“Nyonya…apa anda tertidur?” Ucap suara wanita sembari memegangi pundak Kinanti. Dengan cepat Kinanti mengepalkan tangannya dibalik selimut yang menutupi kakinya. Tentu saja perawat pribadinya itu tidak curiga, karena memang setiap pagi sang perawat membawanya berjemur di sinar matahari pagi.
Selama ini, Kinanti merasa bersyukur mendapat perawat yang sangat telaten padanya. Tapi ternyata sang perawat adalah duri dalam daging. “Nyonya…anda tertidur?” Ulangnya dan meremas perlahan bahu Kinanti yang bersandar pada kursi roda.
”Hoaamm…” Kinanti mengerjab-ngerjabkan kedua bola matanya, lalu menoleh. “Nissa…” Kinanti menatap Nissa dengan wajah polos. “Maaf, saya ketiduran. Kamu udah lama bangunin saya?” Tanya Kinanti sembari memutar kursi roda otomatis yang dia gunakan selama ini
“Tidak, Nyonya. Saya baru saja datang. Kenapa nyonya bisa ketiduran di luaran begini? Tidak biasanya…” Nissa menatap penuh selidik kepada sang majikan wanita.
”Hmm…mungkin karena tadi malam saya mimpi buruk kali, ya?” Gumam Kinanti langsung menekan kursi rodanya untuk kembali ke kamarnya.
”Tadi malam nyonya mimpi buruk? Mimpi apa, Nyonya?”
”Mimpi aib gak pantes. Mengingatnya saja aku malas, apalagi menceritakan ulang. Kak Amar sampai kebangun gara-gara mimpiku…”
Nissa terlihat membesarkan kedua bola matanya. Lalu kembali bertanya. “Sebaiknya semua yang nyonya alami sekecil apapun itu, ceritakan pada saya. Sehingga saya bisa menganalisa, apakah ini reaksi psikologi karena akibat kecelakaan atau bagaimana…”
‘Psikologi kepalamu! Kau penghianat besar. Aku akan memberikan kamu pelajaran. Lihat saja nanti!’
Alih-alih mengeluarkan kata hatinya, Kinanti mengulas senyum dan tertawa. “Gak enaklah. Soalnya mimpinya nyangkut kamu dan kak Amar. Ini aib sih kategorinya. Saya gak mau malah kamu tertawain…” Kinanti menyunggingkan senyum misterius menatap reaksi Nissa yang sempat terkejut manakala diriya menyebutkan tentang mimpi yang dia miliki.
”Tentang saya dan tuan Amar? Apa itu, Nyonya? Ceritakan saja seperti biasa apapun yang nyonya rasakan dan ingin lakukan. Saya akan membantu nyonya…” ucap Nissa sembari mengusap bahu sang majikan, seolah dia adalah wanita paling tulus di dunia.
‘Kau bilang ceritakan? Sorry. Aku sudah tersadar dari kebodohanku selama ini, yang menganggap kalian berdua tulus padaku. Dan kau! Penghianat jalang…kau beraninya menyentuh milikku!’
Kinanti menggeram mengingat apa yang terjadi tadi malam. Hingga dia disadarkan oleh sentuhan tangan sang assisten pribadi yang diberikan sang suami padanya.. “Nyonya…kenapa malah melamun?” Kalimat yang benar-benar menyadarkan Kinanti untuk tidak lengah di hadapan wanita licik selingkuhan sang suami.
”Sudahlah, lupakan saja. Saya tidak mau kamu tersinggung, Nissa. Kamu sudah merawat saya dengan tulus selama ini, sampai saya mahir turun naik kursi roda dari tempat tidur. Kamulah yang telah banyak ber-JASA pada saya…” lirih Kinanti yang sengaja menekan kata jasa agar sang asisten pribadinya tersadar.
”Waduh, Nyonya. Itukan hanya mimpi, kenapa harus gak enak? Ceritakan saja tidak masalah. Saya mah seneng kalau nyonya mau berbagi apapun seperti baisa…”
Kinanti menyunggingkan senyum misterius, “Kamu yakin tidak akan tersinggung, jika saya cerita?”
Nissa menganggukkan kepalanya perlahan. “Saya di tempat ini dibayar untuk melayani nyonya. Dan saya mengabdikan jiwa raga saya untuk merawat nyonya. Jadi, saya harap, nyonya tidak segan pada saya…” ucap Nissa dengan sorot mata sedemikian rupa.
”Aku bermimpi melihat kamu dan kak Amar itu sedang melakukan hubungan suami-istri…” Kinanti menjeda kalimatnya dan meraih tangan sang perawat pribadi, meskipun sebenarnya dia merasa jijik menyentuh tangan itu, tapi dia sengaja melakukan itu, agar selingkuhan suaminya itu merasa tertekan jiwanya. “Kamu jangan tersinggung, ya? Aku mohon…ini hanya mimpi. Kamu tidak mungkin tega menghianati saya dan bercinta dengan suami saya…kamu tidak se-hina itu…” tatapan mata Kinanti mengarah lekat pada wanita yang sudah menikmati kehangatan sang suami. Dia melihat dengan jelas bagaimana perubahan wajah wanita yang jelas sama persis seperti yang dia katakan barusan.
”Heii…kamu kenapa? Mengapa wajah kamu memerah dan tangan kamu berubah dingin? Kamu tidak sedang marah pada saya bukan?” Tanya Kinanti membuat Annissa terbatuk dengan salah tingkah.
”Ahh! Nyonya bisa aja. Mana mungkin saya marah. Saya juga tidak mungkin berani melakukan apa yang ada di dalam mimpi nyonya. Saya tidak mungki selancang itu…” Diana Annissa tertunduk dan dengan cepat meraih nampan berisi sarapan pagi.
”Tentu saja. Saya juga merasa heran apa arti mimpi saya. Sampai saya bisa mimpi sedemikian hina. Tidak mungkin kalau itu adalah kode bukan?” Tanya Kinanti tiba-tiba hingga membuat Nissa bergetar membawa nampan dan hampir terjatuh.
”Saya tidak seberani itu, Nyonya. Jangankan untuk tidur dengan tuan. Menatap wajah tuan juga saya takut…” balas Nissa dengan cepat.
”Ya-ya, tentu. Kamu adalah orang yang tahu diri dan tidak mungkin melewati batas.” Kinanti tersenyum penuh arti.
”Silahkan dinikmati sarapan paginya, Nyonya. Setelah itu minum obat. Agar nyonya bisa lekas berjalan.” Ucap wanita itu menaruh nampan berisi sarapan pagi yang sehat hasil masakan chef di rumah itu.
“Baiklah.” Kinanti menarik meja makan untuknya dan mulai menikmati menu sarapan pagi yang disiapkan oleh chef di rumahnya. “Kamu sudah sarapan pagi, Nissa?” Tanya Kinanti tiba-tiba, karena dia menebak jika sang pengasuh telah menikmati sarapan pagi bersama suaminya.
”Be-belum, Nyonya…” jawabnya tergagap, karena tidak menyangka majikannya akan bertanya demikian.
”Niss..kamar samping ini, menurut kamu nyaman gak? Aku gak mau kamu merasa gak nyaman dan merasa tertekan diam-diam. Sedangkan waktu kamu dua puluh empat jam merawat saya?”
Mendengar pertanyaan sang majikan, Nissa tanpa sadar menjatuhkan gelas yang ada di tanganya.