Chapter 12

1072 Kata
Semi tak dapat menemukan keberadaannya, karena si rambut emas itu kini tengah terduduk diatas kasur empuknya, memandangi langit malam dari balik jendela yang tak tertutup tirai tanpa pikiran apapun. Ia tak bisa tidur. Entah karena tadi pagi hingga siang ia tidak melakukan apapun selain diam di kamarnya atau karena hal lain, yang pastinya, ia sama sekali tak mengantuk malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Dimana kali ini berakhir di balkonnya setelah beranjak beberapa langkah untuk membuka pintu kaca menuju balkon, dan terdiam begitu saja disana menikmati apapun yang bisa ia lihat. Awal mulanya, matanya hanya tertuju pada seekor burung hantu yang tengah menatapnya tanpa mengedip sedetik pun. Mata bulatnya bak menarik Irene kedalam retina gelap itu, sebelum akhirnya burung tadi terbang entah kemana. Mungkin mencari makanan. Wajar saja, malam kan memang harinya mereka untuk beraktifitas. Kini matanya tertuju kepada bintang bintang yang memenuhi langit. Beberapa memang terpisah cukup jauh, namun beberapa lagi nampak berkerumun bak membentuk rasi bintang yang sama sekali tak Irene ketahui. Well.. ia hanya penasaran, namun bukan artinya ia akan mencari tahu mengenai rasi bintang itu nanti. Ada banyak hal yang harus ia pelajari dari awal karena fenomena hilang ilangatannya. Jika bicara soal etika, mungkin hal itu hanya perlu dipoles sedikit saja karena tubuhnya bak mengingat semua itu, dan bergerak anggun selayaknya putri raja pada umumnya. Namun pengetahuannya tentang politik, tentang bangsawan bangsawan terkemuka lainnya, yang tentu saja harus ia ketahui karena akan tak sopan jika ia tak mengetahui tentang mereka membuat Irene belakangan ini seakan mual jika harus kembali mengingat buncahan orang yang dia tak ingat itu. Belum lagi masalah wilayah dan sebagainya. Orang tuanya memang tak mendidiknya sekeras itu kali ini –Irene tak ingat bagaimana perlakuan mereka padanya dulu mengenai pendidikan-, tapi dengan dirinya yang tak memiliki kegiatan apapun, jadi ketika gadis tiga puluh tahun itu diberikan perintah yang sebenarnya hanya basa basi saja, maka ia melakukannya dengan amat sungguh sungguh. Meskipun- dalam prosesnya tentu saja tidak mudah. Sebenarnya sang raja sudah berbicara pada anaknya mengenai masalah ini, bahwa Irene tak perlu berusaha sekeras itu hanya untuk mengisi waktu luangnya. Sang ibu bahkan kembali mengajaknya untuk ikut dalam pertemuan pertemuan minum teh atau perkumpulan para wanita lainnya. Namun Irene menolak karena perjamuan minum teh terkahirnya, ia merasa tak nyaman dengan topik yang selalu dibahas didalamnya. Tak berhasil oleh sang ibu, sang ayah lah yang kala itu bicara bahwa Irene hanya perlu memperhalus etikanya lagi dan mengingat para bangsawan sekenanya saja. Hanya ingat namanya saja pun tidak masalah. Tapi kalimat terakhir sang raja lah yang membuat Irene jadi malah semakin bersemangat untuk mengetahui segala hal. “Kau itu seorang putri raja. Anakku satu satunya. Kau hanya duduk diam dengan manis, lalu menunggu pangeranmu untuk datang membawamu. Tak perlu melakukan hal yang terlalu berat jika kau kebosanan atau kesepian” ujar sang raja kala itu. Irene tak tahu apakah dirinya sebelum mengalami amnesia pun merasa seperti ini atau tidak, namun kali ini dia benar benar merasa tak nyaman dengan hal seperti itu. Baginya, dirinya bukanlah tropi dari para lelaki yang bisa diambil semauanya dan dibawa bawa untuk dipamerkan. Mendengar bahwa ia tak harus melakukan apapun hingga menunggu orang datang seakan mengatakan bahwa dia adalah barang pajangan toko yang menunggu seseorang membayar untuk mengambilnya. Oh?? Atau karena inikah sampai saat ini, Irene belum juga menikah? Mendengar ucapan dari para pelayan, bahwa sejauh ini Irene pun belum memiliki kekasih. Di negerinya ini, memang kebanyakan anak gadis sudah menikah di usia yang Irene pikir masih cukup muda. Jikalau pun memang mereka belum menikah, mereka kebanyakan sudah memiliki tunangannya, baik sejak kecil atau nantinya dipertemukan oleh orang tua satu sama lain. Ini terjadi pada gadis gadis yang saat itu ada di jamuan minum teh bersamanya. Ugh, tolong doakan gadis mungil yang satu ini bahwa ia tak akan melewati fase fase tidak menyenangkan seperti itu. Maksudnya- ayolah. Jika memang harus menikah, biarkan Irene memilih sendiri lelaki yang akan ia nikahi. Dan gadis yang satu ini amat sangat bersungguh sungguh, bahwa lelaki itu harus menganggapnya sebagai manusia yang utuh. Jika tidak, lebih baik Irene menjabat sebagai ratu tanpa perlu raja sebagai pendampingnya. Ya.. meskipun tentu saja hal itu nantinya akan membuat kekacauan yang signifikan. Merasa tak ada lagi yang bisa ia lihat, gadis yang satu itu melangkah pergi dari balkon seraya menutup kembali pintu kaca raksasa itu. Ia tidak ingin kamarnya menjadi dingin sekali ketika ia kembali nanti. Karena.. kini Irene tengah menengokkan kepalanya ke kiri dan kanan ketika menyadari bahwa ada dua orang pengawal yang berdiri didepan kamarnya. Yang kini memperhatikannya dengan bingung karena si empunya kamar melongokkan kepalanya keluar. “Ada apa tuan putri?? Ada yang bisa kami bantu??” tanya salah satu dari mereka kebingungan. Hm.. bagaimana ini?? Irene berniat diam diam menyelinap keluar menuju perpustakaan sendirian. Namun sepertinya hal yang tidak mungkin. Jika Irene bersikeras untuk pergi sendiri, dua pengawal tadi pasti akan terkena masalah, baik dari Aaron –selaku pengawal pribadi dan utamanya yang saat ini tengan tertidur, juga selaku atasan mereka-, pun dari sang ayahanda. “Aku... ingin ke perpustakaan mengambil buku” ujarnya ragu ragu yang seperti sudah bisa ditebak, ia akhirnya kini berakhir menyusuri lorong sepi dengan dua pengawal di kiri dan kanannya juga pedang yang ada di sisi tubuh mereka. Derit pintu membuatnya meringis karena takut kegiatannya tersebut akan membangunkan orang lain. Dengan sedikit berjingkat jingkat, Irene mencoba mencari buku buku yang menarik untuknya membaca dan semoga saja bisa membuat kantung muncul di dirinya. Ia tak mau harus menukar jam pagi dan malamnya karena malam ini. Rencananya, malam ini jika ia berhasil mengantuk karena bukunya, Irene akan tetap bangun di jam yang biasanya ia bangun, lalu jika mengantuk akan tidur siang singkat, jadi malam esok ia sudah bisa tertidur dengan normal karena malam ini jam tidurnya terpangkas cukup banyak dan dipastikan akan membuatnya mengantuk besok. Berhasil menemukan buku yang diinginkan, Irene akhirnya mengajak kedua pengawal yang mengantarnya tadi kembali ke kamarnya. Itu pikiran awalnya. Sebelum matanya tertuju pada taman yang ada di halaman. Disana, dibawah sebuah pohon yang amat sangat rindang, Irene menemukan seekor kucing kampung gemuk yang tengah menjilati badannya sendiri. Gemas sekaliiii. Dengan berlari riang, Irene memutuskan untuk membaca buku disana saja bersama kucing tadi. Dan untungnya lagi, kucing tadi tidak menunjukkan tanda tanda ketakutan meskipun kedatangan tiga manusia yang tidak ia kenali. Mungkin kucing ini adalah kucing warga atau kucing tanpa pemilik yang berhasil masuk melewati penjaga gerbang dengan tidak diketahui. Irene jadi terpikirkan sesuatu. Bisakah ia memelihara kucing ini??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN