Chapter 9

1471 Kata
Ingatan pertama yang menyeruak di kesadarannya setelah ia membuka mata adalah bagaimana cahaya putih amat sangat menyilaukan seakan membutakan indra penghelihatannya kala itu. Mmm.. kala itu?? Tidak bisa disebut sebagai ‘kala’ pula, lebih tepatnya saat ia bermimpi tadi. Beberapa detik yang lalu sebelum terbangun karena terkejut dengan cahaya tadi. Wajahnya yang menghadap atas membuat retinanya menangkap sebuah warna merah maroon yang nampak jauh lebih gelap dari pada umumnya karena memang didukung oleh keadaan yang memang masih dalam kondisi gelap gulita. Satu satunya cahaya yang masuk kedalam matanya adalah cahaya beberapa bintang redup disana pun dengan api unggun diluar tenda yang sepertinya sudah mengecil dan hampir mati. Sial, pantas saja tubuh kurus meskipun berotot ini gemetaran kedinginan meskipun sudah terselimuti jubah miliknya yang tebal itu. Semi mengerang dalam proses dari tidur menjadi terduduknya itu. Memegang pinggangnya bak nenek nenek ringkih di usianya yang sudah tidak muda. Dengan mengusak kelopak matanya pelan, Semi memutuskan untuk keluar dan mencoba memperbesar api lagi karena tak ingin mengganggu tidur anggotanya yang lain. Kasihan jika manusia manusia itu harus kedinginan –atau parahnya hipotermia- jika harus tidur dalam kondisi ekstreme dengan kondisi tubuh yang kelelahan parah. Semi tak tahu jelas ini pukul berapa, namun langit masih saja menampakkan gulitanya. Jika tidak salah mengira, mungkin ini sekitar tengah malam. Gadis dua puluh tujuh tahun itu nampak mengawasi sekitarnya, yang mungkin saja ada keberadaan hewan buas yang bisa membunuh mereka saat itu juga. Mereka bisa saja bangga akan kemampuan mereka bertarung, namun jika sudah dihadapkan dengan racun hewan atau tumbuhan, tidak mudah untuk mereka selamat dalam waktu yang cepat. Suara khas dari hewan hewan malam masuk ke indra pendengarannya, seakan menemani satu satunya gadis disana itu untuk membarakan beberapa buah api unggun yang tersebar tak jauh tempatnya. Tiap tiap api unggun dibuat, disanalah tenda tenda seadanya dibuat mengelilingi api tersebut, setidaknya membantu para pengungsi didalam tenda untuk terus hangat juga menghalau angin jika jika terdapat angin besar secara tiba tiba. Semi berdeham, mencoba merelaksasikan tenggorokannya yang sepertinya kemarin jarang terpakai itu karena ia sedang dalam mode pura pura tak bisa bicara itu. Pikirannya berkelana, tentang bagaimana ia mengalami dua mimpi yang berbeda, namun dengan orang yang sama dalam dua malam berturut turut. Seorang gadis cantik dengan rambut emas lurus panjang yang berkibar di tiup angin. Namun entah mengapa, dalam kedua mimpinya tersebut, ia terus menerus tak dapat berbincang dengan satu satunya sosok yang bisa dilihatnya dalam mimpi. Semi sendiri pun bingung apakah mimpi tersebut benar benar sebuah bunga tidur atau hal lain yang mengusiknya. Ah.. atau mungkin kah mimpi mimpi tersebut adalah ingatan masa lalunya yang ia lupakan?? Jika iya, maka gadis ikal tersebut sama sekali tak keberatan jika terus bermimpi hal yang sama untuk menambah informasinya agar ia berhasil survive dalam kondisi amnesia ini. “Komandan” nada suara sengau namun terkejut tiba tiba terdengar, membuat sosok yang dipanggil dengan title tingkat atas itu menengok dengan cepat dan memasang wajah terkejut. Yang ia temukan adalah salah satu anak buahnya tergopoh ggopoh berjalan dengan kesusahan kearahnya karena tanah licin akibat embun yang beberapa jam lalu sempat menyelimuti mereka. Nampaknya, pria yang satu itu adalah orang yang kala itu bertugas untuk terjaga dan menjaga semuanya dikala mereka tidur. Berjaga jaga jikalau ada hal yang tidak diinginkan datang kepada mereka ketika mereka dalam keadaan tidak signifikan untuk bertarung. Namun, Semi berani bertaruh bahwa pemuda itu jatuh tertidur karena suasana disana memang sangat cocok untuk bergelut dengan selimut seadanya untuk mencari kehangatan. “Tolong maafkan aku” ujarnya sembari menunduk dalam dalam dan mencoba mengusak matanya kasar agar hawa mengantuk hilang dari otaknya. Ia nampaknya mati matinya menutup mulutnya meskipun kuap seakan ingin menerobos keluar dari sana. Semi hanya mengangguk, masih dengan mode pura pura tak dapat bicara itu, dia menepuk pundak pemuda tadi kemudian beranjak memasuki tendanya lagi. Toh, Semi memang keluar hanya untuk membesarkan api saja. Ingatkan dia untuk nanti memberi tahu wakil komandan agar menitah anak buah mereka untuk berjaga sebanyak dua orang tiap shiftnya, agar setidaknya mereka memiliki teman berbincang dan tidak akan lagi jatuh tertidur. Malam itu, dengan sedikit berharap, Semi kembali jatuh tertidur karena ingin kembali ke alam mimpinya. Namun, sepertinya Tuhan sama sekali tak berkehendak. Semi tertidur hingga pagi harinya tanpa satu detik pun mimpi yang ia lalui. ---   Setelah perjalanan yang amat sangat panjang, akhirnya mereka sampai juga di gerbang utama yang menandakan bahwa mereka sudah memasuki area kawasan Velvetenus. Belum juga masuk, namun sorak sorai serta nada suara iring iringan sudah menggema amat keras hingga menarik simpul bibir puluhan prajurit yang baru saja kembali atas perjuangannya itu. Semi beserta kuda putihnya berada paling depan, tentu saja. Kali ini, wakilnya memperlambat laju kudanya agar sang kepala bisa berada paling depan sendirian, karena dari kemarin Semi meminta agar mereka berdua saja yang ada di depan. Tentu saja dengan berbagai macam gesture untuk alasan –karena alasan yang sebenarnya adalah ia tidak ingat arah jalan pulang mereka-. Sorak sorai bercampur riuh dengan suara khas dari alat musik tiup yang dimainkan oleh beberapa orang berseragam biru dengan topi putih. Pun beberapa gadis memakai pakaian tradisional mereka, bermain berputar putar tak jauh dari sana, saling menggenggam tangan ketika semuanya membentuk lingkaran kemudian berputar putar hingga rok tebal mereka mengembang dengan cantik. Seluruh penduduk negeri nampak melompat lompat girang, sebagian lagi melambaikan tangannya yang disambut dengan baik oleh para prajurit yang ikut melambaikan tangan itu dari atas kuda mereka masing masing. Seluruh masyarakat senang, seluruh masyarakat bahagia. Semi sendiri nampak tersenyum simpul kearah beberapa gadis yang menatapnya dengan kagum, berbeda dengan gadis gadis kebanyakan yang fokus kepada wakilnya yang jika Semi boleh jujur bahwa pria itu memiliki ketampanan diatas rata rata. Anak anak kecil yang berjajaran di sisi kanan jalan nampak melemparkan tangkai bunga yang sepertinya mereka ambil dari kebun rumah masing masing. Negeri mereka ini memanglah sebuah negeri yang penuh dengan tanaman. Seluruh pemilik rumah pasti setidaknya memiliki satu petak berisikan pohon atau bunga di halaman mereka masing masing. Satu satunya gadis diantara para prajurit itu tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit. Salah satu kebiasannya ketika ia benar benar merasa gemas terhadap sesuatu, namun tak bisa menggapainya dengan tangan untuk diremat gemas. Salah satu kebiasaan mendarah daging yang sepertinya tak hilang meskipun si empu tubuh tengah kehilangan ingatannya. Kesan pertama yang gadis itu dapatkan dari situasi yang sangat meriah ini adalah bagaimana orang orang di Velvetenus nyatanya amat sangat menghargai perjuangan mereka. Melihat kemenangan mereka disambut dengan sangat baik oleh ratusan masyarakat, maka ingatkan Semi untuk mencari tahu apa arti kemenangan mereka kali itu bagi para rakyat biasa seperti mereka. Jika memang ini berhubungan dengan wilayah, maka tentu saja ini akan menjadi ajang parade yang dibuat dengan bahagia oleh mereka karena wilayah mereka tidak jadi terjajah. Tak lama, matanya menangkap puluhan potongan kertas atau pita atau.. entahlah apa itu yang berwarna warni bertebaran dari atas mereka. Memberikan efek menakjubkan pada indra pengelihatannya yang diberikan kejutan sangat istimewa ini. Ah.. mungkin Semi yang dahulu sudah biasa, namun Semi yang sekarang, yang baru saja akan memiliki memori baru, ini akan menjadi adegan paling memorable dan akan ia ingat terus hingga ia tua nanti. Entah mengapa, sebuah kilas khayalan masuk kedalam pikirannya, bagaimana ketika ia tua nanti, yang mungkin saja akan dikaruniai anak hingga cucu, kemudian mengingat kembali masa masa kejayaannya seperti ini. Ah.. Semi amat sangat menantikan hal tersebut. Hal lainnya yang gadis itu pikirkan selagi kudanya melaju untuk memasuki area wilayah semakin dalam adalah bagaimana pandangan para pria terhadapnya. Jika para gadis lebih banyak memandang anak buahnya dengan tatapan kagum, dan sebagian gadis lainnya malah menatap dirinya lah yang mengagumkan, namun kebanyakan pria menatapnya dengan pandangan yang tidak dapat diartikan. Apa ini. Semi tidak mengerti apapun, namun dengan refleks simpul bibirnya yang tadi menaik, turun seketika. Ia kembali dengan wajah datarnya sembari sesekali mengangguk atau tersenyum simpul kepada para wanita paruh baya yang tengah menyapanya. Hahh.. apa yang dirinya lakukan di masa lalu hingga ia mendapatkan pandangan yang tidak dimengerti oleh para lelaki ini. Tuhan.. ternyata kehilangan ingatan menjadi hal yang cukup sulit untuk disimpan sendirian. Sepertinya, gadis diujung umur dua puluh tahunnya itu harus berbagi kepada seseorang. Tapi siapa?? Dengan posisinya yang riskan dan penuh musuh, ia jadi tidak yakin untuk ‘membeberkan’ kelemahannya kepada orang lain. Even itu anggotanya sendiri atau bahkan wakilnya sendiri. Baiklah. Lupakan masalah itu sejenak. Semi menyadari bahwa ia memiliki masalah baru yang sebentar lagi akan datang. Kemenangan mereka tentu saja akan membawa mereka berhadapan langsung dengan yang mulia raja dan ratu. Bahkan Semi mendengar bahwa mereka semua diundang ke kerajaan untuk melakukan pesta kemenangan sekaligus makan malam untuk merayakannya. MASALAHNYA—bagaimana dengan ingatannya yang hilang ini?? Bagaimana jika ia diajak berbicara dengan raja dan ratu, mengingat ialah kepala dalam perjuangan kali ini. Bagaimana jika ia dititah untuk memberikan sepatah dua patah kata sambutan?? Aduh, gadis yang satu itu takut untuk salah bicara. Hm.. rasanya kepalanya seakan ingin pecah. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN