Amar tertawa kecil dan menepuk pinggul wanita cantik dalam dekapannya.
”Tidak mungkin itu Kinanti. Palingan itu kucing, Sayang. Santai sajalah. Kinanti tidak akan mungkin bisa berjalan bukan? Kita sudah memastikannya berdua. Jadi, ayo kita lanjutkan saja kenikmatan ini, jangan terganggu oleh suara gak penting…aku sebentar lagi keluar…” bujuk pria itu dan membuat sang wanita kembali beraksi.
”Hmm…kalau kamu merasa yakin, maka aku juga tenang. Siapa sih yang nolak kenikmatan milikmu?” Bisik wanita itu lagi dan kembali melanjutkan atraksinya.
”Kamu tidak perlu ragu lagi tentang Kinanti. Empat tahun sudah dia lumpuh dan kamu sendiri yang merawatnya. Jadi, semua baik-baik saja untuk kita, Sayang.”
Mendengar percakapan itu, seketika Kinanti menutup mulutnya agar tangisnya tidak terdengar, hatinya hancur mengetahui pria yang sangat dia cintai dan dia percaya melebihi siapapun di dunia ini, telah berhianat padanya bersama orang yang empat tahun terakhir paling dekat dengannya setelah sang suami. Ya, wanita itu adalah pengasuhnya.
“Setelah kita selesaikan ini, aku akan memeriksa Kinanti, lalu kita melanjutkan part dua-nya…” goda pria yang kini duduk sebagai CEO perusahaan milik keluarga Kinanti itu dengan suara serak.
“Baik sayangku…rasanya ingin seperti ini terus sama kamu,Sayang…”
”Sabarlah, sebentar lagi kita akan terbebas…” jawab pria yang dibanjiri peluh di tubuh kekarnya itu sembari mencubit pipi mulus wanita yang ada di hadapannya.
Tak ingin ketahuan dalam kondisi seperti saat ini. Kinanti kembali merangkak untuk menuju kursi rodanya dengan susah payah. Karena sebelumnya dia tidak pernah naik kursi roda sendiri. Dia menarik bantal tidurnya untuk alas agar dia mudah menaiki kursi roda.
Keringat membanjiri karena berkali-kali usahanya gagal. Jantungnya semakin berdegub manakala mendengar suara pintu tertutup.
Pintu di kamarnya memang tidak di tutup rapat oleh sang suami tidak tahu apa maksudnya, tapi hal itu memudahkan dirinya untuk mendengar suara-suara yang ada di luar kamar.
”Sampai ketemu, Sayang…” ucap suara manja wanita di balik pintu.
”Selamat tidur calon my future wife…” ucapnya hangat.
”Gak sabar buat bisa menikmati tidur nyaman berdua sama kamu, Sayang…” rengek wanita itu lagi, membuat Amar dengan tenang membujuk wanita yang ada di hadapannya.
”Bersabarlah, jalan kita akan terbentang indah di depan mata. Perjuangan kita selama lima tahun ini akhirnya akan menuai hasil. Kamu harus bersabar sedikit lagi, oke?”
“Hmmm…yasudah, kamu buruan gih balik ke kamar, nemenin istri kesayangan kamu yang cengeng dan manja…” ejek sang wanita membuat pria itu menjawab cepat.
”Hei-heii…kenapa ngomong gitu. Aku sudah pernah bilang, bukan? Aku tidur disampingnya itu berasa tidur di samping mayat hidup. Gak ada hal indah yang bisa aku lalui bersama mayat hidup itu, yang ada hanyalah sesuatu yang menakutkan…” ucap Amar dengan santai. Dia tidak mengetahui jika wanita yang dia sebut dengan mayat hidup saat ini sedang di penuhi amarah dan kekecewaan atas penghianatan yang dia lakukan. Wanita yang tengah berusaha untuk bisa kembali ke atas ranjang dengan susah payah dan peluh membanjiri mengimbangi sang suami yang baru saja berpacu dalam kehangatan.
”Tuhan…beri aku kesempatan untuk membongkar kejahatan suamiku dan wanita yang ada di dekatnya. Izinkan aku melewati malam ini dengan mulus…” bisiknya dalam hati sembari mengusap peluh yang mengalir deras membasah tubuhnya karena usahanya yang keras untuk bisa kembali ke atas tempat tidur.
“Alhamdulillah…akhirnya aku berhasil. Jangan biarkan aku ketahuan dulu, ya Allah…aku ingin mengetahui lebih banyak. Seberapa jauh suamiku telah berhianat…” bisik Kinanti yang akhirnya telah sampai ke atas ranjang. Dia mendorong perlahan kursi roda miliknya dan mengambil bantal yang tadi dia gunakan untuk membantunya menaiki kursi roda.
“Selamat malam bidadariku…” bisiknya sembari membuka pintu kamar dimana Kinanti baru saja terbaring dan menutup kakinya dengan selimut, untungnya dirinya sempat terbaring dengan segera sehigga Amar tidak menyadari jika sang istrilah tadi yang menyaksikan aksinya bukan kucing.
Jantungnya semakin berdegub kencang, pikirannya kacau seketika. “Bagaimana ini? Badanku masih berkeringat? Apakah tidak ketahuan?” Bisik Kinanti dalam hati sembari menahan nafas sejenak dan berfikir keras agar sang suami tidak curiga padanya.