Penghianat

871 Kata
KLIK! Suara pintu kamar terkunci, Kinanti dengan mata setengah tertutup melihat sang suami mendekat kearah ranjang dengan mengusap keringat di wajahnya. Dia mengepalkan kedua tangannya untuk meredam segala kemarahannya. ”Tidak!! Jangan!! Jangan!!” Teriaknya seketika dengan mata terpejam dan menggelengkan kepala, membuat Amar mendekat dengan cepat. ”Kinanti…Kinanti. Kamu bermimpi?” Amar berdiri di sisi sang istri dan memegangi bahu sang istri. ”Tidak!! Jangannn!!” Teriak Kinanti lagi tanpa membuat Amar curiga. Hingga pria itu dengan cepat menyalakan lampu besar kamar itu. ”Kinanti bangun. Kamu mimpi buruk? Minum dulu, Saang…” ucap sang suami menyodorkan segelas air putih di tangan sang istri yang langsung terbuka matanya. “Kak, ada apa, Kak?” Tanya Kinanti pura-pura heran menatap sang suami telah menyodorkan gelas ke tangannya. Aktingnya lumayan bagus meskipun dia bukan seorang artis. ”Kamu tadi mimpi buruk, Sayang. Ayo minum dulu” ucapnya dengan gaya sok perhatian seperti biasa. Seketika Kinanti merasa mual melihat wajah sang suami. Terbayang olehnya bagaimana sang suami dengan liar bersama pengasuh yang merawatnya di atas ranjang. ‘Laki-laki biadab! Beraninya dia menyentuhku setelah menyentuh wanita lain. Begini ternyata tingkahmu di belakangku, Kak Amar! Sungguh kamu adalah pria paling kejam yang pernah aku temui” geram Kinanti, tapi seketika dia sadar manakala dia melihat kakinya yang tak bisa dia gerakkan. ”Terimakasih, Kak. Kak Amar tidurlah, Kinan bangunin kak Mar. Maafin Kinan ya, Kak” Kinanti menatap kearah sang suami dengan sorot rasa bersalah, tapi di hatinya menahan gemuruh yang seakan siap meledak dalam hitungan detik ”Gak, pa-pa, Sayang. Kakak gak mau kamu mengalami hal sulit meskipun itu hanya lewat mimpi. Makanya kakak sejak tadi berjaga untuk mastiin kamu baik-baik saja.” Jawab Amar seperti biasa dengan kalimat manis kepada sang istri, lagi-lagi membuat Kinanti ingin muntah. ‘Pria laknat! Beraninya dia berbohong padaku. Tidak sadarkah dia apa yang dia miliki saat ini adalah milikku? Beraninya dia berhianat di depanku?!’ Geram Kinanti, lalu dia memejamkan matanya sejenak, untuk menenangkan pikiran. “Yaudah, karena masih malam, aku tidur lagi, Kak. Kakak tidurlah” ucap Kinanti lagi mencoba tenang. ”Kamu tidur juga ya, Sayang. Lupakan mimpi buruk itu, pastikan kamu nyaman bersamaku. Aku berjanji akan melindungimu dalam segala hal. Kalau butuh apa-apa katakan padaku, Sayang” ucap sang suami lagi membuat Kinanti memegangi kepalanya yang terasa mau pecah. ‘Bagaimana aku merasa nyaman jika aku hidup di antara penghianat yang ada di sekitarku? Sabar Kinanti, aku harus berfikir normal agar bisa memecahkan segala permasalahan ini’ *** Dua minggu setelah kejadian Kinanti memergoki sang suami bercinta dengan pengasuh yang merawat dirinya. Pagi itu, suasana rumah sepi, terlebih ketika sang suami sudah berangkat bekerja. Biasanya sang pengasuh akan berada di bawah setelah menyelesaikan membantu Kinanti untuk mandi dan minum obat. Dan Kinanti sendiri biasanya duduk menikmati pemandangan pagi dari balkon melihat suaminya pergi bersama sopir pribadi mereka. Bugh! Sebuah buku jatuh dan mengenai kakinya. “Akhh!” Kinanti meringis menahan sakit. “Kenapa pakai jatuh segala sih, kamu buku. Sok tahu aja kamu suasana hati aku” gumam Kinanti sembari meraih buku yang jatuh. Lalu seketika dia terdiam, kedua mata beningnya membulat sempurna, bibirnya terbuka dengan ekspresi yang sedemikian rupa. ”Apa?! Kakiku merasakan sakit? Ohh, tidak!” Kinanti menutup bibirnya dengan haru. Air matanya menetes seketika. Setelah empat tahun penantian, bahkan dia sampai kehilangan bayi, akbat kecelakaan yang telah menewaskan kedua orang tuanya dan dirinya lumpuh. Kecelakaan itu membuatnya trauma berat. Bahkan selama dua tahun dia tidak mau keluar kamar sama sekali karena takut. Awalnya dia merasa beruntung karena sang suami sangat perhatian dan tulus padanya dengan menyediakan pengasuh yang telaten merawatnya dengan penuh sopan santun. Tapi, nyatanya tidak ada yang benar-benar tulus di dunia ini kecuali kedua orang tuamu. ”Nissa!!” Panggilnya dengan riang, lalu Kinanti menutup kembali bibirnya. “Tidak! Tidak! Dia penghianat. Aku tidak boleh memberitahu siapapun mengenai perkembanganku” Kinanti terdiam sejenak, “Dua minggu ini aku tdak mengonsumsi obat dari Nissaa…” Kinanti menjeda kalimatnya dengan mata kembali membulat sempurna.”Jangankan bisa langsug berjalan, kakiku bisa merasakan sakit lagi saja, itu sudah sebuah keajaiban, bahwa ternyata setiap sakit memang ada penyembuh…” Isi kepala Kinanti seakan penuh dengan ribuan pertanyaan yang menyerangnya. ”Apa jangan-jangan obat itu untuk membuat otot kakiku tidak berfungsi? Karena menurut kak Amar, obat ini adalah perangsang otot, agar aku bisa cepat jalan. Ternyata sebaliknya? Dasar biadab!! Tega dia beruat sekeji itu pada istrinya sendiri? Lalu aku harus bagaimana? Aku tidak punya ponsel, karena kejadian dua tahun lalu. Kalau memang itu kenyataannya. Aku tidak akan tinggal diam. Empat tahun yang sudah aku lalui dan aku harus kehilangan anak dalam kandunganku, harus mereka balas dengan setimpal.” Kinanti menggelengkan kepalanya, mencari akal bagaimana dia bisa menghubungi team pengacara keuarganya. “Kalau begini ceritanya. Berarti hampir semua orang di rumah ini bekerja sama. Dan aku tidak boleh ketahuan sama orang di rumah ini. Aku harus bereaksi seperti biasa” Gumam Kinanti lagi. ”Nyonya…waktunya sarapan pagi dan minum obat” panggil suara ramah dan hangat mendekat ke arah Kinanti. Kinanti bahkan tidak menoleh sedikitpun. Dia masih berusaha menetralisir gejolak yang ada di hatinya. Mendengar derap sepatu yang kian mendekat, Kinanti semakin kawatir jika dia membuat satu kesalahan kecil yang akan menjadikannya ketahuan jika kakinya mulai merespon.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN