Zee menyandarkan punggung di kursi, sementara mesin mobil menyala, meninggalkan area parkir restoran Aroma. Zee mengalihkan tatapannya ke jendela, memandang langit mendung. “Sepertinya akan turun hujan,” “Hemm,” Erik hanya bisa menggumam tidak menanggapi ucapan Zee, tidak ada yang mesti ditanggapi, karena itu hanya masalah mendung. Ia hanya memikirkan hubungan dirinya dan Zee. Zee masih belum memberi jawaban semenjak beberapa hari yang lalu, membuatnya tidak bisa tidur nyenyak. Erik meraih tangan Zee ia letakkan didada kiri, agar dia dapat merasakan detak jantungnya. Ia ingin dia tahu, apa yang ia rasakan, sementara tangan kanannya masih fokus memegang setir. “Zee saya tidak bisa menunggu lagi,” ucap Erik dengan kesungguhan, lalu mengecup punggung tangan itu. Zee terdiam menatap tan