Addara dan Alya duduk di kursi tengah. Mereka bergabung dengan dua orang lainnya. Jadi ada lima table dalam ruangan tengah restoran, dan setiap table hanya berisi empat orang. Artinya hanya dua puluh orang yang berkesempatan merasakan langsung exclusive preview ini.
Di kursi depan, ia melihat sosok selebritis yang tidak asing. Itu adalah model ternama Anjani Shasmira. Anjani terlihat duduk bersama seorang lelaki tampan yang perlente. Apa itu pacarnya? Hmm, ini bisa jadi bahan berita selebritis.
Alya mencoleknya lalu berbisik, “Ibu. Ada model Anjani Shasmira. Lihat di depan. Apa lelaki di sebelahnya pacarnya? Cantik dan ganteng sekali bukan? Gosip hot!”
“Tidak tahu juga, tapi kalau iya, bisa jadi bahan berita menarik,” Addara tersenyum pada Alya. “Ah, aku mau coba tanya saja nanti.. Siapa tahu majalah kita bisa memberitakannya yang pertama kali?”
“Kamu bawa kartu pers?” Addara menanyakan pada Alya. “Aku bawa bu..” Alya tersenyum lebar. “Ok, nanti coba saja tanyakan.. Siapa tahu cita-citamu beralih ke bagian redaksi terkabul,” Addara menyemangati Alya.
Tak lama, seorang perempuan bernama Inez Khirani yang ternyata Restaurant Manager membuka acara dan mengucapkan terima kasih kepada para tamu yang hadir.
“Terima kasih banyak atas kehadiran bapak dan ibu malam ini. Akhirnya The Menu Bistro hadir di Indonesia. Menu fine dining yang akan kami sajikan malam ini merupakan hasil pemikiran head chef kami selama lebih dari satu bulan.”
“Banyak orang bertanya-tanya, siapa sosok di belakang The Menu Bistro yang berhasil meraih kesuksesan secara global? Satu hal yang bisa saya informasikan, head chef adalah asli orang Indonesia. Beliau tidak pernah ingin memunculkan diri karena ingin setiap orang hanya fokus pada makanan yang ia kreasikan. Jadi, tidak banyak yang tahu sosoknya.”
“Total ada sepuluh menu fine dining yang akan kami sajikan. Semoga menu malam ini bisa membangkitkan selera dan menggugah lidah para pecinta kuliner. Terima kasih banyak.”
Setelahnya, dua puluh orang staf membawa sajian pertama yang disebut hors d'oeuvres, yaitu finger food atau makanan ringan yang bisa dipegang langsung dengan tangan. Addara tak sabar ingin mencoba roti panggang berukuran kecil yang tersaji di hadapannya dengan topping tomat, yang ternyata bernama tomato bruschetta. Hmm.. Lezat sekali.. Kesegaran tomat dan mayonaise lalu rempah-rempah lainnya berhasil membangkitkan selera makannya.
Sajian kedua, adalah amuse-bouche yang menjadi pelengkap, yaitu madeline with salted lemon. Secara umum, amuse-bouche berfungsi merangsang nafsu makan untuk menyantap hidangan selanjutnya. Addara mencobanya, dan lagi-lagi ia terpesona. Enak sekali.
Urutan menu selanjutnya adalah sup melon dengan tambahan basil. Segar dan melegakan tenggorokannya. Berikutnya, Addara mencicipi appetizer spicy crab tapas yang membuat lidahnya semakin menginginkan menu lainnya. Ini berhasil memancing selera makannya.
Setelah kepiting yang pedas, sajian berikutnya adalah salad yang mendinginkan lidahnya, asparagus salad dengan goat cheese. Ahh… Menu ini seperti membuatnya mengalami kenikmatan luar biasa. Berikutnya adalah menu ikan trout yang renyah. Mulutnya tak berhenti mengunyah. Ini enak semua.
Saat tibanya main course, Addara melihat signature dish yang terkenal itu turduchicken. Dan dari kartu menu yang ada di meja, menu itu bernama Balinese Turduchicken. Sepertinya menggunakan bumbu khas Bali. Saat Addara mencicipinya, ahh ia langsung jatuh hati.. Makanan kaya bumbu dengan kelembutan daging ayam dan bebek dan kerenyahan kalkun semakin membuat perutnya lapar.
Setelah main course kaya rempah, sajian palate cleanser berikutnya berupa apple sorbet berhasil menghilangkan sisa rasa dari dalam mulut sebelum menyantap hidangan berikutnya.
Kemudian datanglah signature desert The Menu Bistro yang ia nantikan, coco klepon yang menyajikan tiga pilihan taburan seperti palm sugar, parmesan cheese dan strawberry crunch.
Terakhir, adalah mignardise atau makanan penutup. Addara melihat para staf restoran membawa butter biscuit dengan secangkir teh.
Penutup yang lezat.
Ia memperhatikan Alya yang terus menerus mengambil foto makanan itu, “Ibu ini semua enak sekali.. Aku ingin pingsan rasanya.”
Addara hanya tersenyum. Ia meminum tehnya. Alya benar, semua makanan ini sungguh-sungguh menggugah selera. Ia sangat penasaran seperti apa sosok di balik semua menu ini. Addara bisa menilai kalau head chef The Menu Bistro adalah sosok yang penuh cinta. Tidak mungkin membuat semua makanan itu tanpa cinta dan gairahh.
Inez kembali muncul dan mengucapkan terima kasih. Semua bertepuk tangan termasuk Addara.
“Terima kasih banyak, semoga kami mendapatkan review bagus terhadap preview ini,” Inez memberikan penghormatan kepada seluruh tamu yang hadir.
Tiba-tiba salah satu tamu undangan berdiri dan meminta untuk bertemu head chef. Kemudian beberapa tamu lainnya juga ikut bicara, menginginkan hal yang sama. Inez akhirnya meminta waktu untuk menyampaikan hal itu.
***
Aksa mendengarnya, beberapa tamu meminta untuk bertemu dengannya. Ia sedikit ragu. Apa yang harus ia lakukan?
Jadi, selama ini ia selalu bercita-cita menjadi chef agar bisa berada di belakang layar. Bintang dari semuanya ini adalah hasil karyanya, bukan dirinya. Ia tidak pernah mau muncul karena ingin berbagai menu yang ia ciptakan seutuhnya disukai karena memang orang menyukainya. Bukan karena makanan itu buatan Chef Aksa Pradipta.
Selain itu, kadang ia mengalami panic attack saat berbicara di depan banyak orang. Jadi, di momen penting ini, ia tidak ingin sampai harus mengalaminya, sehingga memilih menutup diri.
Tapi, tak berapa lama, Inez masuk ke dapur dan menyampaikan hal itu, “Bagaimana chef?”
Aksa tak bisa menolaknya lagi. Ia mengintip dari celah antara dapur dan ruang tengah itu, mencoba menenangkan diri. Sampai, matanya menatap perempuan cantik berbaju biru di table tengah. Ah, perempuan itu! Tamu bernama Addara Laksmi itu sungguh-sungguh ternyata perempuan yang menangis malam itu.
Tiba-tiba saja Aksa tersenyum. Ia pun memberanikan diri untuk keluar dari dapur dan berjalan ke ruang tengah.
“Perkenalkan, saya Aksa Pradipta, Head Chef The Menu Bistro,” Aksa tersenyum dan matanya langsung mengarah pada Addara. Tidak pada tamu lainnya.. Melihat perempuan itu, membuatnya merasa tenang.
***
Addara melihat sosok head chef melangkah keluar dari dapur dan berdiri di depan ruang tengah itu. Ia begitu penasaran hingga tak ingin mengedipkan matanya.
Tapi, ia tak bisa menutupi kekagetannya. Supir taksi online itu ada di hadapannya! Dan menyebut namanya Aksa Pradipta sebagai Head Chef The Menu Bistro. A-apa tidak salah?
Addara merasa Chef Aksa menatapnya secara terang-terangan, ia canggung sekali.
“I-ibu, head chef nya masih muda dan tampan sekali. Dan.. A-aku punya perasaan, sepertinya dia melihat ke arah ibu,” Alya berbisik pelan.
“Mu-mungkin karena kita duduk di table tengah,” Addara merasa gugup sekali. “Tapi, ibu memang cantik sekali, mungkin dia terpesona,” Alya mencoleknya.
Addara hanya tersenyum, “Ada sekelas Anjani Shasmira di ruangan ini. Dia jauh lebih cantik.” Alya menggeleng, “Beda bu, beda.. Buatku, ibu lebih cantik. Serius! Pasti banyak orang menyangka ibu selebritis bukan jurnalis.”
Alya terus saja mengganggunya. Ia memperhatikan kalau Chef Aksa mendatangi meja satu persatu dan bertanya soal makanannya. Hingga, lelaki tampan itu ada di hadapannya.
“Selamat malam,” Chef Aksa terlihat membaca name tag yang ada di meja, “Miss Addara, Miss Alya, bagaimana dengan menu malam ini?”
Addara dengan canggung menjawabnya, “Semuanya lezat. Terima kasih banyak chef atas makanannya.” Alya ikut mengangguk, “Iya ini enak sekali..”
“Terima kasih atas pujiannya. Semoga berkenan kembali ke The Menu Bistro,” Aksa kembali menatap Addara. Lelaki ini! Dia mengenalinya.. Oh, gugup sekali rasanya.
Entah kenapa, dari caranya menatap, seperti ingin menunjukkan sesuatu.
Chef Aksa bergerak ke meja berikutnya dan berbincang. Terakhir, ia berbincang dengan lelaki tampan yang bersama Anjani Shasmira. Mereka terlihat akrab.
Tapi kemudian, Chef Aksa kembali ke depan ruangan, “Setulus hati, saya mengucap terima kasih banyak. Saya berharap, tidak ada foto mengenai saya. Silahkan mengeksplore hasil karya saya. Saya akan sangat menghargainya. Sekali lagi, terima kasih.”
Seluruh tamu bertepuk tangan dan berdiri dari kursi hingga satu persatu keluar dari restoran untuk pulang.
“Ibu, aku mau coba wawancara Anjani. Tunggu ya bu,” Alya mencoba membaca situasi untuk kemudian berjalan ke arah meja Anjani yang terlihat masih berbincang-bincang dengan lelaki tampan di sebelahnya.
Addara hanya diam di table-nya dan menunggu. Suasana restoran sudah sepi. Hanya tinggal dirinya, Alya, Anjani dan lelaki tampan yang bersama Anjani.
Tiba-tiba ia mendengar nada tinggi dari Anjani yang sepertinya marah pada Alya. Ia pun berdiri menghampiri mereka, “A-ada apa?”
“Aku tidak mau diganggu..” Anjani bicara dengan nada tinggi. “Jan, sudahlah.. Dia hanya bertanya,” lelaki di sebelahnya mencoba meredam emosi Anjani.
Ia melihat ke arah Alya yang terlihat gugup dan menunduk. Addara memahami situasi, sepertinya Anjani memang tipikal narasumber yang harus didekati perlahan, tidak di tempat seperti ini. Sepertinya Alya salah langkah. Ia juga salah telah membiarkannya.
“Maafkan kami kalau telah mengganggu,” Addara dengan sopan meminta maaf.
“Ada apa ini?” Suara yang ia kenal menghampiri mereka. Addara pun menoleh dan membelalak kaget. Head Chef Aksa Pradipta ada di belakangnya.