Rindu menggenggam pesawat telepon yang tergeletak disana, sedikit ragu, apakah telepon ini bisa untuk dipakai keluar? Akhirnya ia memutuskan bertekad mendial nomor telepon yang ada dibalai warga desanya. Meski pikirannya masih dipenuhi rasa takut jika sampai Jian tahu dan lelaki itu akan marah besar, dan ternyata rasa rindunya mengalahkan rasa cemasnya, karena itu Rindu mulai memijit nomor telepon itu. "Assalamualikum dengan Pak Rosyid disini, ini dengan siapa?" Sapa Rosyid lurah setempat. "Walaikumsallam, Ini Rindu Pak, anak apak Nursam boleh Rindu bicara sama Amaq dan Inaq, Rindu kangen, Pak?!" Tanya Rindu penuh haru. Rosyid yang mendengar langsung melonjak kegirangan ia tahu Nursam dan Sulastri sangat menunggu telepon Rindu. "Bentar Neng.. bentar... Bapak panggilin dulu". Baru saja