Bab 10

863 Kata
Bab 10 Aku kembali ke rumah dengan perasaan kecewa karena tak berhasil membuntuti kepergian Mas Agung. Suasana rumah pun nampak sepi karena tadi Adi kusuruh untuk berdiam dulu di rumah Bu Dian. Tapi dia mengatakan akan menginap. Kubaringkan tubuhku di tempat tidur berharap rasa kantuk segera datang menghampiri. Tapi, entah kenapa aku sama sekali tak bisa memejamkan mataku dan pikiranku teringat dengan Mas Agung dan perbuatannya di belakangku. Padahal biasanya tidak seperti ini. Berhari-hari Mas Agung tidak pulang pun, aku tak pernah segelisah ini. Lama aku terdiam hingga saat terdengar suara ponsel bergetar. Aku meraihnya, lalu memeriksa siapa yang mengirim pesan yang ternyata dari Yuda. Kebetulan sebelum berpisah tadi, Yuda sempat meminta nomorku. [Mbak.] [Ya, ada apa, Yud?] send Yuda. Hingga beberapa saat lamanya, Yuda tidak membalas lagi. Mungkin Yuda hanya memastikan nomorku, itu yang kupikir. Namun beberapa saat kemudian Yuda mengirim pesan kembali. Sebuah foto klub malam di daerah yang memang terkenal dengan hiburan malamnya. [Apa maksudnya ini, Yud?] Aku menatap heran. [Mas Agung ada di dalam, Mbak. Kebetulan aku sedang shift malam. Dan tempat kerjaku di seberang klub yang Mas Agung masuki] Deg. Kebetulan sekali. Tadi saat kami membuntutinya malah kehilangan jejak, namun sekarang dengan mudahnya ketahuan oleh Yuda. Syukurlah. Tapi, apa yang tengah dilakukan Mas Agung di sana? Apakah dia sedang bersenang-senang atau sekedar mencari hiburan. Yang kutahu pasti, Mas Agung bukan penggemar keluyuran malam, apalagi masuk ke tempat yang berbau minuman alkohol. Apa aku salah? Atau aku tak tahu banyak tentang sifat Mas Agung di belakangku selama ini, entahlah. Memikirkannya saja membuat kepalaku pusing. Dan bukankah Zahra sedang membutuhkannya sekarang, kenapa malah dia keluyuran tidak jelas. Dasar Mas Agung, keterlaluan! [Ya, sudah. Terima kasih infonya. Mbak akan datang ke sana sekarang] send Yuda. [Masama, Mbak] Aku memesan ojek online, kebetulan Adi juga tidak ada di Rumah. Ini adalah kesempatan bagus, aku tak boleh menyia-nyiakannya. Aku harus melihat sendiri apa yang tengah Mas Agung lakukan di belakangku. ***** Jalanan yang lengang karena sudah memasuki tengah malam, membuat ojol yang membawaku lebih cepat sampai ke tujuan. Di depan sebuah klub malam terkenal di kota ini, aku berdiri. Gamang, akankah aku menemukan apa yang kini tengah kucari di dalam atau tidak sama sekali. Yang jelas, hatiku ikut gelisah memikirkan hal yang tidak masuk akal. Berharap Mas Agung tidak melakukan hal yang aneh di dalam sana. "Mbak, mau masuk ke tempat itu?" Si abang ojol bertanya. Aku menoleh lalu mengangguk. "Iya, Bang." "Kalau masuk ke sana nggak akan diizinkan buat yang pakai kerudung," tuturnya saat pandanganku tertuju ke tempat itu. "Oh, iya. Tentu saja, Bang." Aku tersenyum membenarkan perkataan lelaki berhelm itu. Kuberikan uang sejumlah yang tertera di aplikasi, agar dia segera pergi. Lalu bagaimana caranya agar aku bisa masuk ke sana. Haruskah aku melepas kerudungku? Rasanya tak mungkin aku melakukannya. "Mbak Indira." Aku menoleh ke sumber suara. Dan bernapas lega setelah tahu siapa yang memanggil. "Yuda, kamu masih disini?" "Aku sudah menduga Mbak akan datang. Jadi dari tadi aku nongkrong di sekitar sini sambil memantau Mas Agung," terang Yuda menunjuk tempat yang dimaksud tadi. Ada bangku panjang di depan toko yang sudah tutup. "Oh." "Tapi Mbak nggak bisa masuk, Yud." Aku menatapnya gelisah, berbagai hal buruk kian menghantui dalam kepalaku. "Iya, Mbak, aku udah tahu. Makanya Mbak tunggu saja disini, biar aku yang masuk ke dalam." "Tapi, Yud. Mbak ingin tahu apa yang dilakukan Mas Agung di dalam," tuturku penuh rasa penasaran. "Ya udah, Mbak bukan aja kerudungnya, terus masuk." Yuda berkata sambil tersenyum lalu berlalu begitu saja. Membuatku seketika ciut. Bisa-bisanya Yuda melucu disaat seperti ini. Aku masih berdiri dengan gelisah saat Yuda tak juga kembali. Padahal sudah lebih dari satu jam aku menunggunya keluar. Suasana malam pun kian tampak sepi. Hanya lalu lalang lelaki yang mabuk yang keluar dari tempat maksiat itu. Sesekali juga ada perempuan berbaju seksi yang tengah dibawa oleh lelaki hidung belang. Aku bergidik membayangkan seandainya Mas Agung yang berbuat demikian. Aku sungguh tak akan bisa memaafkannya. "Tidak baik seorang wanita berkerudung berada ditempat seperti ini." Deg. Aku terkesiap ketika seorang lelaki tinggi tiba-tiba ada di belakangku dan menyentuh pundakku. Aku seperti mengenal suara itu. "Aku …," Aku menggantung ucapanku karena bingung harus berkata apa. "Pulang sekarang, dan berhenti mencari tahu siapa suamimu." Orang itu adalah ayahnya Zahra, yang menatap tajam ke arahku sambil menginjak rok*k yang tadi dipegangnya. Lalu berlalu menuju mobil hitam yang terparkir tidak jauh dari tempatku menunggu. Belum hilang rasa kaget, tiba-tiba Yuda sudah berdiri tepat disampingku. "Mbak." Untuk kedua kalinya aku dibuat kaget oleh orang berbeda. Rupanya sudah jadi kebiasaan Yuda datang dan pergi tiba-tiba. "Yud, kamu ngagetin mbak tahu, nggak." Aku mengusap d**a beberapa kali dan beristighfar. Berusaha menormalkan detak d**a yang bertalu kencang. "Maaf, Mbak. Ayo, kuantar pulang sekarang." Tapi aku masih ragu dan penasaran. "Ada informasi yang kamu temukan di dalam, Yud?" Tak sabar rasanya saat Yuda bergegas menyalakan motor maticnya. "Ada, Mbak. Udah pulang aja dulu, nggak baik jika lama-lama disini. Takut ada biaya darat." Yuda terkikik saat aku memutar mataku sebal. Anak ini benar-benar iseng dan jahil. Dia tidak tahu saja, tadi beberapa kali aku melihat buaya itu membawa pasangannya ke dalam mobil. Yuda menyerahkan helm padaku. Aku bergegas menaiki kendaraanya tanpa banyak bertanya lebih banyak lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN