8. Berkenalan dan jujur

1328 Kata
"Srruuuuttt brrt brrt srruuttt brrutt, aahh...," Moti menyeruput kuah terakhir sup konro yang sedang di makannya dengan penuh khusyuk dan nikmat. Terbukti saja dengan helaan napas leganya ketika mengakhiri sesi makan sup tersebut. Gadis itu awalnya ingin makan coto makassar, namun dia mengurungkan niatnya karena kuah dari coto makassar itu merupakan campuran dari kacang tanah yang telah diulek, Moti alergi kacang. Ibunya selalu membuat coto makassar kacang, karena kondisi alergi anaknya. Klik "Eh!?" Moti berkenyit bingung ke arah sang pemuda yang sedang duduk berhadapan dengannya. Randra sempat mengabadikan potret Moti yang sedang menghayati kenikmatan makan sup itu. "Apa yang kau lakukan?" Moti bertanya. Randra mengangkat bahunya. Moti mencebik kesal. "Kenapa harus mengendap-endap seperti maling kalau kau lapar?" Randra bertanya. Moti mengangkat bahunya acuh. Kini giliran Randra yang mencebik kesal. Setelah pertemuan mereka yang tak sengaja di koridor rumah sakit, Moti lari terbirit-b***t mengingat siapa Randra ini, ia masih terbawa arus takut pada insiden yang lalu. Tapi mau bagaimanapun dia lari tetap saja Randra mampu menghadangnya. Setelah melalui perdebatan salah paham mengenai kantor polisi, akhirnya Moti jujur kalau dia sedang lapar dan mengendap-ngendap ke luar rumah sakit. "Bunda tidak mengijinkan keluar nantinya jika aku bilang mau keluar makan," jawab Moti kemudian. Randra menaikan alisnya dan tersenyum tipis sekali, bahkan hampir tak terlihat sama sekali. "Lalu kenapa kau lari jika tidak salah?" Randra bertanya. "Itu...hmm...emm...," Moti tergugup. Randra menaikan sebelah alisnya. Moti tak berani bilang bahwa pada awalnya ia hanya ingin menjahili pemuda itu. "Ehmm???" Randra bergumam mengikuti gelagat Moti. Moti menggaruk kepala. Randra masih menunggu penjelasan. "Yah...yah karena hari itu aku sedang terburu-buru," jawab Moti mencari alasan. Randra menaikan sebelah alisnya dan manggut-manggut. "Jadi benar kan kau tidak punya riwayat penyakit jantung?" Randra bertanya penasaran. Entah ini sudah berapa kali ia tanyakan. Moti mengangguk meyakinkan. "Benar, tidak ada, itu hanya salah paham, emm maksudku aku syok, yah syok, kau tahu kan kalau orang yang mengalami hampir musibah akan syok?" Moti beralasan. Randra mengerucutkan bibirnya sambil manggut-manggut. "Lalu kenapa kau masuk rumah sakit?" Randra bertanya lagi. "Ehmm...itu...apa yah...emm," Moti bergumam tidak jelas. "Huuff...," Randra bernapas gusar. Dia gengsi jika menjawab kalau dia masuk rumah sakit hanya karena hal sepele, tersedak. Oh tidak, itu akan menjatuhkan imej dan wibawanya nanti. "Alergi! Yah alergi, aku kadang-kadang kalau makan tidak lihat-lihat, makanya aku alergi," jawab Moti berlagak yakin. Randra manggut-manggut lagi. "Lalu kenapa kau lari lagi waktu itu?" Randra bertanya lagi. Moti memikirkan alasan yang tepat lagi. "Yah...yah itu...," cakap Moti tak jelas. "Yah itu apa?" Randra mengikuti. "Malam! Ah, betul sekali, hari itu kan sudah larut malam, Momok kan perempuan jadi tidak boleh pulang malam-malam!" Moti berbicara cepat-cepat. "Larut malam?" Randra bertanya. Moti mengangguk. "Kurasa hari itu baru saja menjelang malam, bahkan belum jam sembilan malam," sahut Randra tersenyum tipis. Moti menelan dalam ludahnya, ia mencebik kesal di dalam hati. Randra sempat menangkap sebuah kata yang sepertinya pernah ia dengar. "Mo...apa tadi kau bilang nama seseorang?" Randra bertanya. Moti mendongak ke arah Randra. "Ehm...he'em." Moti menyahut sambil mengangguk. "Nama siapa?" Randra bertanya lagi. Moti menunjuk dirinya sendiri. Randra membentuk mulutnya menyerupai huruf O lalu mengangguk-angguk. "Siapa namamu?" Randra bertanya. Moti melirik ke arah Randra. "Aku?" Moti bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Randra menarik napas kasar lalu mencebik kesal. "Apa-apaan ini, sudah jelas aku tanya padanya," batin Randra dongkol. Moti masih menunggu jawaban, Randra mengangguk singkat. "Dia ingin tahu namaku, jangan-jangan mau minta ganti rugi lagi," batin Moti menyimpul. "Ehm...emm...kau ingin minta ganti berapa ribu? Mas-mas ini sotonya berap--," tanya Moti ke arah Randra lalu menoleh cepat ke arah sang penjual soto, Moti terpaksa menelan kembali pertanyaannya karena sang pemuda tadi yang membawanya ke tempat ini mengunci bibirnya dengan jari telunjuknya. "Aku tanya siapa namamu, bukan mau minta uang darimu," sela Randra. "Ooo," Moti menggaruk-garuk kepalanya. Moti memberi jeda beberapa saat, Randra menaik-naikan sebelah alisnya meminta jawaban Moti. "Kenapa diam saja? Aku tidak akan meminta ganti rugi jika itu yang kau pikirkan, dan pastinya aku tidak akan membawamu ke kantor polisi seperti yang kau takutkan meskipun aku sendiri tidak tahu kenapa kau takut aku bawa ke sana," ucap Randra panjang lebar. Moti mengerjab-ngerjabkan matanya sambil diam. "Kenapa masih diam?" "Jangan bilang kalau kau terpesona dengan wajahku?" tanya Randra percaya diri. Moti menjatuhkan rahang bawahnya tak sadar sampai-sampai jari telunjuk yang tadi bertengger manis di bibir Moti masuk ke dalam bibirnya. Randra tersadar kalau dia belum menurunkan jari telunjuknya dari bibir Moti. "Oh...hmm--aduh!" gumaman Randra disertai aduhan sakit. Moti tak sengaja menggigit ujung jari pemuda itu. "Astaga! Maaf, maaf, maaf, tidak sengaja," panik Moti sampai.... "Pemirsa, seorang putri dari polisi berpangkat perwira tinggi bernama Brigadir Jenderal Mohammad Mochtar Baqi, melakukan sebuah kejahatan dengan upaya menggigit jari seorang pemuda yang sedang mentraktirnya makan coto Makassar di salah satu rumah makan, sekarang telah diputuskan hakim bahwa Moti Akila Baqi dinyatakan bersalah, bersalah, bersalah.... Atas nama Tuhan Yang Maha Esa, maka hakim memutuskan saudari Moti Akila Baqi terbukti bersalah, bersalah, bersalah... Momok! Momok! Momok! Bunda! Ayah! Kak Agil! Gilan! Gea! Aaaaa...tidak!" Twing! "Hei!" Panggil Randra. "Ah...ooohhh maaf-maaf...," Moti kelagapan. "Ck ck ck," Randra berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jawab saja," Randra dongkol. Moti tersenyum menunduk, lalu ia mendongak ke arah Randra tersenyum lebar. Randra terlihat cengo melihat gelagat Moti. "Moti...," jawab Moti pelan. "Apa?!" "Moti, nama aku Moti, yah Moti," ulang Moti. Randra terdiam dan tersenyum tipis. "Moti?" Randra mengulang. Moti mengangguk. "Kamu sendiri?" Moti berbalik tanya. "Ran, panggil saja Ran," ♡♡♡ "Emm, terima kasih sudah mau menraktirku makan dan mengantarkan aku lagi disini, aku akan menraktir kau jika kita bertemu lagi," ucap Moti malu-malu. Randra menaikan alisnya. "Kau yang janji, bukan aku." Randra bersuara. Moti menelan ludahnya sambil menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya susah. "Yah...kalau ayah memberikan uang bonus, akan Momok traktir hehehe...," Moti cengir lebar. "Hahahaha," Randra tak bisa menahan tawanya. "Ooh, baliklah sana, em maksudku ini sudah malam, Momok masuk dulu," alasan Moti, lalu ia cepat cepat masuk ke dalam rumah sakit. Tapi sebelum berjalan jauh, Moti berbalik lagi. "Dadah Ran!" Moti berseru sambil berbalik melanjutkan jalannya. "Pfftt hahaha," Randra tertawa tertahan. "Yah...kalau ayah memberikan uang bonus, akan Momok traktir hehehe...," "Bilang saja alasan," cakap Randra sambil masuk ke dalam mobil sport merahnya. "Momok?!" "Dimana aku dengar nama itu?" Randra mengingat-ngingat. "Momok, Moti...Moti...hahaha," ♡♡♡ Moti berjalan mengendap-endap ingin masuk ke kamar rawatnya. Ceklek "Yes kebuka," batin Moti. Ciiiiiittt Moti memegang gagang pintu dan membukanya pelan-pelan agar tidak terdengar decitan bunyi pintunya besar, ia menyeimbangkan posisi pintu. Kepala menyembul ke dalam kamar rawatnya. "Aman," batin Moti. "Huuff," Moti menarik napas lega. "Momok!" "Astagafirullah!" Moti berbalik dan melihat raut wajah sang bunda. "Bunda...," cicitan Moti. Nulani memasang wajah garang bercampur khawatir sambil melipat kedua tangannya di d**a. "Ayah! Nggak usah telepon anak buahmu yang lain, Momok ada disini," Terdengar langkah kaki yang tergesa-gesa. "Mana Momoknya Bun?" Mochtar bertanya. Nulani menoleh kepalanya ke arah Moti berdiri. "Anak ini!" Mochtar bersuara. ♡♡♡ "Maaf bunda, ayah juga, Momok minta maaf," Moti membuka suara. Seluruh anggota keluarganya ada di dalam kamar rawatnya. "Momok tadi mau makan soto Makassar aja kok, ini Momok kembalikan uang bunda yang Momok niat pinjam tadi," jelas Moti lagi. Agil menjatuhkan rahang bawahnya. "Niat pinjam uang katanya," Gea berbisik ke arah kedua kakak laki-lakinya. Gilan menahan tawanya. "Kak, kak Momok pinjam uang nggak bilang sama bunda, tidak apa-apa tuh, tuh dipulangin lagi duitnya," bisik Gea lagi. Gilan menahan tawanya. Agil tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Hahaha...," "Nanti bunda marah kalau Momok keluar mau beli sotonya, jadi...jadi Momok ehmmm...," alasan Moti tak jelas. Nulani geleng-geleng kepala. Pasalnya, sejak masuk ruang rawat putrinya, Nulani mencari keberadaan Moti di setiap sidut kamar sampai kamar mandi ruang itu, Nulani bahkan keluar mondar-mandir mencari sang anak tapi tak ada, Nulani panik dan memanggil sang siami perihal kehilangan anaknya. Mochtar juga mondar-mandir tak jelas, Agil sendiri yang baru saja sampai di rumah sakit bersama kedua adiknya juga dibuat mondar-mandir tidak jelas perihal hilangnya Moti. Mochtar sampai-sampai ingin menelepon anak buahnya, ia takut kalau ada orang yang ingin berniat jahat dengan sang anak, namun ternyata oh ternyata, Moti sedang di rumah makan sedang menyantap soto Makassar disaat mereka sedang bingung-bingungnya mencari dia. "Kamu kan bisa bilang sama bunda atau ayah, ada mas Arman juga, nanti kan bisa minta bantu kamu," "Bunda sampai panik tahu, aduh...dari Padang panik-panik, sekarang panik juga, lain kali jangan ulangi lagi yah?" ucap Nulani tegas. Moti mengangguk. "Iya bunda, Momok janji nggak ngulang lagi," ♡♡♡ "Ah, panas-panas adem...srruutt brrt brrt...fuh fuh fuuhh...tolong bantu kipasin dong! hemmm srrut brrt... Uhuk uhuk! Pelan-pelan saja! Hem...tidak makan? Kenapa tidak mau? Rasanya enak loh, Kuahnya juga gurih. Jangan bicara kalau sedang makan." "Ppfffttt hahahahahaha!" Randra tertawa sendiri di dalam kamar melihat ulang video yang ia ambil tanpa sepengetahuan sang tokoh utama. "Moti Moti, ada-ada saja...," "Emm, terima kasih sudah mau menraktirku makan dan mengantarkan aku lagi disini, aku akan menraktir kau jika kita bertemu lagi," "Mentraktirku jika bertemu lagi," gumam Randra sambil tersenyum. "Yah...kalau ayah memberikan uang bonus, akan Momok traktir hehehe...," "Hahahahaha!" "Dasar licik, ck ck ck." ♡♡♡
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN