5. Tak terduga lagi

1405 Kata
"Apa!" Cika syok. "Kamu tidak salah dengar, kan?" Cika bertanya ke arah Riska. Riska mengangguk mantap. "Jika kurang yakin dengan jawaban dariku, tanyakan saja padanya," ucap Riska sambil melirik ke arah Dwi yang sedang duduk di sisi kiri Agil. Buk Cika terduduk lemas di kursinya. "Sudah kuduga, hal ini pasti sulit," Sita bersuara. "Ternyata Aran benar-benar kembali, Randra saja sudah terlalu kuat ditambah Mustaf dan Busran, apalagi kehadiran lelaki Jerman itu, ini makin rumit," ucap Cika frustasi. "Kita kalah jumlah," Agil buka suara. Semua mata menoleh ke arah sang ketua. "Aran adalah orang yang sangat kuat," ucap Agil lagi. Semua terdiam. "Dan aku sebagai ketua harus bersanding dengan Randra di arena nanti," lanjut ia lagi. Semua anggota Shadow Rain mendengar dengan serius. "Yang menjadi masalahnya adalah, siapa yang akan bertanding dengan Aran?" Agil bertanya. "Lalu bagaimana dengan Mustaf, Busran, yang menduduki peringkat teratas?" Lanjut ia lagi. Semua anggota masih terdiam. Cukup lama mereka terbuai dalam pikiran mereka masing-masing, berusaha untuk mencari jalan keluar yang ada. "Pikirkan masalah ini, kita akan cari jalan keluarnya sama-sama, Shadow Rain tidak boleh kalah dari Storm Rider," ucap Agil. Semua manggut-manggut tanda mengerti. Agil melihat punggung tangannya yang bertengger jam tangan mahal. Menarik napas dan menghembuskannya. "Baiklah, ini sudah jam 8 malam, kembali ke rumah masing-masing dan istirahatlah," pinta Agil menutup pembicaraan. "Baik," sahut seluruh anggota Shadow Rain. Lalu setiap orang berkemas dan pulang. ♡♡♡ "Hei! Bisakah kau mengambil foto kami?" Busran bertanya ke arah Mike. "Dengan senang hati," sahut Mike. Cekrek Mike mengambil potret Randra yang sedang meminum minuman sodanya, Mustaf yang sedang menaikan sebelah alisnya, Busran yang sedang tersenyum lebar, dan Aran yang sedang menatap tajam ke arah sang kameramen. Meskipun ekspresi mereka berbeda-beda dalam menampilkan ekspresi mereka, namun hasil gambar yang dihasilkan sangat keren. Anggota Storm Rider sedang merayakan kepulangan kembali mantan wakil ketua mereka, malam ini mereka akan terlihat santai dan menikmati acara, ada berbagai macam minuman dan makanan ringan untuk siap di santap, Randra tak pernah mengijinkan atau membawa minuman alkohol di dalam markas, mereka harus menjaga stamina mereka sebelum bertanding. Para gadis-gadis Storm Rider bersuka ria, mereka tak ada hentinya menebar senyum lebar dan sesekali melirik ke arah sang tokoh utama malam ini. Hubungan sesama tim tak dilarang, namun jika disuatu saat misalkan ada salah satu pasangan di dalam tim mereka putus dan renggang hubungannya, maka mereka tidak diharuskan menyebar rahasia geng ke pihak lawan, jika itu terjadi sang ketua akan mengajak tanding dan mendapat sambutan selamat tinggal secara ganas darinya, tak terkecuali gadis-gadis Storm Rider. "Menurutmu jika Shadow Rain tahu tentang ini, apa yang akan mereka lakukan?" Mustaf bertanya ke arah Aran. "Mereka memang sudah tahu," sahut Aran datar. Mustaf melebarkan matanya. "Apa? Bagaimana bisa?" Mustaf kaget. Aran melirik ke arah Busran dan Mustaf. "Ku dengar mereka memiliki 'kuping berjalan', jadi tidak perlu bertanya lagi," jawab Aran. Mustaf dan Busran menjatuhkan rahang bawah mereka masing-masing, tak terkecuali lelaki Storm Rider yang lain. Hanya Randra saja yang tak terpengaruh omongan Aran, karena tanpa dibilang pun, dia sudah tahu. Meskipun kamera CCTV di area markasnya tak menangkap basah sang 'kuping berjalan' itu, namun ia tahu bahwa si kuping berjalan itu pasti ada di dekat markasnya tadi. "Aku balik," Randra bersuara. Semua mata lelaki Storm Rider menoleh ke arah sang ketua. Busran melihat jam tangannya, ia mengerutkan kening. "Secepat ini?" tanya-nya. "Hm," Randra menyahut. "Baru jam delapan," balas Busran. Randra menoleh ke arah Busran. "Yah ini jam delapan dan pasti tante Lia akan mencarimu lalu om Agri pasti akan mencekikmu," balas Randra santai ke arah sang teman. Mendengar nama sang ibu dan ayah di sebut, Busran bangkit seketika dari sofa yang ia duduki dan langsung menyambar sweaternya. "Ya ampun, aku benar-benar lupa, aku pakai sweater ini agar bunda tak menanyakanku sembarangan, ck!" Busran merutuki dirinya sendiri. Ia tahu kemampuan dan sifat ibundanya tercinta, Lia Rahmawati Nabhan, sang isteri tercinta dari Agri Arelian Nabhan yang sekaligus ayahnya. Ia pasti tak akan selamat dari amukan sang ayah jika ibunya bertanya padanya 'tidak baik pulang malam-malam'. Ayahnya itu terlalu over cinta pada sang bunda, bahkan ayahnya tak pernah pulang lewat dari jam 6 sore menjelang malam. "Aku juga duluan, bye!" Busran berseru lalu berlari ke arah sang mobil terparkir manis. Mustaf tersenyum geli melihat gelagat sang teman. "Aku penasaran, pertanyaan apa yang dikeluarkan oleh tante Lia dan bagaimana ekspresi yang akan di keluarkan oleh om Agri?" Mustaf mengkhayal. "Pasti sangat menyenangkan," timpal dia lagi. "Melihat raut polos tante Lia dan raut marah om Agri, hahahahahahaha!" Mustaf tertawa ngakak di atas sofa yang ia duduki. "Hahahaha," disusul yang lainnya. ♡♡♡ "Munchen...deutsche...nationalitat--aduh!" Moti berseru kaget. Kaki Moti tersandung trotoar jalan. Terlalu serius melafalkan kata-kata yang asing dan terbilang baru baginya, membuat konsentrasi berjalannya buyar. Ia sedang berjalan pulang, tadi dompet yang ia temukan membuat ia menghabiskan banyak waktu untuk duduk sambil merenung tak jelas mengenai isi dompet itu, hingga ia lupa tujuan awalnya datang ke mal untuk membeli buku referensinya, ia tersadar dan merutuki dirinya sendiri sambil memasuki pintu mal. Ia sudah menelepon ibunya bahwa ia akan pulang terlambat karena pergi ke beberapa toko buku untuk mencari referensi. Biasanya mang Jono yang akan mengantar atau menjemputnya, namun ia sudah terlanjur memilih berjalan kaki, hari sudah malam, ia takut naik kendaraan secara sembarangan, takut ada penculikan atau semacamnya seperti yang di itruksi sang ayah, 'jangan sembarang naik kendaraan jika tidak mau, mengambil resiko tindakan kriminal'. Kalimat itu ia tanamkan baik-baik di kepala yang kadar ingatnya pas-pasan. "Munchen...deuts--aduh!" Moti tersandung trotoar jalan hingga hampir jatuh lagi. Brom sreett Sebuah mobil sport merah berhenti tepat di samping trotoar jalan itu, Moti melirik ke arah mobil sport merah yang mengkilap diterpa lampu-lampu malam dan kendaraan yang lain. Seseorang keluar dari kursi kemudi mobil itu, lelaki kaos biru dongker yang ia kenakan diterpa lampu jalan raya. Moti melirik sekali, namun perasaannya mengatakan bahwa ia harus melirik sekali lagi ke arah mobil tadi, akhirnya Moti kembali melirik ke arah mobil sport merah lalu ia menaikan dagu dan pandangan matanya ke arah seorang pemuda yang sedang berdiri menatapnya dengan tatapan serius. Lampu-lampu kendaran secara bergantian menerpa wajah sang pemuda itu, Moti memperhatikan baik-baik pemuda yang berdiri beberapa meter dari dirinya ini. Lama ia menatap ke arah sang pemuda yang juga sedang menatapnya itu, lalu rahang bawahnya terjatuh, matanya terbuka lebar. Disana, di depannya yang hanya berjarak beberapa meter saja, terlihat lelaki yang satu minggu lalu ia tinggalkan sambil berlari panik sekarang ada lagi di depan pandangannya. "Kau...," Randra bersuara. Seketika Moti mundur ke belakang, ia waspada. Kegugupan mulai menguasainya, jantungnya berpacu cepat, berdetak lebih dari normal, seketika ia memegang jantungnya. "Astaga!" seru Moti panik sambil memegang jantungnya. Randra yang ingin melanjutkan kalimatnya terkaget lalu tertular panik. "Kau tidak apa-apa?" Randra bertanya ke arah Moti. Moti mengangguk lalu menggeleng. Randra terlihat bingung. Moti mundur, ia panik, ia takut akan di bawa ke kantor polisi dan dipenjarakan akibat melakukan tindakan kriminal berupa sebuah kebohongan, dan sebuah kebohongan itu sudah pasti sebuah pernyataan palsu, dan dia akan dikenakan pasal berlapis. "Pemirsa, seorang putri dari polisi berpangkat perwira tinggi bernama Brigadir Jenderal Mohammad Mochtar Baqi, melakukan sebuah kejahatan dengan upaya merangkai kebohongan agar dirinya mendapat keuntungan, bukan hanya itu, kebohongan itu juga merupakan suatu pernyataan palsu, sekarang telah diputuskan hakim bahwa Moti Akila Baqi dinyatakan bersalah, bersalah,bersalah.... Atas nama Tuhan Yang Maha Esa, maka hakim memutuskan saudari Moti Akila Baqi terbukti bersalah, bersalah, bersalah... Momok! Momok! Momok! Bunda! Ayah! Kak Agil! Gilan! Gea! Aaaaa...tidak!" Twing! "Tidak! Aduh!" panik Moti. "Hei tenanglah, aku disini, jangan bergerak, ok?" bujuk Randra selembut mungkin. "Pelan-pelan seperti itu Randra, gadis ini memiliki riwayat penyakit jantung," batin Randra mewanti-wanti dirinya. "Astaga, ah ah ah hooo," Moti mengambil napas. Randra kalang kabut, gadis yang dicarinya satu minggu yang lalu kini berdiri dihadapannya sambil memegang ulang d**a kirinya. Dengan sigap Randra mendekat lalu merah tubuh kecil Moti dan dibawanya ke dalam pelukannya. "Kata mama, harus di usap-usap punggungnya, di usap-usap, yah di usap-usap, dia tidak panik lagi, berhasil," batin Randra. "Eh?!" Moti jadi bingung. Ia cengo, ia tak tahu kenapa lelaki ini mengusap-ngusap punggungnya. "Tenanglah, jangan terpengaruh dengan vonis yang akan memberatkanmu, bernapaslah," ucap Randra sambil mengusap-ngusap punggung Moti di dalam pelukannya. Mendengar ucapan vonis yang keluar dari mulut Randra, membuat Moti kembali... "Pemirsa, seorang putri dari polisi berpangkat perwira tinggi bernama Brigadir Jenderal Mohammad Mochtar Baqi, melakukan sebuah kejahatan dengan upaya merangkai kebohongan agar dirinya mendapat keuntungan, bukan hanya itu, kebohongan itu juga merupakan suatu pernyataan palsu, sekarang telah diputuskan hakim bahwa Moti Akila Baqi dinyatakan bersalah, bersalah,bersalah.... Atas nama Tuhan Yang Maha Esa, maka hakim memutuskan saudari Moti Akila Baqi terbukti bersalah, bersalah, bersalah... Momok! Momok! Momok! Bunda! Ayah! Kak Agil! Gilan! Gea! Aaaaa...tidak!" Twing "Tidak!" Teriak Moti panik. Bruk "Aduh!" Moti melepaskan diri dari pelukan Randra dan terjatuh duduk di atas trotoar. "Hei, tenanglah...kau--hei kau mau kemana?!" Teriak Randra panik. Moti berlari sekuat tenaga yang ia punya, ia bahkan membuang dua buku yang baru saja ia beli tadi di toko buku. "Astaga, dia mengusap-ngusap punggungku karena dia tahu aku akan segera di penjara, tidak!" batin Moti panik. Maksud dari ucapan Randra bahwa 'jangan terpengaruh dengan vonis dokter yang akan memberatkanmu'. Randra bermaksud lain namun Moti lebih bermaksud lain lagi. ♡♡♡
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN