Chapter 6

996 Kata
“Princess Judasquith~” Irene Judasquith, anak semata wayang dari pasangan raja dan ratu dengan nama belakang  Judasquith yang memang tengah memimpin negeri mereka ini. Bagi seorang bangsawan, baik dari pihak kerajaan hingga bangsawan biasa memang diharuskan untuk memanggil seseorang dengan nama belakang alias nama keluarganya saja. Ciri khas yang akan selalu digunakan oleh keluarga bangsawan. Orang biasa yang bukan berada di jajaran bangsawan tak akan memiliki nama belakang, mereka terlahir dan diberi nama satu kata saja sebagai identitas mereka seumur hidup. Terkecuali orang orang tertentu yang diberi nama belakang atas jasa yang telah mereka lakukan. Irene yang baru saja turun dari kereta kencananya tersenyum tipis ketika para noble lady itu keluar dari ruangan tempat mereka berdiam tadi hanya untuk menyambut dirinya yang sama sekali tak mengingat mereka itu. Dengan tangan yang sudah terlepas dari tangan Aaron- tentu saja salah satu tugas pengawal pribadinya adalah menjaganya dengan sepenuh hati, sampai ditahap bahwa mereka harus menuntun ‘tuan’nya turun dari tempat yang dirasanya akan berbahaya. Itu adalah hal yang lumrah dilakukan para noble kepada para tuannya. Dalam kurung ini dilakukan pula oleh para noble man kepada noble lady- “maaf, apakah aku terlambat??” ujar Irene tersenyum tipis sembari merasa sedikit tak enak. Perjalanan mereka kesana memang mulus tanpa ada hambatan sekalipun, namun jika memang keretanya berjalan lambat hingga tanpa ia sadari memakan waktu banyak, tentu saja gadis mungil itu harus meminta maaf. “ah, sama sekali tak masalah putri Judasquith” ujar seorang gadis yang nampaknya jauh lebih muda darinya dan berambut merah muda. Wajahnya dipoles dengan warna tipis yang mencocokan dengan warna rambut juga dress merah yang tengah ia kenakan. Dibelakang gadis tadi, ada beberapa gadis lainnya yang menunduk dengan sopan menyambutnya. Pun seorang gadis lainnya yang melambaikan tangannya dengan penuh semangat meskipun tetap terlihat anggun. Karena mereka masih berada di halaman, akhirnya si gadis berambut merah muda tadi beranjak menuntun Irene untuk masuk kedalam bersamanya dan yang lain. Aaron dan pengawal pengawal gadis lainnya nampak terdiam tak jauh dari sana untuk melindungi gadis gadis berharga itu dengan segenap hati. Nyatanya, Irene tahu tahu didudukkan di kursi tengah, sedangkan semua gadis lainnya tersebar di kiri dan kanan meja yang berbentuk persegi panjang itu. Hm?? Apakah Irene boleh seperti ini?? Gadis itu sedikit merasa canggung karena mengapa dirinya yang malah duduk di pusat sedangkan tuan pemilik acara dan pemilik tempat justru berbaur dengan yang lainnya. “Aku turut bersedih dan khawatir ketika tahu bahwa tuan putri tak sadarkan diri cukup lama akibat kejadian naas itu” ujar salah satu gadis berambut cokelat nampak bersungguh sungguh dan mengatupkan tangannya didepan d**a. “juga.. rumor mengenai kau kehilangan.. ingatan..” Irene kira, perihal ia kehilangan ingatannya sudah sewajarnya tersebar ke seluruh penjuru negeri mereka, toh karena ia satu satunya pewaris tahta dari raja dan ratu, jadi gadis berambut emas itu yakin betul bahwa hampir semua orang tahu mengenai kondisinya yang tak baik. Namun, apa yang ia lihat oleh mata kepalanya sendiri ini bahwa beberapa gadis bangsawan nampak meliriknya dengan tatapan berarti juga dua gadis yang duduk di sampingnya menyikut pinggangnya dengan pelan. “Ada apa??” tanya Irene yang malah tak mengerti. “itu memang kondisiku, maafkan aku tak lagi mengingat kalian” ujar Irene dengan senyum sendu dan meminum teh bunga yang sudah disajikan di hadapannya itu. “Ah, tak masalah tak masalah” ujar gadis berambut cokelat tadi menggerakkan tangannya panik. “Aku hanya khawatir” racaunya lagi. Irene yang mendengarnya terkekeh pelan sembari meletakkan kembali cangkir teh ke piring tatakannya. “kalau begitu, terima kasih atas perhatian kalian” ucapnya dengan senyum yang amat manis. Namun, seketika senyum tersebut mendatar ketika menyadari seorang gadis dengan rambut panjang bergelombang berwarna merah nampak mengigit pelan bibir tipisnya dengan jari yang bergerak tidak nyaman. “Ada apa lady.. err?” bingung juga si tuan putri ini ketika tak mengingat nama satupun dari mereka. “namaku Wendy Seanisa, tuan putri” ujar gadis itu lagi dengan nada semakin melirih dan kini munculah tatapan kasihan dari para gadis bangsawan yang ada disana. Ada apa sih ini?? “Ah- maafkan aku. Ada apa lady Seanisa??” “Tidak apa, tuan putri” ujar Wendy yang kini tangannya nampak digenggam oleh gadis yang ada disampingnya. “namaku Joy Josephine, tuan putri” ujar gadis tadi memperkenalkan diri karena tahu bahwa ia tak akan diingat. “Aku dan tuan putri sesekali meminum teh bersama atau pergi ke butik bersama untuk memesan dress ketika akan ada acara banquet. Lady yang disampingku ini pun lebih sering bersama tuan putri” ujarnya lagi menjelaskan berbagai macam pertanyaan yang terlihat jelas hanya dari ekspresi putri kerajaan itu. Tunggu dulu- jangan bilang... “Lady Seanisa... adalah sahabatku??” ujarnya terkejut sembari menutup mulutnya dengan tangannya yang lentik meskipun mungil. “Saya tersanjung jika tuan putri menganggap saya demikian” ujar Wendy lagi dengan suara bergetar dan semakin mengecil. Jika kalian berpikir bahwa gadis berambut perak indah itu tengah menahan tangis, maka jawabannya adalah iya. Wendy hanya tidak menyangka bahwa sahabatnya sejak kecil itu akan benar benar melupakan segalanya, hingga melupakannya.  Bahkan Irene memanggilnya Seanisa!! Biasanya temannya itu akan memanggilnya dengan kasual, memanggilnya Wendy. –nama panggilan depan biasanya hanya akan disebutkan oleh keluarga atau orang yang sudah benar benar dekat saja- Sebenarnya ini hal yang wajar akibat amnesianya, namun ketika merasakan langsung bagaimana Irene melupakannya, nyatanya Wendy tak dapat menahan rasa sedihnya. “Aku benar benar minta maaf kepada kalian semua” ujar Irene bersungguh sungguh. “Tak masalah, tuan putri” ujar salah satu diantara mereka. “Jika memang tuan putri melupakan semuanya dan sulit untuk mengingatnya kembali, tak perlu dipaksakan, Kita bisa bersama sama membuat memori baru” ujar gadis paling muda berambut ungu dengan senyum lebar di wajahnya. “Aku akan pastikan bahwa memori baru tuan putri adalah memori memori yang baik” lanjutnya lagi yang malah memancing tawa dari gadis gadis yang lebih tua disana. Hingga akhirnya, acara minum teh itu menjadi satu jam lebih panjang dari apa yang sudah mereka jadwalkan.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN