Anjani tiba-tiba saja bergerak ke arah Aksa. Kemudian dengan berani merangkul tangannya. Addara sedikit kaget… Model ternama ini ada hubungan apa dengan Chef Aksa?
“Kalau kamu mau menulis tentang hubunganku, ini orangnya. Chef Aksa adalah orang yang aku suka,” Anjani tersenyum lebar menatap Alya. “Ah, lepaskan tanganku, jangan terus bercanda,” Aksa dengan cepat menarik dirinya, tapi tetap mencoba menjaga image Anjani dengan menyebutkan itu sebagai bentuk candaan.
Saat itu, Addara merasakan kalau Aksa melihat ke arahnya. Tapi, ia terlalu gugup untuk menoleh ke arah chef tampan itu.
Sementara itu, Alya hanya bingung memperhatikan situasi yang berlangsung, “Ma-maafkan saya telah mengganggu. Saya melakukan wawancara di waktu yang kurang tepat.”
“Saya juga meminta maaf,” Addara menambahkan dan menatap Anjani.
Maha merasakan kalau situasi terasa canggung, “Ti-tidak apa-apa. Semua clear..” Ia pun menarik Anjani menjauh.
Setelah Anjani menghilang, tadinya Addara hendak berpamitan pulang, tapi Chef Aksa mendekatinya.
“Hai..” Aksa tersenyum menatapnya. “Aku mau bicara, apa bisa?”
Alya menampakkan wajah bingung. Atasannya mengenal Chef Aksa?
Ia merasa canggung di tengah situasi itu. Akhirnya Alya memutuskan untuk pergi, “I-ibu, aku duluan. Maafkan atas kejadian barusan. Sekarang aku pamit pulang.”
“Ok Alya, sampai besok,” Addara mencoba tenang, meski hatinya gundah. Kenapa Alya harus meninggalkannya berdua saja dengan lelaki ini?
“A-aku mengenalimu.. Apa kamu mengenaliku?” Aksa mulai membuka percakapan. Addara tak ingin berbohong, ia pun mengangguk.
“Tanpa bermaksud membohongimu, tapi kamu seperti menyihirku,” Aksa menggaruk rambutnya. “Ma-maksudnya?” Addara bingung mendengarnya. Banyak tanya yang ingin ia ucapkan, tapi lidahnya terasa kelu.
“Saat kamu mengetuk kaca jendela mobilku dan bertanya, a-aku tak sanggup menolak. Ka-kamu membuatku tak bisa berkata-kata,” Aksa tak malu mengakui perasaannya, “Ta-tapi, aku tidak bermaksud jahat. Jadi, jangan khawatir.”
Addara terdiam, “Setidaknya, kamu sudah mengantarku, terima kasih banyak. Mmm.. Lupakan kejadian kemarin ok?”
Aksa menatapnya dan menggeleng, “Aku tidak akan bisa melupakannya. Kamu sudah melekat di pikiranku.”
“A-apa?” Addara kaget mendengar keterusterangan lelaki di hadapannya ini. “Ja-jangan seperti itu. Mmm.. Aku harus pergi.” Addara pun berbalik hendak melangkah keluar dari restoran itu.
Tapi.. Ia mendengarnya, Chef Aksa meneriakkan namanya, “Addara, tunggu!”
Ia pun berhenti melangkah, Chef Aksa mengingat namanya?
“A-ada apa?” Addara bingung. “Mmm.. Apa kamu membawa kendaraan? Apa boleh aku mengantarmu pulang?” Aksa dengan berani bertanya. Addara hanya membelalak kaget.
Aksa tersenyum jahil, “Kali ini, tanpa tarif. Free..” Addara diam, “Te-terima kasih, tapi sebaiknya ja-jangan. I-ini tidak baik.”
“Ke-kenapa?” Aksa merasa heran. “Mmm.. Ka-kamu tadi memanggilku miss. Ta-tapi, sesungguhnya, a-aku seorang mrs,” Addara bicara soal statusnya. “Ja-jadi akan tidak baik untukku berduaan dengan seorang lelaki. Ma-maafkan aku..”
Aksa berdiri mematung, tak sanggup berkata-kata. Ia kaget sekali mendengarnya. Perempuan ini, sudah menikah??? Memiliki suami??
Matanya memandang ke arah perempuan cantik yang mencuri hatinya. Addara Laksmi berbalik dan melangkah pergi. Tubuhnya semakin menjauh dan akhirnya menghilang.
Aksa memegang dadanya, rasa sesak menyerang dirinya. Saat itu, ia patah hati…
***
Addara diam di dalam taksi online yang mengantarkannya kembali ke apartemen. Lelaki itu, lelaki yang ia sangka pengemudi taksi online ternyata Chef Aksa??? Ini kejadian satu dari seribu. Addara masih setengah tak percaya. Antara malu dan juga kaget.
Tak hanya itu, chef tampan itu terang-terangan menggodanya?? Dia bilang tersihir dirinya?
Addara tahu, ia tidak bisa menerima perasaan lelaki itu. Bagaimanapun, Daffa masih suaminya.
Tapi.. Tangannya bergerak menyentuh dadanya. Ada debar aneh yang membuat sekujur tubuhnya terasa hangat. Rasa hangat yang nyaman dan membuatnya tersenyum.
***
“Maha, kenapa kamu menarikku?” Anjani marah pada sahabatnya itu. “Jan, hentikan! Kamu jangan membuat Aksa marah padamu dan jangan mencoreng citranya. Bagaimanapun kedua perempuan tadi dari perusahaan media. Mereka bisa menulis apapun," Maha bicara dengan cepat.
"Momen malam ini adalah preview The Menu Bistro. Jangan sampai mereka memberikan review jelek gara-gara kelakuanmu! Kamu dengan profesimu sebagai model, tentu paham bukan? Citra itu penting, dan media menjadi alat untuk membentuk citra itu di masyarakat,” Maha menjelaskan panjang lebar.
“Dan, hentikan menganggu Aksa. Kamu tahu bagaimana perasaannya padamu! Jelas-jelas Aksa tidak menerima perasaanmu,” Maha menarik nafas panjang, “Aku setuju membawamu malam ini sebagai plus one ku, dengan catatan kamu behave bukan? Jangan merusak perjanjian kita!”
Anjani mengatupkan bibirnya erat. Ia marah pada Maha, tapi juga menyadari kalau Maha memang benar. Bagaimana bisa menarik perhatian Aksa kalau kelakuannya malah membuat Aksa dirugikan? Bagaimana kalau kedua perempuan tadi menulis hal jelek soal The Menu Bistro?
“Ok-ok.. Kamu benar!” Anjani berbalik. Ia melangkah ke arah lift menuju basemen, tempatnya memarkirkan mobil. Maha hanya geleng-geleng kepala memperhatikan sahabatnya itu, ia pun kembali ke dalam ruang tengah, mencari Aksa.
Ia melihat kalau Aksa sedang duduk diam di salah satu kursi table ruangan itu.
“Kenapa kamu seperti melamun?” Maha heran menatap sahabatnya. Aksa memejamkan matanya, “Aku.. Mmm.. Patah hati..”
“Apa? Ada perempuan menolakmu?” Maha setengah tak percaya. Sejauh yang ia tahu, sahabatnya ini tidak pernah sulit menarik perhatian perempuan. Bahkan, sekelas Anjani pun mengejar-ngejarnya tanpa mengenal putus asa. Dan, Anjani hanya salah satu dari sekian banyak perempuan yang menginginkan sosoknya.
Dalam bayangan Maha Abimana, seorang Aksa Pradipta sangat tidak mungkin ditolak perempuan..
“Jelaskan padaku, apa yang terjadi?” Maha penasaran, siapa perempuan yang berani menolak sahabatnya?
“Saat aku mendadak batal menjemputmu di bandara. Penyebabnya adalah seorang perempuan. Dia mengetuk jendela mobilku dan memintaku mengantarkanku ke rumahnya,” Aksa tersenyum, “Perempuan itu mengira aku supir taksi online yang dia pesan.”
“Lalu..” Maha semakin ingin tahu.
“Aku.. Mmm.. Saat melihatnya, langsung jatuh cinta. Maha, I fell in love at first sight. Hal yang tidak mungkin, ternyata mungkin,” Aksa menggelengkan kepalanya, setengah tak percaya dengan apa yang terjadi.
Maha bersiul.. “Dan, perempuan itu menolakmu? Classy! Dia berkelas sekali..” Aksa meremas selembar tissue yang ada di atas meja dan melemparkannya pada Maha. Ia pun tertawa.
“Barusan, dia menolakku saat aku menawarkan diri untuk mengantarnya pulang..” Aksa menatap Maha dan mencoba menahan rasa yang tak jelas di dirinya, “Dia bilang, kalau dia seorang mrs. Kamu paham maksudnya?”
“Oww.. Married woman? Dia sudah menikah?” Maha mengelus d**a. “Ini ironi, kamu jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi sepertinya dia bukan jodohmu. Lupakan! Perempuan itu bukan untukmu!”
“Aku tahu, aku tahu..” Aksa menarik nafas panjang, “Tapi perempuan itu stuck terus di kepalaku. Ah, entahlah..”
“Wait! Sebentar. Kamu bilang BARUSAN menawarkan diri untuk mengantarnya pulang? Kejadian bandara baru kemarin. Artinya, kamu kembali bertemu dengannya BARUSAN?” Maha tidak bisa menahan rasa penasaran dan menekankan kata BARUSAN berulang kali.
“Yes.. Perempuan berbaju biru.. Si cantik yang membawa pergi hatiku,” Aksa menjelaskan sambil menahan senyumnya. “Aww.. Untung saja aku menarik si Anjani. Setidaknya perempuan itu tidak menganggapmu kekasih Anjani. Dia melanggar kesepakatan denganku. Anjani tergila-gila padamu dan tidak bisa mengontrol dirinya..” Maha hanya bisa menggelengkan kepala mengingatnya.
“Aku tidak ingin membicarakan soal Anjani. Dan, sekarang temani aku meminum sebotol wine. Sepertinya aku harus melupakan perempuan itu..” Aksa bicara dengan lemah. Ia tahu, ia sedih..
***