Seorang pria berjalan mondar-mandir di tepi jendela. Wajahnya kusut, penuh dengan kecemasan. Sementara tangannya masing-masing sibuk, satu memegang ponsel, dan yang lain kerap mengacak rambut. Sepertinya dering di benda pipih itu sangat berarti untuk sekarang. Setiap detik, matanya tak lepas dari layar kotak pesan di ponsel. Walau sesekali pria itu menekan tombol panggilan yang tak pernah ada jawaban untuk kesekian kalinya. Ditariknya napas dalam-dalam, membuang dengan kasar untuk meluapkan emosi barang sebentar. Sudah cukup sabar ia dengan nomor yang tidak aktif seharian. Sementara dari dapur, Nana yang sedari tadi melihat keresahan sang ayah hanya bisa membatin. Belum ada niatan untuk menghampiri pria itu, meski sejujurnya ia juga merasa sedikit khawatir. Sepertinya sesuatu telah terj