Chapter 11

1427 Kata
Ini mimpi ketiganya. Kali ini, ia amat sangat menyadari bahwa ini adalah mimpi. Ini mimpi ketiganya setelah ia tersadar dalam keadaan amnesia ditengah situasi yang kacau. Ini kali ketiga dimana akhirnya Semi menyadari situasi hingga ambiance di tiap tiap mimpi bisa sangat berbeda. Di mimpi pertamanya, ia jelas jelas menyadari bahwa ia tengah berada di tengah tengah padang rumput di musim semi yang artinya memiliki matahari hangat, pepohonan dan dedaunan yang sehat. Di mimpi keduanya, ketika akhirnya gadis misterius yang tertidur di mimpi pertamanya itu akhirnya bangun di mimpi keduanya –meskipun akhirnya dua gadis ini tetap tak bisa saling berbincang-, Semi pun menyadari bahwa mereka tengah berada di musim gugur, kala itu. Bagaimana air sungai yang terasa jauh lebih dingin namun tak sedingin musim dingin, bagaimnana dedaunan menguning dan gugur satu persatu, hingga udara kencang yang sering kali mengibaskan rambutnya. Di mimpi ketiga ini, ia mengalami hal yang lain lagi. Semi tersadar di mimpinya tengah berada di sebuah desa, dalam keadaan musim dingin yang mana salju turun dengan sangat sangat lebat, hingga jarak pandangnya memendek, namun ia tahu bahwa ia tak bisa melewatkan pemandangan indah rumah rumah setempat dengan berbagai macam orang sebagai pemiliknya. Kakinya kali ini mulai beranjak, menapaki jalanan mulus itu dnegan perlahan seakan hawa dingin tak akan membuatnya mati kedinginan. Semakin pelan gerak langkahnya, semakin tergeraklah Semi untuk terus memperhatikan kediaman kediaman orang setempat dalam mimpinya ini. Rumah rumah yang atapnya penuh dengan salju, bak si pemilik rumah memiliki sebuah kapas empuk yang dijemur diatas atap mereka. Bagaimana pohon pohon yang tinggal batang dan ranting itu kini menjadi hinggapan sementara kepingan kepingan es yang menjadikannya bak daun berwarna putih. Bagaimana beberapa rumah yang sedikit besar dari yang lainnya menampakkan cerobong yang menguapkan asap dan angin akan membawanya pergi menuju langit. Semua hal sederhana itu entah mengapa membuat perasaannya lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Tangannya menjulur, memegang sisi pegangan ketika ia harus menaiki beberapa anak tangga. Salju memang indah, namun jangan lupakan bagaimana hal indah itu bisa mematikan ketika kaki kita tak sengaja terselip lalu terpeleset hingga jatuh. Taman taman yang memiliki ayunan di pohon hingga jungkat jungkit yang terbuat dari kayu itu membuatnya terdiam cukup lama disana, meskipun salju kini sudah memenuhi kepalanya, membuat Semi seakan bertopikan bulu halus berwarna putih. “Anak muda” suara lantang khas wanita membuatnya menengok karena terkejut. Ternyata, dibelakangnya, ada sebuah rumah dimana seluruh anggota keluarga disana memperhatikannya sedari tadi yang terdiam bak orang sinting ditengah tengah hujan salju seperti itu. Wanita yang paling dewasa disana melambaikan tangannya kepada Semi, memberikan gesture dengan maksud agar wanita yang kini sudah nampak pucat kedinginan itu menghampiri mereka sejenak. Penasaran? Tentu saja. Siapa yang tidak penasaran dengan orang asing di tempat mereka yang tahu tahu mematung memandangi taman tempat dimana para anak desa disana bermain. Semi yang merasa dipanggil tak serta merta langsung menghampiri begitu saja. Bagaimana jika mereka adalah orang jahat?? Bagaimana jika Semi akan dirampok paksa? Tapi sepertinya mereka adalah orang baik. Tapi Semi tengah bertangan kosong, ia tak membawa apa apa yang biasanya merupakan hal lumrah untuk tamu membawakan sesuatu pada pemilik rumah. Namun beberapa detik kemudian, gadis itu terkekeh kecil sembari kakinya beranjak menuju rumah yang dituju. Bodoh, umpatnya pada diri sendiri. Ini kan hanya mimpi, ucapnya lagi dalam hati yang membuat senyum di bibirnya semakin mengembang karena menahan tawa. Dengan menunduk sekilas memberikan sapaan, Semi akhirnya berhasil memasuki halaman rumah tersebut dan disambut oleh lambaian tangan bersemangat oleh dua anak kecil selaku pemilik rumah itu. “Apa yang kau lakukan ditengah tengah hujan salju seperti ini, anak muda” ucap wanita yang memanggilnya tadi seraya menyerahkan kain kering untuk gadis muda itu membersihkan sisa sisa salju yang sudah membasahi pakaiannya. Semi tak tahu jelas apakah di mimpi mimpi sebelum amnesia pun dirinya seperti ini, namun Semi di ingatannya yang sekarang, tiap tiap memiliki mimpi pasti melakukan apa yang ingin ia lakukan, dan bicara apa yang ingin dia bicarakan. Jadi, entah mengapa, meskipun ini mimpi, Semi memikirkan berbagai macam alasan mengenai bagaimana keberadaannya bisa disana. “aku hanya teringat masa kecilku” dan alasan itulah yang menjadi pilihan akhir si wanita berambut ikal kecokelatan itu. Oh tunggu dulu. Apakah ini lucid dream?? Lucid dream atau mimpi sadar adalah sebuah kndisi dimana seseorang akan menyadari bahwa ia tengah bermimpi. Karena menyadarinya, akhirnya ialah yang menjadi Tuhan akan skenario skenario yang dibuat dalam mimpinya. Tapi jika memang, kenapa di mimpi keduanya ia sama sekali tak dapat bicara dengan si rambut kuning itu?? Hm.. entah lah.. lagi pula, dari mana informasi mengenai mimpi sadar ini ia miliki? Bukannya ia tengah kehilangan ingatannya?? Semi merasa ia semakin bingung terhadap dirinya sendiri. Kini, Semi tengah memangku salah satu bocah tadi yang bergenderkan perempuan, sedangkan bocah satunya lagi yang merupakan lelaki tengah mengelilinginya dengan ribut sembari memainkan rambut lebatnya. Sang ayah yang selaku kepala keluarga disana nampak tengah menambah kayu bakar untuk dimasukkan ke tungku sederhana yang ada dirumah itu. Well.. rumah ini memang bukanlah salah satu kategori rumah besar bercerobong asap yang tadi sempat Semi lihat ketika melewatinya. Ini merupakan tipikal rumah biasa yang banyak kondisinya di desa. “Dingin seperti ini enaknya memakan ubi manis bakar yang masih panas” wanita paruh baya itu memang tadi sempat beranjak dari sana tanpa berkata apapun, tahu tahunya, Semi malah yang merasa tak enak karena disuguhkan padahal ia sudah merepotkan banyak hal. Sudah diberikan tumpangan rumah yang hangat, kain untuk mengeringkan tubuhnya, kini kudapan mengenyangkan pula. Jika ini memang mimpi sadar, tolong ingatkan Semi untuk membuat skenario ia membawa uang di mimpi mimpi yang selanjutnya. “Maafkan aku merepotkan banyak hal, bibi” Ini permintaan ibu paruh baya tadi. Ketika sebelumnya Semi menggumam dengan canggung, sepasang orang tua itu berkata bahwa mereka lebih baik dipanggil sebagai paman dan bibi saja. Dan... bukan hal sulit untuk Semi melakukan hal itu. Sembari tangannya sibuk mengupas ubi manis dan sesekali tertawa kecil ketika dua bocah tadi mengisenginya dengan cara mencoret pipinya dengan kulit ubi yang sudah menghitam, membuat corak corak lucu –seperti hidung rusa-, pandangannya terjatuh pada sebuah kotak kotak yang tertumpuk tak jauh dari sana. “Itu apa, paman??” tanya Semi dengan binar mata penasaran yang terlalu jelas. “Itu adalah kotak berisikan aksesoris yang kami jual di pasar” ujar istrinya mewakili suaminya yang kesusahan karena memakan ubi manis itu tanpa ditiup lebih dahulu. Sudah dapat dipastikan bahwa lidah sang paman akan terbakar dan malah susah merasakan rasa nantinya. “kami sekeluarga adalah pedagang. Kami hidup dari berjualan aksesoris seperti itu di pasar” lanjutnya lagi. “dengan banyaknya anak gadis disini, berjualan aksesoris bisa sama lakukanya dengan berjualan baju baju” Oh? Semi tertarik, namun ia kembali sadar bahwa di skema mimpinya kali ini, ia tak membawa apapun. Ini hanya mimpi, namun entah mengapa Semi merasa sangat kecewa ketika matanya menyadari ada banyak aksesoris lucu yang bisa ia gunakan. “Ah.. sayangnya aku tak membawa uang” gumamnya lagi dengan sedih. “Uang???” si anak perempuan yang masih berada di pangkuannya itu mendongak untuk menatap langsung mata Semi. “disini, kami tidak menggunakan uang untuk bertransaksi, kakak cantik” ujar balita itu. “Benar anak muda. Kami tidak seperti di kota kota besar atau di negeri lainnya yang semua tempat menggunakan uang. Kami disini, dan beberapa desa lainnya masih menggunakan sistem barter. Ini lebih menguntungkan untuk kami karena tak semua orang disini memiliki uang yang cukup, apalagi jika untuk kembalian kembalian yang merepotkan” Ah begitu... Semi mengangguk anggukan kepalanya mengerti. Jadi di mimpinya kali ini, ia tengah berada di desa kecil, yang masih menggunakan sistem barter. Hm.. kalau begitu... “Apa yang bisa aku dapatkan untuk menukar ini??” tanya Semi sembari menyerahkan pisau lipat miliknya yang memiliki ukiran naga di bilahnya. Sebuah pisau yang siapapun tahu bahwa itu bukanlah pisau yang bisa dibeli di pasar biasa. Ini memang pisau kesayangannya. Namun tentu saja Semi tak akan peduli karena hal ini hanyalah mimpi. “Oh Tuhan, ini sangat berharga. Mana bisa kau tukar hanya untuk aksesoris murahan seperti yang kami jual ini anak mudaa” panik sang paman. Semi hanya tersenyum manis sembari meyakinkan keduanya untuk menukar pisaunya tersebut dengan salah satu kalung bertiara batu berwarna oranye. Bak diberikan harta karun, akhirnya dengan malu malu keluarga tersebut menerimanya dengan senang hati. Pun Semi yang kegirangan dengan kalung barunya. Ia teringat ketika di pesta kala itu, meskipun dengan wajah cantik dan gaun yang indah, ia merasa tetap berbeda sendiri karena tak dirias dan menggunakan aksesoris seperti gadis gadis bangsawan lainnya. Ah, omong omong mengenai gadis, Semi pun di mimpi kali ini tak menemukan dimana keberadaan si rambut emas yang cantik itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN