7. Takut diambil Tuhan

1487 Kata
"Permisi, selamat siang suster," sapa Agil ke arah sang suster jaga. Sang suster jaga mengerjab-ngerjabkan matanya untuk sesaat, ia terpesona dengan wajah pemuda tampan ini. "Sus, suster," panggil Agil. "Heloo suster?!" panggil Agil lagi. "Ah tampan--ehm, yah dik, ada yang bis--," "Agil!" salah seorang polisi memanggil namanya. Agil berbalik dan mendapati seorang anak buah ayahnya. Ia cepat-cepat berjalan meninggalkan sang suster yang ia panggil tadi. "Eh, eh, itu...mau kemana?" suster itu bertanya. Agil melangkah lebar ke arah polisi itu. "Mas Arman, Momok bagaimana? Dia ada di sebelah mana?" Agil bertanya. "Dia masih di dalam penanganan dokter, kau datang cepat, kau akan jadi walinya, maksudku tanda tangan urusan administrasinya karena yang dibutuhkan disini adalah keluarganya," jawab Arman. Agil mengangguk patuh. "Memangnya Momok tersedak bagaimana sampai harus dibawa di rumah sakit?" Agil bertanya sambil berjalan ke arah ruang administrasi. Arman hendak menjawab namun ditahannya. "Suster, saya keluarga pasien yang bernama Moti Akila Baqi yang baru saja masuk ruang UGD," Agil memberitahu pada pihak administrasi. "Oh ia dek, mari urus berkas administrasi tentang persetujuan identitas pasien dan jangan lupa tanda tangan disini," intrusksi sang suster. Agil menurut. "Pasien BPJS, atau ada asuransinya? Atau pasien biasa?" tanya sang suster. "Asuransi khusus," jawab Agil sambil mengeluarkan dompetnya dan mengambil sebuah kartu khusus kesehatan. "Ditanggung atas nama Mohammad Mochtar Baqi, ini kartunya, ada nomor registrasi dan identitasnya," lanjut Agil ke arah sang suster. "Baik, mari saya cek, adik tunggu sebentar di situ dulu, silahkan duduk dulu," intruksi sang suster. Agil mengangguk. Jari-jari suster itu mengetik angka-angka yang terdapat pada kartu di didepannya, tak butuh waktu lama, hasilnya pun selesai. "Atas nama bapak Mohammad Mochtar Baqi, pekerjaan polisi, asuransi ini merupakan jaminan kesehatan khusus, benar dek?" tanya sang suster. Agil mengangguk. "Benar sus," "Ok, adik anda sekarang dalam penanganan khusus, sudah tertera dalam daftar pasien UGD disini, adik anda baru saja selesai dilakukan penyedotan paru-paru karena tersumbatnya jalan pernapasan dikarenakan terdapat cairan yang masuk di paru-parunya," suster tersebut menjelaskan. "Apa?!" Agil membulatkan matanya. Ia berbalik ke arah Arman meminta penjelasan. ♡♡♡ "Pihak sekolah menelepon ke rumah dan mengatakan bahwa Momok baru saja di larikan ke rumah sakit karena tersedak makanan dan air saat sedang makan di kantin," Arman memulai penjelasan. "Awalnya ia hanya tersedak biasa, nasi goreng, makanan yang ia makan, lalu ketika sedang minum air yang diberikan temannya, Momok tersedak berulang-ulang sambil batuk-batuk, tak lama kemudian dia pingsan dan membuat panik orang-orang yang ada di kantin sekolahnya," lanjut Arman. "Hah!?" Agil tak bisa merasa cengo dan syok lagi selain mendengar penjelasan dan kronologi adiknya dilarikan ke rumah sakit. "Awalnya ia di bawa di klinik atau ruang kesehatan di sekolahnya, namun suster jaga disana mengambil tindakan membawa Momok ke rumah sakit karena Momok tak mengeluarkan udara atau sedang bernapas layaknya orang yang masih hidup, ia dilarikan menggunakan ambulans milik sekolah," "Nira yang mengangkat panggilan telepon itu, ada saya juga disana, dan saya menyuruhnya untuk menelepon kamu dan setelah itu bapak dan ibu," Agil manggut-manggut. Baru pernah terjadi di dalam keluarganya dan baru pernah ia dengar serta menyaksikan sendiri bahwa orang yang tersedak  bisa pingsan dan tak bisa bernapas, ia pikir hanya ada di film-film saja, namun ternyata kejadian ini benar-benar ada nyatanya. "Apa bunda dan ayah akan datang? Mereka kan baru dua hari disana," tanya Agil. "Ibu akan datang hari ini, beliau mengambil penerbangan awal yang tersedia, bapak dan ibu sempat panik waktu saya menjelaskan ini, ibu sampai menangis tadi," "Bapak sendiri ada pekerjaan yang tak bisa di tunda, karena kamu tahu sendiri tugas polisi itu bagaimana," lanjut Arman menutup ceritanya. Agil manggut-manggut tanda mengerti. ♡♡♡ "Pokoknya bunda tidak mau tahu, sekarang detik ini juga ayah harus ikut bunda pulang ke Jakarta, titik!" Nulani berseru sambil menahan tangis ke arah sang suami. "Tapi bun, ayah janji besok pekerjaan disini selesai, nanti ayah nyusul," balas Mochtar. "Aaa...hiks hiks," Nulani menangis sesenggukan. "Itu kan ayah, bunda kemarin-kemarin bilang apa sama ayah, ada yang berbeda sama Momok, dia udah satu minggu lebih ini rajin banget sholat sama ngaji, hiks hiks hiks...," "Dia juga akhir-akhir ini aneh banget ayah, dia merasa cemas dan takut...," "Orang bilang biasanya kalau seseorang tiba-tiba rajin sholat dan ngaji katanya dia udah tahu kapan dia perginya, aaa...," "Astagfirullah bunda, jangan pikir aneh-aneh deh bunda, Momok itu...ehm...hanya...apa yah...," Mochtar bingung mau membalas perkataan isterinya. Ia sendiri juga menangkap ekspresi dan gelagat dari anaknya itu. Mochtar menarik napas gusar, ia terpaksa mengalah pada sang isteri, dari tadi setelah menerima telepon dari Nira, pembantunya, isterinya ini menangis tiada henti. "Hiks hiks, bunda mau pulang aja ayah hiks, selama ini bunda nggak pernah muji-muji Momok pintar atau yang lainnya yang ada hanya ledekan dan kataan yang membuat dia sedih, hiks hiks...," Mochtar lagi-lagi menarik napas gusar, ia membenarkan ucapan sang isteri. "Selama ini ayah selalu bilang ke Momok kalau dia ceroboh, Agil bilang Momok itu kera merah, Gilan bilang Momok itu sapu ijuk, Gea bilang Momok itu kaleng s**u, bunda sendiri sering bilang Momok otak pas-pasan...aaaa ayah...kita dosa tahu ngatain anak sendiri...gimana kalau...kan anak itu titipan Allah jadi itu amanah yang harus dijaga...gimana kalau Allah marah dan mau ngambil balik titipan-Nya dari kita? Aaa...," "Ok bun! Ok bun, hari ini juga kita pulang ke Jakarta," putus Mochtar tegas. Sejujurnya ia juga takut setelah mendengar ucapan ngaur sang isteri, tapi siapa tahu apa rencana dari sang Maha Kuasa. ♡♡♡ "Momok! Kamu baik-baik aja kan? Kamu kenapa bisa tersedak begitu? Makannya nggak ucap Bismillah yah? Gimana perasaanya? Udah rasa baikan?" Nulani memborbardir Moti dengan berbagai pertanyaan yang sedari tadi ditahannya dari pesawat. Mereka baru pulang dari Padang, perjalanan mendadak itu membuat Nulani tak merasakan lelah justru kekhawatiran yang ia rasakan pada sang putrinya. "Ehm?" Moti mengerjab-ngerjabkan matanya berulang-ulang. Ia cengo melihat reaksi sang bunda kepadanya, jujur saja ini baru pertama kalinya ia melihat respon sang bunda yang begitu khawatir padanya, beberapa kali ia masuk rumah sakit karena alergi kacangnya serta sakit, tapi tak seperti ini respon sang bunda, waktu itu khawatir memang, tapi tidak over begini. "Udah makan? Hiks...," Nulani bawa perasaan, ia tiba-tiba manahan tangis. Moti yang sedari tadi cengo tersadar. "Bunda, Momok cuma kesedak air dan nasi goreng saja kok, bunda nangis-nangis kaya Momok nggak hidup-hidup lagi--ehhh," "Aaaaa...hiks!" Tangis Nulani. Mendengar kalimat terakhir Moti membuat Nulani kalang kabut. "Bunda! Momok jangan bicara sembarangan gitu dong," Mochtar membuka suara. "Ayah juga tidak mau dengar ucapan tadi lagi, nggak hidup-hidup bagaimana, ya Allah," ucap Mochtar frustasi. Moti bingung dengan reaksi kedua orang tuanya. Agil dan kedua adiknya menonton gelagat sang bunda dan ayah mereka dari pojok kamar rawat. ♡♡♡ "Bagaimana pencarianya?" Randra bertanya ke arah seorang security dari SMK Socien School mengenai pencarian seorang siswi perempuan berambut merah bata dan memiliki riwayat penyakit jatung. "Sudah kami cari den Randra, tapi tidak ditemukan gadis berambut merah bata dengan riwayat penyakit jantung," jawab Pandi. Randra melirik ke arah sang security. "Sudah hampir dua minggu dan belum juga ada hasil? Kalian kerja atau hanya duduk diam saja memakan gaji buta?" Randra bertanya dengan dingin. Pandi tertunduk takut, ia pasrah dengan nasibnya kini. "Pelaku pelemparan kaleng s**u itu juga belum ditemukan," "Sebenarnya kalian kerja atau tidak!?" Brak Teriak Randra diakhiri dengan gebrakan meja security. Pandi dan seorang security dari SMA Socien berjinggat kaget dan takut. Bahkan pandi memegang jantungnya takut kalau tiba-tiba jantungnya copot. "Cari sampai ketemu!" titah Randra lalu ia berbalik berjalan keluar. Brak Bunyi hentakan kasar pintu ruang keamanan, semua mata menoleh ke arah sang pelaku. Tak ada yang berani memarahi dia, semua tahu dia adalah cucu pemilik sekolah ini. "Aku rasa akhir-akhir ini Ran terlihat aneh," celutuk Clira. "Pelankan suaramu Clira," sahut Mira, sang teman. Clira buru-buru menutup mulutnya. "Ada insiden apa?" Aran buka suara. Bari menoleh. "Oh iya kau belum tahu senior, hampir dua minggu lalu wajah ketua Randra dilempari kaleng s**u tepat kena hidungnya, dan...," jawab Bari. Aran menaikan sebelah alisnya. "Dan hidungnya hampir patah," tutup Bari. "Apa?!" Cengo Aran. "Iyah...belum tahu jenis kelamin sang pelaku, jalankan jenis kelamin, keberadaannya saja belum tahu," Divan bersuara. Aran menoleh ke arah sang teman. Mereka sedang berada di markas sekolah dengan sebagian anggota Storm Rider, ada juga gadis-gadis cheerleader atau kelompok yang lainnya ada disitu, bukan tanpa alasan mereka disitu, pacar mereka merupakan anggota Storm Rider, seperti Divan, Bari, Mustaf dan Bintara. Pacar mereka merupakan anggota kelompok cheerleader, musik, dan tari. Aran menaikan alisnya lagi. "Lalu gadis berambut merah yang disebutkan security tadi?" Aran bertanya. Bari dan yang lainnya menggeleng dan mengangkat bahu tanda tidak tahu. Aran mengerti, ia mengangguk singkat. ♡♡♡ "Ran, malam ini kamu gantikan papa bertemu dengan om Juna, kita akan mengadakan kerja sama dengan rumah sakitnya," Iqbal membuka suara. Randra dan ibunya menoleh ke arah sang ayah. "Sekarang?" tanya Randra. "Ya, sekarang, papa merasa kurang enak badan, kamu tahu kan kakek kamu baru saja meminta papa datang ke London seminggu ini?" jawab iqbal. Randra mengangguk tanda mengerti. "Baik, Pa." ♡♡♡ Moti mengendap-ngendap dari ruang rawatnya, ia minta di pulangkan saja hari ini, namun sang bunda dan ayah tak menyetujui itu. Moti akan keluar dari rumah sakit dan akan pergi makan coto Makassar yang ia inginkan sejak dari kemarin. Bahkan ia mengambil uang sang bunda sembunyi-sembunyi. "Ini bukan mencuri, yah ini bukan mencuri," ucap Moti mewanti-wanti dirinya akan aksinya tadi. "Ini cuma meminjam uang dari dompet bunda, yah pinjam uang, hanya pinjam uang, bukan mencuri, yah bukan mencuri," cakap Moti sendiri sambil mengendap-ngendap. "Jadi, bagaimana kedepannya? Apakah kau bisa mengerti?" terdengar suara cakap-cakap dari orang yang berjalan. Orang itu termasuk sang pemilik rumah sakit. "Saya sudah mengerti, nanti akan saya bicarakan pada ayah saya--, kau...," Randra terhenti dari acara cakapnya. "Bukan mencuri, hanya meminjam, bukan mencuri, hanya mem--astaga!" "Serangan jantung!" seru Randra. "Syukurlah kau sudah mau ke rumah sakit," lanjut Randra lagi. "Ini kan...," "Mampus!" ♡♡♡
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN