehancuran di mana-mana. Salah seorang lelaki paruh baya yang sejak dulu melayani Raja iblis mendekati Austin yang tampak biasa saja dengan pertarungan ayah dan calon istrinya. “Tuan Austin, apakah tidak sebahikan kita membantu Raja iblis?” tanya pelayan tersebut. Austin hanya menatapnya dingin. “Untuk apa membantunya? Apa kau meremehkan kekuatan ayahku? Ayahku seorang Raja iblis tidak akan kalah pada wanita sepertinya,” ucap Austin dengan nada sombong. “Tapi ...” sang pelayan tampak ragu dengan jawaban Austin. Namun, pada akhirnya ia menurut dan hanya diam menatap pertarungan Raja iblis dan Eiria. Keduanya bertarung sangat lama, hingga tiba-tiba saja Raja iblis terlempar jauh dan membentur dinding yang sangat kokoh hingga retak. “Ayah!” pekik Austin kaget. Eiria menatap Reja iblis dan tersenyum menyeringai. “Hari ini akan menjadi hari kematianmu Raja iblis!” pekik Eiria dan segera melayangkan sebuah serangan. Tak ingin ayahnya kenapa-napa. Austin segera membantu dan menangis serangan Eiria dan menyerang wanita itu agar menjauh dari ayahnya yang saat ini mencoba untuk berdiri. “Jangan ikut campur dengan pertarungan kami Austin. Kau perhatikan saja dengan baik cara aku melawannya.” “Tapi ...” walau ragu, Austin tetap menyetujui perkataan ayahnya dan menyingkir. Pertarungan Raja iblis dan Eiria kembali terjadi di ruangan tersebut. Austin memperhatikan pertarungan tersebut dengan wajah cemas. Hingga Raja iblis kembali terpental, kecemasannya pun semakin bertambah saat itu juga. sekali lagi, Austin ingin membantu ayahnya. Namun, Raja iblis tetap melarangnya untuk membantunya. “Tak kusangka. Kau sangat kuat ...” ucap Raja iblis menatap Eiria. Wanita itu diam dan tersenyum kepadanya. “Tentu saja. Aku sudah berlatih selama lima belas tahun untuk membunuhmu,” jawab Eiria. Sejenak Raja iblis menatap anaknya yang saat ini menatapnya dengan wajah cemas. Lelaki paruh baya itu tersenyum sekilas pada putra satu-satunya. Sebelum ia kembali menyerang Eiria. Raja iblis melompat ke arah Eiria dan mengeluarkan sebuah serangan. Di sisi lain, Eiria besiap-siap untuk menyerang Raja iblis saat lelaki paruh baya itu sudah tiba di hadapannya. Hingga saat Raja iblis benar-benar akan dekat dengan Eiria, lelaki paruh baya itu menghilangkan serangan sihirnya yang tadinya mengarah pada Eiria. Di waktu yang bersamaan, Eiria menyerang Raja iblis dan pisau kecilnya mengenai d**a Raja iblis. “Ukh.” Raja iblis terbatuk dan mengeluarkan darah segera dari mulutnya. “AYAH!” Pekik Austin kaget. Lelaki tampan itu bersiap menyerang Eiria saat itu juga. Namun, ayahnya tiba-tiba saja melarangnya dan memintanya untuk tetap diam di tempatnya. “Jangan kemari, Austin!” Raja iblis tampak tersenyum pada Eiria, membuat alis wanita itu mengerut bingung. “Kenapa kau tersenyum di saat seperti ini? Kau akan segera mati tapi sempat-sempatnya kau tersenyum padaku.” Raja iblis masih tersenyum pada Eiria mendengar pertanyaan wanita di hadapannya. Lalu tiba-tiba saja Raja iblis menggenggap tangan Eiria yang saat ini memegang pisau yang menusuk jantungnya. Benang merah yang telah ia sematkan pada tangan Eiria dan Austin kemarin pun terlihat di pergelangan tangannya, membuat Eirai kaget. “Ini ...” wanita itu tak bisa berkata-kata saking kagetnya. Raja iblis tersenyum menyeringai. “Walau kau berhasil membunuhku hari ini dan menghancurkan kastilku, kau tidak akan pernah lepas dari kutukan yang telah aku berikan padamu. Benang merah ini tak akan pernah hilang bahkan saat dunia telah berganti zaman. Kau dan anakku akan saling terhubung dan tak akan bisa kau hindari. Ingat itu baik-baik Eiria,” ucap Raja iblis dan tak lama kemudian, tubuh Raja iblis seakan terbakar hingga menjadi abu. Austin pun menjerit saat itu juga melihat dengan kedua matanya sendiri, ayahnya di bunuh oleh Eiria si gadis pahlawan. Pelayan Raja iblis yang masih tersisa itu pun segera menyerang Eiria, namun, wanita itu berhasil mengalahkannya dengan sangat mudah. Padahal Eiria bertarung hampir lima jam. Tapi, mengapa wanita itu tatap saja masih kuat. Austin mengepalkan tangannya. Ia sangat marah saat ini, ia harus membalaskan kematian ayahnya. “Kau ... berani sekali kau membunuh ayahku. Aku tidak akan pernah melepasmu!” pekik Austin dan melompak ke arah Eiria dan menyerang wanita itu. Keduanya pun bertarung dengan sangat epik. Austin menyerang Eiria dengan membabi-buta tak membiarkan wanita itu beristirahat sedikit pun. Tatapan matanya tampak sangat marah dengan apa yang baru saja ia saksikan. Hingga selang beberapa menit kemudian, tubuh Eiria terpental namun berhasil mepijak dengan baik di lantai. “Sial. Aku telah kehabisan tenanga setelah membunuh Raja iblis, aku harus menyelesaikan pertarunganku dengannya sebelum terlambat,” batin Eiria sambil menatap Austin yang saat ini sedang mengatur napas. Tak lama kemudian, keduanya pun kembali bertarung dengan sangat apik. Hingga akhirnya, Eiria kembali terpental jauh, namun tak bisa berpijak dengan baik hingga membuat wanita itu tersungkar di lantai. Darah segera merambas dari mulutnya saat itu juga. Ia benar-benar telah kehabisan tenang dan tak punya banyak waktu lagi. “Sepertinya kau sudah kehabisan tenanga,” ucap Austin meremehkan dan tersenyum menyeringai pada Eiria. Wanita itu tetap diam sambil memirikan sebuah cara untuk mengelahakan Austin. Hingga selang beberapa menit kemudian, wanita itu menemukan sebuah ide. “Mungkin lebih baik aku menyegelnya saja. Dengan begitu dunia bisa kembali tenang seperti semula,” batinnya. Wanita itu pun mengeluarkan sebuah kertas yang terdapat sebuah simbol penyengel. Lalu meletakkan simbol tersebut pada pisaunya. Sejenak wanita itu menutp kedua matanya untuk menenangkan pikirannya sebelum betindak. Setelah napas dan pikirannya sudah tenang, saat itulah Eiria kembali membuka kedua matanya dan bersiap-siap untuk kembali bertarung untuk yang terakhir kalinya. Genggaman wanita itu semakin ia eratkan pada pisaunya. Hingga akhirnya, Eiria pun melompat dan kembali menyerang Austin. Lelaki itu selalu saja berhasil menghindari serangannya. Hingga di saat-saat terakhir, Austin melakukan kesalahan, hingga memberikan wanita itu sebuah kesempatan untuk menyerangnya. Pisau kecil yang digenggam Eiria pun segera menusuk di perut Austin membuat lelaki itu memekik kesakitan. Sejenak wanita itu tersenyum menyeringai sebelum akhirnya ia melompat menjauhi Austin. Wanita itu pun mengucapkan sebuah mantara penyegel. Sebuah simbol tiba-tiba terlihat dan mengeliling Austin yang saat ini berusaha melepas pisau pada perutnya. Eiria juga membuat sebuah gerakan simbol sepenyegel. “Apa yang ingin kau lakukan wanita berengsek!” pekik Austin marah. Eiria tak menjawab, wanita itu masih sibuk berkosentrasi untuk menyegel Austin. Hingga tak lama kemudian, ada banyak sulur-sulur tumbuhan keluar dari lantai dan membelenggu kedua tangan dan keki Austin. “Yak! Lepaskan aku.” Austin berusaha memberontak. Namun, kekuatannya tak cukup untuk terlepas dari cengkraman sulur-sulur tersebut. “Segel Aktif!” pekik Eiria tiba-tiba dan saat itulah ada sebuah cahaya segera menerpa tubuh Austin yang masih sibuk melepaskan diri dari sulur-sulur tersebut. Namun, semakin lama tubuh lelaki itu melemah dan tak lama kemudia Austin tertidur degan posisi kedua tangan dan kaki terikat. Cahaya putih itu pun menghilang, meninggalkan Austin yang saat ini sudah tersegel. “Akhirnya ... aku berhasil,” lirih Eiria.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN